7. "See you."

2.6K 350 82
                                    

Jeno menatap langit-langit kamar, suara air yang mengalir di dalam kamar mandi semakin membuatnya tak rela karena ini hari terakhir liburan Renjun disini. Siang nanti anak itu akan pulang, dan artinya Jeno tak bisa bertemu dengan Renjun semaunya lagi. Ia perlu membuat alasan agar bisa bertemu lagi dengan sosok itu.

Suara ketukan pintu membuat Jeno mengerutkan dahinya, karena ia dan Renjun tak memesan sarapan—mereka biasanya akan bertemu untuk sarapan di cafe. Atau mungkin itu tamu Renjun? Tapi kenapa bertamu pada Renjun sepagi ini?

Semalam Jeno dan Renjun memilih melakukannya di kamar Renjun setelah sempat menghabiskan waktu di taman dekat kolam renang.

Jeno pun beranjak dan mengenakan celananya, kemudian berjalan ke arah pintu. Ketika ia membuka pintu, ia melihat seorang laki-laki berkulit putih yang mengenakan setelan santai.

"Siapa?" Tanya Jeno.

Laki-laki itu terlihat kebingungan melihat Jeno. "Tunggu, seharusnya aku yang bertanya, kau siapa? Seingatku belum jadwal kepulangan Renjun, kamar ini harusnya masih ditempatinya."

Mendengar hal itu Jeno mengerutkan dahinya tak suka. Siapa orang ini hingga tau jadwal Renjun pulang segala. Apa ia seseorang yang cukup penting untuk Renjun?

Dan alih-alih menjawab, Jeno justru berujar. "Aku yang lebih dulu bertanya." Jeno tak akan mau sembarangan memberitau dirinya pada orang ini.

"Aku Judith, teman Renjun."

Jeno menaikan alisnya, ia merasa perannya lebih penting dibanding orang ini. Karena ia bukan hanya sekedar teman Renjun, ia setiap hari tidur dengan Renjun.

"Dan ada keperluan apa kau kemari?" Tanya Jeno lagi, ia jadi lebih berani bertanya.

Judith tampak tak suka dengan Jeno, tapi ia tetap menjawab. "Aku hendak mengajak Renjun sarapan bersama."

"Aku ada rencana dengan Jeno." Suara Renjun yang menghampiri Jeno langsung membuat mata Judith berbinar, ia melihat bagaimana Renjun yang mengenakan bathrobe —nampak baru selesai mandi.

Renjun berdiri di samping Jeno, dengan lengan yang memeluk tubuh Jeno. Sengaja memperlihatkan itu pada Judith.

Jeno sempat merasakan usapan penuh isyarat pada punggung telanjangnya dari Renjun, dan ia mengerti bahwa Renjun meminta mengikuti permainan anak itu.

"Ia siapa, Renjun?" Judith menatap Renjun untuk menunjuk Jeno dengan tak suka.

Hela napas Renjun terdengar, sembari menatap Judith dengan jengah ia berujar. "Aku sudah mengatakannya padamu beberapa kali, aku memiliki teman tidur yang lebih menarik daripada mengikuti semua ajakan kencanmu." Renjun juga sengaja mengusap dada bidang Jeno dengan gerakan menggoda.

Ketika mendengar kalimat Renjun itu, Jeno mulai menangkap informasi bahwa ternyata Judith mencoba mengajak Renjun berkencan selama ini.

"Ia hanya teman tidurmu." Judith mengatakannya dengan nada meremehkan.

Kini Jeno yang mendengus geli atas ucapan Judith itu. "Kau bahkan tak bisa tidur dengannya, apalagi menjadi kekasihnya."

Wajah Judith seketika memerah karena marah, ia menatap Jeno dengan pandangan tak suka yang begitu jelas.

"Pergilah, Judith. Kau mengganggu pagiku dan Jeno." Usir Renjun dengan terang-terangan.

Judith yang sudah begitu kesal, juga malu tanpa banyak berbicara lagi langsung pergi dari depan kamar pasangan itu.

Setelah Judith pergi, Renjun melepas pelukannya dari Jeno untuk kemudian kembali ke kamarnya dengan sambil menghela napas. "Ia benar-benar menyebalkan."

Who Do You WantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang