Beberapa hari belakangan ini Sally merasa hidup dalam mimpi, ia ingin seperti ini selamanya. Keberadaan ayahnya masih menjadi rahasia, itulah mengapa ia menghabiskan hampir seluruh liburannya di dalam rumah tua itu. Melakukan hal hal kecil bersama ayahnya, seperti melukis, bermain catur, dan bahkan memasak bersama. Hal yang selalu Sally impikan kini mulai terwujud satu persatu.
Namun ketenangan itu sepertinya akan hilang akibat lima ketukan tergesa gesa di arah pintu rumahnya. Sally selalu tak suka jika ada yang mengetuk pintu rumahnya, ia selalu merasa akan terjadi masalah saat pintu rumahnya diketuk. Dan tentu saja, masalah itu menghampirinya lagi kali ini. Wajah Sally berubah lebih tegas dan dingin ketika ia membuka pintu dan melihat Sirius Black berdiri dengan bangganya. Wajahnya selalu sombong dan penuh percaya diri, hal itu mengganggu Sally. Di kanan kirinya terdapat dua orang lain, Alastor Moody dan Remus Lupin. Dua mantan Professornya itu tentu bukan pertanda yang baik. Formasi ini, Sally mengerti. Orde Phoenix datang mengunjunginya, ia pernah melihat foto seluruh anggotanya. Saat Kreacher membersihkan gudang.
"Entah apa tawaranmu paman, kukatakan aku tak tertarik. Silahkan pergi dari rumahku." Tangan Sirius menahan pintu yang hendak ditutup Sally.
"Perlu kuingatkan, ini juga rumahku. Aku punya hak."
Sally tertawa mengejek, "Sangat lucu, saking lucunya bahkan bisa membuat nenek keluar dari lukisannya yang angkuh di ruang keluarga."
"Dan apa yang membuatmu merasa ini lucu?" Sirius menimpali dengan serius.
"Paman, kau lupa? Kau pergi bertahun tahun yang lalu. Kau yang memilih keluar dari keluarga. Bukankah seharusnya kau tak punya hak?"
Sirius menyringai, "aku punya hak tentu saja, sebagai walimu karena aku satu satunya kerabatmu."
"Waliku Lucius Malfoy! Jangan bicara omong kosong!" Sally menyentak, gadis kecil itu mengejutkan tiga laki laki paruh baya yang berdiri dihadapannya yang masih diam karena tak mau menganggu urusan "keluarga".
Mendengar keributan, Regulus muncul dari tangga. "Sally, nak? Ada apa?"
Sirius seketika diam mematung, reaksi yang hampir sama saat Sally pertama kali melihat ayahnya. Ekspresi seperti melihat seseorang yang baru bangkit dari kuburnya.
"Well, lihat siapa yang berkunjung."
"Regulus." Ekspresi Sirius masih terlihat terkejut, namun selayaknya orang dewasa, ia mengontrolnya dengan cepat.
"Sudah lama tak berjumpa, saudaraku." Regulus berjalan mendekat, merangkul pundak Sally yang masih emosi.
"Bahkan sudah terlalu lama. Apa yang membuatmu berkunjung? Coba kutebak, kau kemari karena ingin membuat nama baik keluarga kita hancur lagi, bukan?"
Rahang Sirius mengeras, Remus Lupin dan Alastor Moody mundur beberapa langkah.
"Sirius, sebaiknya kau bereskan dulu. Aku akan memanggil anggota orde lain." Remus Lupin dan Alastor Moody beraperate ke suatu tempat, meninggalkan Sirius dengan emosinya.
"Siapa dia Sally?" Alih alih menjawab pertanyaan Regulus, Sirius malah bertanya kepada Sally.
"Siapa lagi? Ayahku tentu saja, menambahkan alasan kuat kenapa kau tak berhak berada disini. Aku punya ayahku, paman."
"Sirius Black yang tangguh ternyata bisa ketakutan, apakah berada di Azkaban mempengaruhi otakmu saudaraku?"
Sirius Black menggeleng, mengabaikan perasaan pribadinya yang terkejut. Lalu menatap Regulus tajam.
"Hilang bertahun tahun lamanya dan baru kembali, tepat saat sang pangeran kegelapan bangkit. Apakah ada konspirasi dibalik ini? Karena sepertinya kau muncul di momen yang tepat."
"Setidaknya aku orang yang setia, Sirius. Aku setia terhadap kemurnian darahku dan keluargaku. Jangan menghakimi pilihanku jika pilihanmu juga salah."
"Oh ya? Kita berdua orang yang berdosa sepertinya? Lalu bagaimana jika membuat kesepakatan? Kau tau apa yang dialami para Death Eater setelah tuanya pergi bukan?"
"Sirius kau mengancam ayah?" Sally menyentak, merasa bahwa pamannya begitu kurang ajar.
"Aku tak berbicara denganmu gadis kecil!" Sirius balas membentak, Regulus reflek menarik Sally mundur. Agar saudaranya tak melakukan sesuatu, bagaimanapun Sirius baru keluar dari Azkaban, mustahil pikirannya bisa terus waras.
"Katakan tawaranmu, jika membahayakan putriku maka jawabannya tidak."
Sirius menyringai, "tentu saja, saudaraku. Aku hanya butuh izinmu, aku ingin menjadikan rumah ini sebagai markas Orde Phoenix. Tenang saja, tak ada yang tau bahwa kami berada disini, kau bisa terus melakukan "tugasmu" dan setelah kau tau siapa kalah, kupastikan kau tak akan masuk Azkaban. Aku percaya bahwa kau ingin lebih banyak waktu bersama putri kecilmu yang cantik ini bukan?"
"Dan apa yang membuatmu berfikir dia akan kalah?"
"Kebaikan, kebaikan akan selalu menang." Sirius menjawab yakin.
"Konyol sekali. Jangan menganggu kami, dan jangan membawa terlalu banyak barang. Aku tak suka rumahku di nodai."
Dan itulah saatnya semua orang tahu, tidak ada kemenangan yang mutlak malam itu. Rumah Grimmauld Place terpaksa dibagi menjadi dua kubu—Orde Phoenix yang membutuhkan perlindungan, dan keluarga Black yang mempertahankan hak mereka. Entah bagaimana, Regulus mengizinkan Sirius menang, Regulus dan Sally tetap tinggal di rumah itu, membagi ruang yang dipenuhi dengan warisan yang berat dan kenangan yang tak bisa dihapuskan begitu saja.
Ketegangan di antara Sirius dan Regulus tidak pernah memudar sepenuhnya, seperti api kecil yang terus berkobar di balik tatapan mereka. Namun, untuk saat ini, mereka terpaksa hidup berdampingan di bawah atap yang sama—dua saudara yang terpisah oleh perbedaan, tapi tetap terikat oleh darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LAST BLACK- DRACO MALFOY x OC
Hayran KurguSally Black adalah pewaris terakhir keluarga Black, terlahir dari darah murni dengan garis keturunan yang kuat. Ayahnya, Regulus Black, yang dikabarkan meninggal saat mencoba menghancurkan horcrux Pangeran Kegelapan, meninggalkan Sally saat baru saj...