4: Hari Pertama.

298 19 0
                                    


Hogwarts selalu menjadi impian bagi banyak penyihir muda, tetapi bagi Sally Black, perasaan itu bercampur aduk antara kegembiraan dan kecemasan. Hari pertamanya di sekolah sihir yang legendaris itu akhirnya tiba, dan meskipun ia merasa bangga karena mengikuti jejak keluarganya, bayangan masa lalunya terus menghantuinya. Ia tahu bahwa nama Black memiliki sejarah panjang di Hogwarts, dan ia bertekad untuk tidak mengecewakan warisan itu.

Kereta Hogwarts Express melaju dengan cepat di sepanjang jalur yang berliku, membawa Sally ke dunia yang selama ini hanya ia dengar dari cerita-cerita keluarganya. Duduk sendirian di salah satu kompartemen, Sally melihat pemandangan berganti dengan cepat di luar jendela. Tidak lama lagi, ia akan tiba di tempat di mana hidupnya akan berubah selamanya.

Ketika kereta akhirnya berhenti di stasiun Hogsmeade, Sally mengikuti kerumunan siswa lainnya yang bersemangat menuju kastil. Dengan hati berdebar, ia berjalan menaiki perahu-perahu kecil yang mengapung di atas danau hitam. Di kejauhan, siluet Hogwarts berdiri megah, memancarkan cahaya hangat di tengah kegelapan malam.

Begitu tiba di aula besar yang penuh dengan lilin-lilin melayang, Sally merasa seluruh perhatian tertuju padanya. Namun, ia segera menyadari bahwa banyak siswa lain yang juga merasakan hal yang sama. Salah satu dari mereka, seorang gadis berambut pirang yang tampak sedikit linglung, menarik perhatiannya.

"Nak, maju satu per satu!" suara tegas Profesor McGonagall menggema di aula besar. "Saat aku memanggil nama kalian, kalian akan duduk di bangku ini dan mengenakan Topi Seleksi, yang akan menempatkan kalian di asrama yang tepat."

Sally menelan ludah, merasa perutnya mulai bergejolak. Satu per satu, nama-nama dipanggil, dan setiap siswa melangkah maju untuk mengenakan topi yang tampak usang itu. Di setiap seleksi, suasana aula dipenuhi dengan sorakan dari meja-meja asrama yang berbeda.

"Black, Sally!"

Suara Profesor McGonagall memecah lamunannya. Dengan sedikit gemetar, Sally melangkah maju. Ia tahu bahwa keluarganya memiliki sejarah panjang di Slytherin, dan ia merasa beban ekspektasi itu di pundaknya.

Ketika ia duduk di bangku dan Topi Seleksi diletakkan di atas kepalanya, suara lembut namun tajam terdengar di telinganya.

"Aha, seorang Black lagi," Topi Seleksi berbisik. "Kau punya banyak keberanian, tapi juga ambisi yang besar. Pikiranmu tajam, dan hatimu... penuh kebencian yang tersembunyi. Tapi aku melihat potensi besar dalam dirimu."

Sally menahan napas, menunggu keputusan sang topi.

"SLYTHERIN!"

Sorakan meledak dari meja Slytherin, dan Sally merasa sedikit lega. Ia berjalan menuju meja itu, di mana para siswa Slytherin menyambutnya dengan senyum puas dan tepukan di punggung. Ini adalah rumah yang seharusnya bagi seorang Black.

Namun, rasa lega itu tidak bertahan lama. Ketika Sally berbalik untuk melihat proses seleksi yang terus berlangsung, matanya menangkap sosok gadis berambut pirang yang ia perhatikan sebelumnya. Gadis itu tampak tidak sepenuhnya terhubung dengan dunia sekitar, dengan tatapan yang sedikit kosong namun penuh rasa ingin tahu.

"Lovegood, Luna!"

Nama itu menggema di aula, dan darah Sally mendadak mendidih. Lovegood. Nama itu adalah pengingat akan ibu yang hilang dan rasa sakit yang masih sangat nyata. Ia menatap dengan penuh perhatian saat Luna duduk di bangku, dan Topi Seleksi hanya butuh beberapa detik untuk mengumumkan keputusannya.

"RAVENCLAW!"

Meja Ravenclaw bersorak, dan Luna berjalan menuju meja itu dengan langkah ringan, seolah-olah tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekelilingnya. Sally mengepalkan tangan, mencoba menahan gejolak emosi yang tiba-tiba menyeruak. Ia tahu bahwa gadis itu adalah anak dari Xenophilius Lovegood, suami kedua ibunya, dan dalam pandangan Sally, penyebab utama dari semua penderitaannya.

"Kenapa kau menatapnya seperti itu?" Suara Draco Malfoy yang tiba-tiba muncul di sebelahnya mengejutkan Sally dari pikirannya.

Sally menoleh dan mencoba menguasai dirinya. "Dia... dia bukan siapa-siapa," jawabnya singkat, meski hatinya berkata sebaliknya.

Draco menatap Luna sekilas, lalu kembali menoleh ke Sally. "Ah, kau lebih baik fokus pada dirimu sendiri. Slytherin adalah tempat yang sulit, Sally. Kita harus selalu waspada."

Sally hanya mengangguk, berusaha memadamkan kebencian yang membara di dalam dirinya. Namun, ia tahu bahwa selama Luna Lovegood ada di Hogwarts, masa lalunya akan terus menghantui setiap langkahnya. Dan di balik kebenciannya, tersembunyi perasaan sepi yang tak bisa ia hindari, perasaan kehilangan yang tidak pernah sepenuhnya sembuh.

Hogwarts, meskipun penuh dengan keajaiban, akan menjadi medan pertempuran bagi Sally. Pertempuran antara warisan keluarganya, kebenciannya terhadap Luna, dan pencarian jati dirinya yang sebenarnya. Slytherin adalah awal dari perjalanan panjang itu, dan Sally bersumpah bahwa ia tidak akan membiarkan siapa pun, terutama Luna, menghalangi jalannya.

 Slytherin adalah awal dari perjalanan panjang itu, dan Sally bersumpah bahwa ia tidak akan membiarkan siapa pun, terutama Luna, menghalangi jalannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE LAST BLACK- DRACO MALFOY x OCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang