46. Natal yang sangat dingin.

64 9 0
                                    

Sally pulang saat natal kali ini. Sebenarnya ia memutuskan tinggal dan segera memperbaiki Vanishing Cabinet, tapi surat yang dibawa oleh Snow—burung hantunya pagi ini membuatnya segera pulang. Kementrian datang berkunjung. Ini bahkan lebih aneh dibanding Voldemort yang datang berkunjung. Sally pulamg dengan tergesa, meninggalkan segala rencananya bersama Draco yang tentu saja tidak ikut. Regulus masih membatasi interaksi mereka, tentu Regulus tak tau kedua kekasih itu masih bersama di Hogwarts.

Sally tiba di rumahnya pukul dua belas siang. Tangannya membuka gagang pintu dan menaruh mantelnya. Matanya memandangi rumah itu, jujur saja Sally sedikit merindukannya. Natal selalu sama di House Of Black, tak ada ornamen apapun. Rumah itu seperti biasanya, seakan natal tak pernah ada di rumah itu.

"Ayah?" Sally berteriak, mencari keberadaan sang ayah. Regulus muncul dari ruang keluarga, ia datang mendekat dan memeluk Sally erat.

"Putriku, terimakasih sudah datang." Sally membalas erat pelukan sang ayah. Mereka berdua masuk dan duduk di salah satu kursi ruang keluarga.

Sally memperhatikan raut lelah di wajah ayahnya, bahkan lebih lelah dibanding terakhir ia bertemu. "Ayah.. apakah sesuatu terjadi? Mengapa kementrian datang berkunjung?"

Regulus menghela nafasnya. Ia memperhatikan putrinya yang menatapnya khawatir. "Kurasa kementrian mencurigai bagaimana aku bisa kembali. Scrimgeour datang dan menanyai dari mana saja aku selama ini."

Sally menatap ayahnya serius, "lalu, apa yang ayah katakan?"

Regulus tersenyum samar, "aku memberikan jawaban yang meyakinkan tentu saja. Skandal selalu buruk bagi keluarga penyihir, apalagi melibatkan muggle di dalamnya. Kubilang aku berselingkuh dan lari bersama seorang muggle."

Mata Sally terbelak, "itu konyol sekali ayah! Bagaimana mereka bisa mempercayai hal itu?!"

Regulus tertawa kecil melihat ekspresi putrinya, "ya itu konyol, tetapi itu juga alasan yang masuk akal. Serta, skandal seperti ini tak membuat mereka menyelidikinya lebih jauh. Tentu mereka tak mempercayainya, tetapi mereka tak punya bukti. Mereka pergi dengan rasa curiga, tetapi mereka juga puas karena akhirnya mendapat skandal dari keluarga Black yang ternama setelah sekian lama."

"Tak kusangka ayahku begitu jenius, apakah ayah sudah memikirkan hal ini sebelumnya?" Sally memandangi Regulus dengan tatapan penuh kekaguman.

"Itu tugasku, Sally. Dikeluargaku ini aku sang ahli strategi. Tugasku memikirkan satu dua langkah kedepan, agar aku bisa menyelamatkan keluargaku."

Sally tersenyum, sorotnya terlihat bangga dan kagum. Ayahnya begitu keren dimata Sally. Namun sekelebat pikiran menghantuinya, tentang melindunginya.

"Tetapi, ayah. Dari dulu kau selalu berusaha melindungiku, sebenarnya.. sebenarnya dari apa?" Sally bertanya dengan hati hati.

Ruangan itu lenggang sejenak. Suasana diantara mereka selalu tak baik jika membahas tentang masalah ini.

"Sally putriku, bukannya aku ingin menyembunyikan semuanya. Tetapi menutupinya darimu juga adalah usahaku untuk melindungimu. Kau gadis yang baik dan pintar, aku baru mengenalmu tetapi aku sudah tau bahwa kau seperti itu. Karena itu, bisakah kau menunggu lebih lama? Hanya sebentar saja, setelah kurasa kau siap, aku berjanji akan memberitahumu."

Sally memejamkan matanya sejenak, melahap habis semua emosi tak sabarnya. Nafasnya ia tarik dalam sebelum membuka mata. "Baiklah, jika ayah berfikir ini yang terbaik maka aku akan bersabar. Ketahuilah ayah, aku tak akan pergi. Kapanpun ayah butuh bantuanku, ayah bisa menyuruhku pulang kapan saja."

Regulus menunduk, mengusap wajahnya. Matanya menangkap sang putri dan bagaimana Sally selalu menatapnya. Regulus seakan menyaksikan Pandora. Cinta terakhirnya yang begitu ia rindukan. Setidaknya Sally memiliki matanya, maka rasa rindunya tak terlalu menyakitkan.

Saat itulah mereka tau, bahwa tak ada yang perlu dibicarakan lagi diantara keduanya. Mereka berada dalam badai pikiran masing masing. Sally mencoba memecah keheningan itu, "selamat natal ayah."

Regulus tersenyum, ia beranjak untuk memeluk putrinya. "Selamat natal, putriku tercinta."

Dalam sekejap, suasana menjadi lebih ringan, meskipun Sally masih menyimpan banyak tanya di hatinya. Pandangannya teralih pada jendela, menatap ke luar, tempat salju perlahan turun membalut rumah dengan keheningan lebih dalam. Di balik segalanya, Sally tahu, perjalanan ini baru saja dimulai, dan suatu hari nanti, rahasia yang Regulus simpan akan terungkap.

Namun untuk saat ini, di bawah rumah yang dingin tanpa hiasan natal, Sally merasa utuh—setidaknya untuk satu malam.

Regulus menatap jendela yang mulai tertutupi salju, "salju sudah turun, pakailah mantel yang tebal saat keluar."

Sally tersenyum mendengar kekhawatiran ayahnya yang sederhana namun tulus. "Aku baik-baik saja, Ayah. Lagipula, salju di luar cukup indah, kan?"

Regulus mengangguk sambil menatap putrinya dengan hangat. "Natal kali ini begitu dingin, kuharap kau tak berada di luar ruangan terlalu lama. Ayah tak ingin kau terkena flu."

Sally tertawa kecil, senyumnya melembut. "Ayah terlalu khawatir. Mungkin aku yang seharusnya khawatir padamu, mengingat betapa sibuknya kau sejak kembali." Ia menatap sang ayah dengan sorot penuh perhatian, menyadari guratan-guratan lelah di wajahnya yang semakin jelas. "Jangan sampai terlalu memaksakan diri, Ayah. Aku masih ingin menghabiskan lebih banyak Natal bersamamu."

Regulus tersenyum lelah tapi penuh kasih. "Kau benar, Sally. Terkadang, Ayah lupa menjaga diri sendiri. Tapi ketahuilah, kehadiranmu membuat semua ini terasa lebih mudah. Ayah sangat bangga padamu."

Sally mengulurkan tangannya, menggenggam tangan ayahnya dengan lembut. "Dan aku juga sangat bangga padamu, Ayah. Kau mungkin punya banyak rahasia yang masih kau simpan dariku, tapi aku tahu semua yang kau lakukan adalah untuk melindungiku."

Regulus mengangguk, tak sanggup berkata-kata sejenak. Rasa haru memenuhi hatinya, dan ia bersyukur Sally dapat memahami tanpa perlu tahu semua detailnya. "Kau putri yang kuat, Sally. Terima kasih telah menunggu... dan memahami."

Mereka berdua terdiam, menikmati momen kebersamaan yang langka itu. Seakan dinginnya malam Natal menghangat oleh kasih sayang yang tak diungkapkan secara terang-terangan, namun selalu ada di antara mereka. Dalam keheningan itu, salju terus turun, membalut House of Black dengan keheningan damai, menyelimuti keduanya dalam kehangatan yang tak terlihat namun terasa begitu nyata.

"Ayah, apakah kau akan disana nanti? Setelah kami memperbaiki Vanishing Cabinet, apakah ayah juga akan pergi?" Sally menatap ayahnya, sorot matanya terlihat jelas bahwa gadis itu sedikit khawatir.

"Tidak. Adakah ayah yang mampu menyaksikan putrinya disaat seperti ini? Sebagai gantinya, bibimu akan pergi kesana, aku sudah meminta Bella untuk menemanimu. Apakah tak apa?" Regulus mengelus kepala Sally pelan, ia menghela nafasnya berat. Ini tentu bukan hal yang mudah bagi mereka berdua.

Regulus kembali menatap jalanan yang mulai tertutup salju, "meminta bantuan terkadang bukan berarti kau tak mampu. Tetapi kuharap kau bilang kepada Profesor Snape saat kau merasa tak siap. Dia akan membereskannya."

Sally mengangguk, "baiklah. Aku mengerti ayah."

Sally paham, ia tak harus turun tangan dalam membunuh Dumbledore. Ayahnya memberikannya petunjuk, Snape yang akan membunuh Dumbledore. Meskipun aneh, tetapi Sally harus mempercayainya. Karena ayahnya tau yang terbaik. Seharusnya begitu kan?

 Seharusnya begitu kan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE LAST BLACK- DRACO MALFOY x OCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang