56. The Battle Has Started.

62 5 0
                                    

Sally tak pernah tau apa yang ia inginkan selama ini, tak pernah sekalipun ia membayangkan akan jadi apa dimasa depan. Semenjak ayahnya kembali, satu satunya gairah di hidupnya adalah keluarganya. Hanya untuk ayahnya ia bisa melakukan apa saja. Termasuk memakai cincin yang seolah menggerogoti jiwanya. Sally selalu marah semenjak pulang dari Malfoy Manor. Mengisolasi diri dan tak mau bertemu dengan siapa saja.

Sally terpuruk, dan dalam keterpurukannya selalu ada bayangan akan kematian ayahnya. Ini salahnya, mungkin jika ia memberikan liontin itu kepada Harry semua ini tak akan terjadi. Ruangan itu berantakan, vas bunga antik dan cantik sudah terbelah menjadi berkeping keping yang dapat melukai siapapun yang menyentuhnya. Setiap dua jam sekali pintu kamarnya diketuk ayahnya, tetapi Sally hanya menjawab singkat untuk menunjukan bahwa ia baik baik saja.

Regulus tentu marah, ia sudah berusaha melempar kutukan yang tak boleh diucapkan begitu mengetahui Sally terbaring pingsan setelah berbicara dengan mantan sahabatnya. Voldemort tak begitu masalah, ia sudah mendapatkan Sally. Membunuh Regulus adalah rencana terakhir untuk benar benar membangkitkan sisi lain Sally.

Keluarga itu nyaris hancur, hubungan harmonis kedua keluarga terombang ambing bak kapal yang bocor dan tak tau kapan akan tenggelam. Regulus dikurung di manornya sendiri, dijaga oleh paling tidak dua sampai tiga pelahap maut. Salah satunya Lucius Malfoy.

"Belum ada jawaban?" Lucius bertanya setelah mendapati Regulus turun dari tangga. Regulus hanya menggeleng lesu.

"Bagaimana jika kubawa Draco? Mereka sepasang kekasih, mungkin Sally akan berbicara pada akhirnya." Lucius menepuk pundak lesu Regulus. Hukuman ini membuat mereka cukup dekat.

Regulus menggeleng lagi, "kau kira aku belum mencobanya? Ia malah semakin marah begitu kubawa Draco." Ruangan itu lenggang sejenak, ada begitu besar rasa kekecewaan dalam setiap hambusan nafas Regulus. "Aku mencoba membaca pikirannya, mencari tau apa yang sebenarnya terjadi. Tetapi putriku itu cukup hebat, Legilimency-nya terlalu kuat untuk ditembus. Aku bahkan tak tau kapan dia mempelajarinya, aku ayah yang buruk. Seandainya Pandora disini apa yang akan dia katakan.."

Lucius menatap Regulus sendu. "Kita tak pernah menjadi ayah yang baik. Draco juga tertekan akhir akhir ini, dan sama sepertimu aku juga tak tau apa yang akan kulakukan. Masa kejam ini, entah kenapa sekarang terlihat sangat menyiksa. Padahal awalnya aku bangga, kemurnian darah akan tetap terjaga."

"Apa gunanya semua itu jika anak anak kita menderita. Aku bersumpah aku akan langsung berada di pihak Potter begitu putriku meminta." Regulus mendengus kesal.

Dua sosok ayah itu terus berbicara, mengeluh akan keadaan dunia sihir dan bagaimana mereka bisa lari dari semua ini. Beban kepala keluarga tentu lebih berat, mereka bertanggung jawab melindungi seluruh keluarganya.

Sementara itu, Sally sudah menghilang sejak dua jam yang lalu. Lewat jendela kecil kamarnya, gadis itu ber-apparate ke suatu tempat. Tujuannya adalah The Burrow, yang  terletak di luar desa Ottery St Catchpole. Namun itu sia sia, rumah yang bobrok itu hangus seakan habis terbakar. Tak ada yang tersisa. Sally lalu menyadari keputusan bodohnya, seharusnya ia menyelesaikan semuanya sendiri. Meminta pertolongan Potter adalah hal yang konyol. Sally kehilangan arah, ia tak tau tujuannya kali ini. Ditengah kebingungan itu dia teringat Draco.

Sally malu menemui Draco dengan keadaan seperti ini, bingung, takut, tak percaya diri, entah apa yang akan Draco katakan saat melihatnya. Namun Sally tak tau apa yang akan ia lakukan, maka ia ber-Apparate lagi. Kali ini tujuannya Malfoy Manor. Tepat di ruang keluarganya.

Alih alih mendapati Draco yang terduduk di samping jendela—seperti biasanya, ia malah disambut hangat oleh sang bibi. Bukan Narcissa, melainkan Bellatrix.

THE LAST BLACK- DRACO MALFOY x OCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang