12: Piala Dunia dan Madam Rosier.

205 13 0
                                    

Sally menguap, matanya masih sulit dibuka. Tetapi Draco mengetuk pintu kamarnya berkali kali, hingga mau tak mau Sally harus bangun. Sesuai dengan rencana, hari ini kegitannya adalah melihat Piala Dunia Quidditch bersama Paman dan Draco.

"Hei Sal! Bangunlah, aku akan meminta Kreacher membuatkan sarapan!" Suara langkah kaki Draco menjauh.

Sally bangun, masuk kamar mandi untuk sekedar membersihkan diri. Tak lama ia keluar, memakai gaun hitam milik ibunya yang tersisa di lemari ayahnya. Ia berjalan keluar, menemukan Draco yang sedang minum segelas coklat hangat di dapur.

"Lama sekali, sudah kuduga kalau kau akan selama ini. Makanya aku datang lebih cepat."

"Aku perempuan, mau bagaimana lagi?" Sally tersenyum kecil.

"Baiklah, makan dulu rotimu dan ayo berangkat."

"Selainya?" Sally membuka dua tumpuk roti itu.

"Bukan Stroberi, aku tau kau membencinya." Draco mengangguk yakin, Sally tersenyum lagi melihatnya.

Setelah sarapan pagi itu, Sally dan Draco bersiap pergi ke Malfoy Manor. Berangkat bersama sang paman adalah rencananya. Sally masuk di perapian, mengambil segenggam bubuk Floo dan dengan lantang menyebutkan "MALFOY MANOR!". Api hijau kebiruan melahap habis Sally, kemudian disusul Draco.

Mereka tiba di Malfoy Manor, sang bibi—Narcissa menyambut hangat. Dipeluknya sang keponakan penuh sayang, lalu mempersilahkan Sally untuk duduk.

"Aku merindukanmu, bagaimana Black Manor sayang?"

"Sepi tanpamu bibi, aku juga merindukanmu." Narcissa mengusap pelan kepala Sally.

"Kalau gitu mau kembali kesini saja? Aku merindukan putriku." Narcissa mengecup kening Sally.

"Darl, sudah waktunya berangkat. Sally akan sangat terbebani kalau kau seperti itu." Paman Lucius turun dari lantai dua.

"Tidak, paman berbohong. Aku menyukai bibi kok." Sally menjulurkan lidahnya ke arah Lucius, dan Lucius menyeringai sebagai balasan.

"Begitu ya? Sudah lupa sepertinya kau, perlu kuingatkan lagi siapa yang membelikan gaun penuh dengan mutiara dan berlian tahun lalu? Kau bilang kau menyayangiku lebih dari bibimu sebagai rayuannya." Sally tertawa dan berlari kearah Lucius untuk memeluknya.

"Tentu saja paman favoritku, hanya saja aku merindukan wajah ramah bibi." Lucius tersenyum kecil dan mengusak rambut Sally.

"Ayah, ibu, kapan sebenarnya kita berangkat? Mobil kementrian sudah tiba, aku muak dengan situasi penuh kasih sayang ini." Draco menimpali dengan ekspresi jijik.

"Dia jelas bukan favoritku." Sally dan Lucius kompak menggelengkan kepalanya. Narcissa tertawa melihatnya.

"Baiklah, mari berangkat." Lucius menggenggam tangan Sally. Mereka berpamitan dengan sang ibu rumah tangga. Lucius mengecup pipi Narcissa, Sally juga melakukan hal yang sama. Sementara Draco sudah berada di teras.

Mobil kementrian benar benar sudah sampai. Mereka bertiga masuk, sang sopir menanyakan apakah sudah siap semua sebelum menjalankan mobilnya. Lalu kita semua berangkat.

———

Setelah menempuh beberapa jam perjalanan yang membosankan, kami sampai di Dartmoor. Berbagai penyihir dari belahan dunia lain berkumpul untuk melihat pertandingan ini. Berbagai sorakan dari kedua tim Quidditch bersahutan. Draco tampak sangat bersemangat.

Mereka tiba di waktu yang kurang tepat, pertandingan sudah hampir dimulai. Mereka tidak punya kesempatan untuk melihat lihat hal lain. Di perjalanan kami menuju tempat duduk, kami bertemu keluarga Weasley dan Harry Potter sedang menaiki anak tangga.

Draco tertawa sambil menyenggol Sally. Lucius menyeringai, "Oh Weasley! Dengan ketinggian itu kau akan jadi orang pertama yang tahu saat hujan turun."

"Ayahku diundang secara pribadi oleh Kementrian, tentu saja tempat duduk kami lebih teduh."

Gerombolan Weasley menatap mereka dengan mata penuh amarah. "Jangan sombong Draco." Lucius memarahi Draco.

Aku meraih lengannya, "Ayo, aku lelah." Mereka bertiga menyudahi pertengkaran kekanak kanakan itu dan menuju tempat duduk.

Disana sudah sangat ramai, Lucius mulai mendekati beberapa orang untuk sekedar menyapa. Draco mengajakku duduk dan minum.

"Miss Black?" Seseorang menghampiri mereka berdua. Wanita tua berusia hampir satu abad itu bertanya dengan suara gemetar. Tubuhnya terlihat sangat rapuh karena usianya.

"Ah, ya?" Tanya Sally kebingungan.

"Madam Rosier! Anda juga datang rupanya." Lucius menghampiri kami.

"Madam Rosier? Jadi apakah anda mungkin...kerabat saya?" Sally mengerjapkan matanya terkejut.

"Tentu saja, panggil aku nenek. Aku terlalu malu untuk menemuimu selama ini. Tapi ku akui kau luar biasa. Aku benci fakta bahwa Pandora adalah putriku. Tapi sekarang aku sedikit menyukainya karena kecantikannya menurun kepadamu." Entah apakah itu pujian atau hinaan, Sally hanya tersenyum tipis sebagai jawaban.

"Tapi ternyata kau begitu khas dengan black. Tidak seperti Rosier yang terkesan ramah, kau sedikit terlihat keras. Layaknya Black."

"Terimakasih atas pujiannya, nenek." Sally tersenyum tipis.

Madam Rosier terlihat bangga? Entahlah, tatapannya sama sekali tidak bisa dimengerti. Sudut bibirnya sedikit terangkat, namun bukannya terlihat seperti senyuman, itu malah terlihat seperti sedang menyeringai.

Wajahnya maju beberapa senti di telinga Sally, ia berbisik "Temui aku jika kau akhirnya mendapat itu"

Sally kebingungan dengan yang wanita itu maksud. Dahinya mengernyit, namun wanita tua itu pergi sambil tersenyum. Seakan tidak mengatakan apapun. Draco yang penasaran dengan apa yang wanita itu katakan pun menatap Sally dengan tatapan ingin tahu.

Sally hanya menggeleng, pertandingan sudah dimulai. Ketiganya sama sama fokus, tapi bedanya Sally fokus dengan hal lain. Apa yang dimaksud "itu" oleh neneknya. Sementara Sally berfikir, Irlandia mengalahkan Bulgaria dengan skor 170-160.

Pertandingan usai dengan situasi yang kacau. Pendukung Bulgaria terbakar api emosi, menurut mereka terjadi suatu kecurangan pada saat pertandingan yang mana membuat Bulgaria kalah. Namun pertandingan adalah pertandingan. Protes itu diabaikan oleh Mentri. Sorai sorai kekecewaan diucapkan dengan lantang oleh para pendukung Bulgaria.

Namun ditengah kekacauan itu, kekacauan lain terjadi. Sekelompok penyihir bertopeng dengan pakaian hitam dan penutup kepala berbentuk kerucut menyerang lokasi perkemahan. Api membakar habis semuanya, Lucius mencoba meraih tangan Draco dan Sally. Namun sialnya, Sally terlepas. Draco berteriak tapi sayangnya Lucius belum menyadari kalau dia kehilangan genggaman lain.

Setelah hari itu, Sally menghilang. Benar benar menghilang selama hampir satu minggu lamanya. Lalu Sally kembali, dengan pakaian yang sama di hari dia menghilang. Bedanya dia terlihat lelah, gaunnya sobek dan lengannya terluka. Darah menetes si sepanjang jalan menuju pintu masuk Malfoy Manor. Draco berlari sebelum Sally akhirnya pingsan tepat di depan pintu Manor.

 Draco berlari sebelum Sally akhirnya pingsan tepat di depan pintu Manor

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE LAST BLACK- DRACO MALFOY x OCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang