52. Horcrux 0.1

30 3 0
                                    

Malam mulai merayap ketika Sally akhirnya meninggalkan Draco. Ada beban yang masih ia rasakan di dadanya—sebuah kecemasan yang tak bisa ia pahami sepenuhnya. Hatinya masih bimbang tentang apa yang baru saja terjadi, tentang bagaimana Draco menahan semua rasa sakit itu, dan bagaimana ia sendiri tak mampu memberikan jawaban yang benar-benar memuaskan untuknya.

Sesampainya di kamar yang sepi, Sally duduk di dekat jendela, memandang jauh ke kegelapan yang merayap di luar Malfoy Manor. Ia sudah menyaksikan begitu banyak hal dalam waktu yang singkat ini. Kematian, kekacauan, rasa sakit, ketakutan—semua itu menghantuinya. Tapi sekarang, untuk pertama kalinya, ia benar-benar bertanya pada dirinya sendiri: Untuk apa aku melakukan semua ini?

Pikirannya berkelana pada kenangan masa kecilnya. Selama ini, ia merasa bahwa tujuannya adalah untuk melindungi orang-orang yang ia sayangi. Namun, apakah benar ia melakukannya demi mereka, ataukah ia hanya mengikuti jalan yang sudah ditentukan untuknya—takdir yang diwariskan dari generasi keluarga Black?

Ia mengingat kata-kata Dumbledore, kata-kata yang pernah ia dengar dalam pidato saat masa-masa damai di Hogwarts: "Kita harus memilih antara apa yang benar dan apa yang mudah. Bukan hanya untuk menyelamatkan orang-orang yang ia sayangi, tapi demi dunia yang lebih baik." Pemikiran itu membuat Sally menyadari, mungkin inilah waktunya baginya untuk memilih, bukan berdasarkan takdir atau ramalan, melainkan karena ia benar-benar percaya pada apa yang ia lakukan.

Di tengah perenungannya, pintu kamarnya terbuka pelan. Regulus berdiri di sana, tampak ragu-ragu namun akhirnya melangkah masuk.

"Kau belum tidur?" tanyanya dengan suara rendah, duduk di sisi tempat tidurnya.

Sally menggeleng, menatap ayahnya dengan sorot mata yang penuh pertanyaan. "Kenapa, Ayah? Kenapa kau memilih untuk tidak ikut? Kenapa kau tak mencoba?"

Regulus terdiam, tampak merenung, sebelum menjawab. "Aku tahu ini terdengar pengecut, tapi aku tahu bahwa saat itu sudah terlambat. Dumbledore... dia sudah siap menerima apa yang terjadi. Aku hanya bisa berharap kau tidak mengikuti jejakku sepenuhnya, Sally."

Sally tersentak mendengar kata-kata itu. "Apa maksud Ayah?"

Regulus menatapnya dengan sorot mata tajam. "Kau memiliki api hitam yang kuat, Sally. Sihir itu lebih dalam daripada sekadar warisan keluarga. Ini kekuatan yang hanya kau miliki. Tapi aku ingin kau menggunakan kekuatan itu bukan hanya untuk sekadar melindungi... Aku ingin kau menemukannya dalam dirimu sendiri, keinginan untuk memperjuangkan sesuatu yang lebih besar daripada dirimu sendiri."

Sally merasa dadanya sesak. Kata-kata ayahnya itu menembus hingga ke dasar jiwanya. Ia menyadari bahwa selama ini, ia berjuang hanya karena ia merasa harus melakukannya. Tidak pernah ia benar-benar memilih untuk memperjuangkan sesuatu yang sepenuhnya dari dalam hatinya.

Regulus menatap lemari kayu di sudut kamar, matanya mengisyaratkan pada Sally. "Coba tunjukkan padaku kekuatanmu, Sally. Biar aku melihat seberapa kuat dirimu sebenarnya."

Dengan sedikit ragu, Sally mengangkat tangannya, mengalirkan kekuatan api hitam yang bergolak dari dalam dirinya. Ia mengarahkan apinya ke lemari bajunya. Nyala api menyelimuti lemari tersebut, tidak benar-benar membakarnya, namun cukup untuk menunjukkan seberapa dalam kekuatan itu berakar dalam dirinya. Api itu berputar pelan, bergerak seperti angin hitam, mengelilingi lemari seolah menghormati kehadirannya.

Regulus menatap pemandangan itu dengan tatapan kagum dan sedikit cemas. "Hebat sekali, Sally. Kau bahkan bisa mengendalikan api ini dengan lembut... Itu tidak mudah dilakukan. Tapi ingat, api hitam ini juga bisa menghancurkan... jika kau membiarkannya menguasaimu."

"Bagaimana Ayah bisa tahu aku mendapatkan kekuatan ini? Sepertinya aku belum pernah menceritakannya padamu." Sally bertanya, mencoba memahami semua yang baru saja ia dengar. "Apakah Paman Lucius yang memberitahumu?"

Regulus menggeleng pelan. "Aku mendengar ramalan tentang kelahiranmu, Sally. Sebuah ramalan yang berbicara tentang putri yang memiliki kekuatan api yang bisa menghancurkan ataupun menyelamatkan. Sejak saat itu, aku tahu kau ditakdirkan untuk lebih dari sekadar menjadi seorang pelindung. Tapi aku tak ingin kau hidup hanya demi takdir itu. Aku ingin kau memilih sendiri alasanmu."

Sally menatap api hitam yang berputar di hadapannya, cahaya dan bayangannya berkelindan di matanya yang gelap. Ia menarik napas dalam-dalam, seolah menemukan kekuatan baru di dalam dirinya. Kini, Sally merasa siap untuk berjuang bukan hanya karena tuntutan takdir atau ramalan yang diberikan padanya. Ia ingin memperjuangkan sesuatu yang lebih dalam—sebuah dunia yang lebih baik, sebuah masa depan di mana orang-orang yang ia cintai tak perlu lagi takut atau kehilangan.

"Aku akan berjuang, Ayah," ucap Sally dengan suara mantap. "Tapi kali ini, bukan hanya karena ramalan atau untuk melindungi orang lain... aku akan berjuang karena aku percaya ini adalah hal yang benar."

Regulus tersenyum kecil, melihat putrinya yang sudah jauh lebih dewasa dan penuh keyakinan. "Kau telah menemukan dirimu sendiri, Sally. Aku bangga padamu."

Dalam hati, Sally berjanji bahwa ia akan menggunakan kekuatannya untuk tujuan yang lebih baik. Bukan karena takdir yang diwariskan, tapi karena keinginan yang berasal dari dalam dirinya sendiri. Di saat itu, ia tahu, bahwa dirinya telah menemukan tujuan yang sejati.

 Di saat itu, ia tahu, bahwa dirinya telah menemukan tujuan yang sejati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE LAST BLACK- DRACO MALFOY x OCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang