16: The First Vision.

158 8 0
                                    

Malam itu terasa lebih gelap, beberapa murid memang keluar, Sally pun demikian. Dia terduduk menyender di pagar sandaran Astronomy Tower. Bukunya ia bawa, dengan niat akan membacanya disana. Tapi pemandangan itu ternyata lebih indah dibanding cerita yang ia baca. Sally sedikit kedinginan, dia mengangkat tangannya. Mengeluarkan api hitam untuk menghangatkan diri. Sally memandangi api itu, api itu seakan menari nari ditengah gempurang angin malam. Matanya terfokus dengan api itu, entah berapa kali dia melihatnya, Sally tetap terpukau.

"Apa itu?" Sally terkejut, segera mematikan api itu sebelum menengok kebelakang. Dilihatnya Draco keluar dari kegelapan, duduk disamping Sally.

"Katakan padaku apa itu?" Draco kembali bertanya.

"Api, kau tidak bisa lihat? Aku kedinginan." Sally menjawab acuh.

"Disini gelap, aku pinjam tongkatmu. Akan kubuat sedikit cahaya." Sally terdiam, dia tidak membawa tongkatnya.

Alis kiri Draco naik, memandangi Sally yang tak kunjung mengeluarkan tongkatnya. "Aku tak bawa."

"Kau pelit sekali, sudah jelas aku melihatmu membuat api. Kalau bukan dari tongkat lalu—"

Draco menahan napasnya, "Setelah kupikir pikir, api itu berwarna hitam kan? Aku–Kau–Kau punya api hitam?!?!" Draco berteriak terkejut.

"Buku legenda keluarga Black yang kubawa.. halaman 275 tentang api hitam.. yang kuberikan kepadamu itu... kau juga memilikinya?!?"

Sally mengangguk.

"Shut up! Kau serius Sally Black? Sejak kapan?"

"Waktu aku menghilang beberapa minggu yang lalu. Setelah Piala Dunia Quidditch."

"Apa?! Kupikir.. kupikir kau membunuhnya dengan Incendio. Apakah ini alasan Ayah dan Ibu terlihat gusar beberapa hari ini?!"

Sally menunduk, "Tolong jangan bawa topik itu saat bicara denganku."

Draco memeluk Sally, "Maafkan aku.. Maaf.. aku tau kau pasti ketakutan. Maaf aku datang terlambat.. maaf aku tidak tau kau ada dimana.. maaf genggamanku tidak sekuat biasanya.. ini semua salahku..." Draco terlihat hampir menangis, suaranya serak.

Sally ikut menangis, dia kembali teringat tentang kejadian itu. "Aku takut.. kenapa tidak menjemputku..."

Mereka berdua menangis, selayaknya remaja yang penuh ketakutan. Bagi Draco, Sally adalah bagian hidupnya yang tak akan pernah bisa terpisah. Dia tak bisa hidup tanpanya, begitu pula Sally yang menganggap Draco adalah saudara terbaiknya. Merek berdua bergantung satu sama lain, karena kehidupan penyihir—terutama darah murni tak pernah mudah. Mereka butuh dukungan untuk terus maju.

"Aku mengantuk karena terlalu banyak menangis." Sally tertawa kecil.

"Kau kan memang gadis kecil cengeng!" Draco menimpali.

"Yang pertama menangis itu kau tahu!"

Wajah Draco memerah, "Aku akan menyimpan apa yang terjadi hari ini, ini rahasia! Kau juga harus menyimpannya."

"Rahasia apa? Bahwa kau menangis?" Tawa Sally pecah.

Draco ikut tersenyum melihatnya, sudah lama ia tidak melihat Sally tertawa begitu lebar.

"Ya, jaga itu rapat rapat!"

Kepala Sally bersandar di pundak Draco, kembali melihat pemandangan. Mata sayu Sally mengerjap berkali kali. Sampai akhirnya dia terjatuh dalam mimpinya, Sally tertidur.

———

Sally tiba di suatu tempat, disana sangat gelap. Sally terus berjalan sambil melihat sekeliling. Matanya terlalu fokus mencari cari apa yang ada disana, sampai ia terjatuh. Tersandung batu besar. Ia mengelus lututnya yang berdarah, lalu matanya tak sengaja melihat batu yang membuatnya tersandung. Ia merangkak mundur begitu menyadari batu itu adalah batu nisan. Matanya mulai menyadari dimana ia berada. Tubuhnya gemetaran. Ini adalah makam.

Sally berlari menjauh, namun disekelilingnya masih terdapat makam makam lain. Sesuatu muncul dengan sangat cepat, mengejutkan Sally hingga ia jatuh terduduk. Itu Cedric dan Potter. Berdiri sambil memegang piala Triwizard. Sally tersenyum lega. Ia menghampiri Cedric.

"Mengesankan! Ini adalah Portkey!" Cedric melihat piala itu takjub.

"Ced lihat! Kau berhasil! Kau pemenangnya!" Sally berteriak gembira. Namun dirinya seakan angin lalu. Tidak ada yang bisa mendengarnya.

"Cedric pergi dan ambil Portkey itu! Ini jebakan!" Potter berteriak.

"Apa? Kenapa? Apa maksudmu?" Cedric bertanya kebingungan. Ia mengeluarkan tongkat dari sakunya.

Seseorang muncul dari gua buatan kecil ditengah makam. Peter Pettigrew keluar sambil menggendong sesuatu. Lebih tepatnya seseorang.

"Siapa kau?!" Cedric mengarahkan tongkatnya.

Seseorang yang digendong Peter berteriak, "Bunuh anak itu!"

Semuanya terjadi begitu cepat, telinga Sally seakan mendengung begitu mendengar teriakan "Avada Kedavra" dan sinar hijau terang mengenai Cedric. Cedric terbanting beberapa meter dari tempatnya berada, dan Cedric tiada.

Sally berteriak dalam keheningan malam itu, dia tak bisa mendengar hal lain selain suara mendengung yang masih terdengar nyaring ditelinganya. Dia berlari, memeluk Cedric yang diam dan semakin mendingin. Cedric tiada, Cedric yang berjanji akan memberinya Piala itu saat dia berhasil menang tiada. Terbaring kaku di hadapannya.

Sally menangis, meraung raung. Tangannya menggoyangkan jasad Cedric yang menatapnya kosong.

"Cedric....Ced... kau bilang ingin mengatakan sesuatu.. kenapa... biarkan aku mendengarnya.. ayo bangun." Dia masih menangis tersedu sedu.

Seseorang memangilnya berulang kali,

"Sal...."

"Sally..."

"Sally Black!"

Semuanya menghitam, matanya terbuka. Sally bermimpi. Ia terbangun dengan rasa takut yang menguasai dirinya, keringat menetes begitu banyak. Draco masih memeluknya. Sally menangis tersedu sedu. Menarik lengan Draco sambil terbatuk batuk. Meraup begitu banyak oksigen seakan akan ia tidak bisa bernafas. Sally seakan baru dikejar hal buruk. Mimpi yang terasa begitu nyata. Inikah yang dimaksud Profesor Trelawney tentang "seseorang akan pergi dan seseorang akan kembali"

Voldemort yang kembali, dan Cedric yang meninggalkannya. Menjadi bukti akan kembalinya sang penguasa kegelapan.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE LAST BLACK- DRACO MALFOY x OCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang