12. Work

1.8K 288 54
                                    

"Jadi, kapan transaksi itu dilakukan?" Tanya Jeno, ia bersidekap dada mengikuti gestur Renjun saat ini.

"Mereka meminta besok malam, dan ingin aku yang datang." Jawab Renjun.

Jeno mengangguk singkat. "Kau tak biasa mendapat permintaan itu."

Renjun mengangguk, sebelum meminum jus buahnya. "Ya, setiap permintaan seperti itu datang, sudah bisa dipastikan mereka akan menyerangku nantinya."

"Dan biasanya orang yang mengatakan ingin bertemu denganku seperti itu aku buat mati di lertemuan itu, sebelum ia mengatur rencana lain jika aku biarkan tetap hidup." Lanjut Renjun, tangannya menarik mendekat piring berisi kue yang tadi dipesannya.

"Jadi, pastikan orang-orang yang nanti menyerangku mati." Ujar Renjun sembari menikmati kuenya.

Dan Jeno menonton itu dengan tenang, melihat bagaimana garpu kecil yang membawa sepotong kecil kue coklat itu menyentuh bibir berisi Renjun dan masuk ke dalam mulutnya.

"Kau tau hal ini, artinya pernah mengalaminya?" Jeno tersenyum tipis melihat Renjun menjilat bibir bawahnya sendiri untuk menghilangkan sisa crean dari kue.

Mata Renjun berputar malas mengingatnya. "Pahaku pernah merasakan panasnya peluru, karena pertemuan seperti ini." Ceritanya.

Jeno tak terkejut mendengarnya, karena sudah pasti Renjun telah melewati hal-hal seperti itu mengingat dunia yang Renjun tempati adalah yang mengharuskannya menemui hal tersebut.

"Tempat kalian akan bertemu?" Jeno ingin mengetahui tempat transaksi yang akan Renjun gunakan nanti, untuk ia bisa membaca semua kemungkinan yang bisa terjadi.

"Aku yang menentukan." Renjun menyalakan ipadnya.

"Dan mereka setuju?"

Renjun mengangguk dengan mata masih tertuju pada ipadnya. "Aku menggunakan itu untuk syarat atas keinginan mereka untuk aku yang datang kesana."

Kemudian Renjun menunjukkan apa yang ditampilkan ipadnya pada Jeno, Jeno pun mengambil alih itu dan melihatnya dengan seksama.

"Mereka pasti mencari tau juga tentang tempatnya, tapi aku sudah lebih dulu menutup tempat yang mungkin dijadikan persembunyian anak buah mereka yang menyusul." Ujar Renjun.

"Kau berencana datang dengan berapa pengawalan?" Tanya Jeno dengan masih memperhatikan denah tempat yang Renjun tunjukkan.

"Tiga, termasuk kau."

Lama Jeno memperhatikan tempat tersebut, hingga kemudian ia mengembalikan ipad itu ke hadapan Renjun.

"Tiga, tanpa aku." Jeno mengoreksi apa yang tadi Renjun rencanakan.

Renjun menaikan alisnya, menunggu Jeno mengatakan rencananya.

Jeno tak berencana menunjukkan diri, ia akan bersembunyi mengawasi dengan senapan laras panjang yang dimilikinya. Senjata itu bisa ia gunakan untuk menembak dari jarak jauh sekalipun, dan dalam sekali tembak orang tersebut bisa langsung mati.

"Tak buruk." Komentar Renjun atas rencana yang Jeno sebutkan padanya, kemudian matanya berubah memicing tajam.

"Aku akan menyeretmu ke neraka kalau sampai itu meleset dan mengenaiku." Maksud Renjun adalah saat Jeno menembak dengan senjata itu.

Kini Jeno menatap Renjun. "Aku tak masuk dalam kriteria pengawalanmu, maka harusnya kau tak mencoba memakai jasaku."

Mendengar ucapan Jeno itu, Renjun berdecak. "Ck, kau seperti anak kecil yang marah hanya karena ucapan sepele seperti itu."

"Bukan tentang tersinggung atau tidak, tapi aku tak pernah mau bekerja sama dengan orang yang tak mempercayaiku." Jelas Jeno.

"Lakukan rencanamu." Kata Renjun.

Renjun memasuki gang sempit kumuh dan gelap, kakinya mengenakan sepatu yang memiliki alas keras yang pastinya akan menyakitkan jika ia gunakan menendang wajah seseorang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Renjun memasuki gang sempit kumuh dan gelap, kakinya mengenakan sepatu yang memiliki alas keras yang pastinya akan menyakitkan jika ia gunakan menendang wajah seseorang. Di saku celananya ada satu pistol dan di saku jaketnya, pisau lipat itu ia simpan. Dan Renjun selalu menggunakan sarung tangan hitam miliknya jika ia dalam situasi seperti ini.

Tiga orang yang bersamanya ia perintahkan membawa masing-masing dua senjata, untuk penjagaan. Meski sebenarnya Renjun memang lebih berharap besar pada Jeno yang tak ia ketahui dimana bersembunyinya.

Dua orang yang bersama Renjun memperlihatkan dua wadah besar berisi heroin yang dipesan oleh pria berpakaian kemeja yang berdiri di hadapannya— di belakang pria itu ada empat orang yang berdiri menatap barang yang diperlihatkan orang-orang Renjun.

"Harganya tentu jauh lebih mahal." Ujar Renjun dengan senyumnya.

Mata Renjun menangkap pergerakan kecil dari salah satu orang yang berdiri di belakang pria paling depan itu, namun Renjun tetap melanjutkan transaksinya seolah tak menyadari apapun.

Dan tepat ketika Renjun melihat orang itu mulai mengeluarkan tangannya dari saku celananya, Renjun juga merasakan peluru yang melesat cepat dari arah belakangnya— tepat melewati samping telinganya dan langsung mengenai dada orang itu hingga tewas.

Renjun mendengus puas mendapati Jeno pun menyadari gerakan kecil tadi hingga bisa dengan cepat bergerak melenyapkan satu nyawa itu.

Tapi senyum Renjun tak bisa bertahan lama mengingat pria yang sejak tadi berhadapan dengannya yang terlihat tak terima dengan yang terjadi barusanpun, langsung melayangkan tangannya hingga nyaris mengenai wajahnya namun berhasil ditahan orang yang Renjun bawa.

Meski serangan itu berhasil dihalau oleh bawahan Renjun, tapi serangan lain yang tak Renjun sempat Renjun sadari berhasil mengenai punggungnya. Salah satu bawahan pria itu menendang punggungnya hingga Renjun terhuyung ke depan.

Sembari menyeimbangkan lagi tubuhnya, Renjun meraih pistolnya dari saku celananya dan berlari menuju orang yang barusan menyerangnya untuk ia tendang dadanya tak kalah keras seperti yang orang itu lakukan pada Renjun tadi.

Dan ketika orang itu berhasil ia buat jatuh, Renjun tak menunggu banyak waktu langsung menembak dadanya beberapa kali.

Selesai dengan itu, Renjun mendongak dan melihat tiga sisanya sudah mati. Sementara bawahannya tengah membereskan barang yang pada akhirnya akan kembali mereka bawa pulang.

"Ambil itu." Renjun menggunakan pistolnya menunjuk satu koper yang jatuh tergeletak di dekat pria yang memimpin tadi— itu adalah uang yang tadinya hendak dipakai membeli barang dari Renjun. Satu orang yang menjadi bawahan Renjun mengikuti apa yang diperintahkan.

"Mereka bergerak terlalu gegabah." Suara Jeno membuat Renjun menoleh dan tersenyum.

"Kau membunuhnya secepat itu." Renjun tentu tak bisa menyembunyikan senyum senangnya, karena selain nyawanya baik-baik saja, ia juga tetap mendapat uang dengan barang tak berkurang satupun.

Jeno mengedikkan bahunya acuh tak acuh. "Aku tak suka berlama-lama."

Renjun berjalan mendekat pada Jeno dan berjinjit kecil untuk melumat bibir tipis Jeno. "Dan aku suka kau melakukannya sebaik itu." Senyumnya ia kembali ulas dan perlihatkan pada Jeno, menunjukkan kepuasannya atas apa yang telah Jeno lakukan.

Who Do You WantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang