11. Satisfactory answer

1.9K 281 43
                                    

"Bakar semua barang yang aku tinggalkan di mobil, beberapa hari lagi jual mobil itu." Titah Jeno ketika dirinya sampai di mansion.

Tangannya membuka jaket hitam yang dikenakannya. "Ini juga bakar."

Jeno tak akan mau menggunakan lagi barang yang sudah terkena cipratan darah dari orang-orang yang pernah ia lenyapkan nyawanya, ia lebih memilih membakarnya.

Dan setiap kendaraan yang telah ia gunakan untuk menjalankan misinya juga tak pernah ia biarkan menetap lama di tempatnya, dalam hitungan hari ia akan menjualnya. Alasan ia tak mengeluarkannya tepat setelah menyelesaikan pekerjaannya adalah karena tak ingin seseorang mencurigai apapun yang dilakukannya.

Meskipun Jeno pun selalu memastikan menggunakan kendaraan tak berplat dan juga berkendara dengan hati-hati untuk tak dicurigai atau tertangkap cctv. Tapi untuk penjagaan, Jeno selalu menjualnya.

Jeno juga tak membiarkan bawahannya menjual itu dengan harga murah, karena itu juga bisa dijadikan sebuah hal yang memancing kecurigaan jika benar ada yang mengikuti jejaknya.

Ia selalu menitahkan bawahannya untuk tak bersikap berlebihan dan banyak menunjukkan kejanggalan.

Mengenai kendaraan yang biasa Jeno gunakan untuk bepergiannya saat bekerja dengan benar— membantu perusahaan ayahnya, Jeno tentu menggunakan kendaraan yang bersih dan jauh lebih baik dari yang biasa ia gunakan ketika ia sedang dalam profesi pembunuh.

"Sebelum aku pergi tadi aku meninggalkan laptopku disini, mana?"

Ketika salah satu pelayan menunjuk ruangannya, Jeno berdecak sebal namun tetap kesana tanpa banyak berbicara.

Ruangan yang dimaksud adalah ruangan di lantai satu yang luasnya setengah dari ukuran kamar Jeno yang besar, dan ruangan ini Jeno pergunakan untuk menyimpan seluruh berkas dan keperluannya dalam pekerjaan bersihnya.

Sementara itu ia juga memiliki satu ruangan lagi yang terletak di sayap kiri mansionnya, yang ia tak mengizinkan banyak orang kesana kecuali memang Jeno yang meminta. Itu karena disana ruangan tempat Jeno menyimpan segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan kotornya, dari mulai berbagai senjata hingga pakaian penyamaran.

Tangannya meraih laptop untuk kemudian ia bawa keluar dan menuju kamarnya di lantai dua.

Sebelum kembali membuka laptopnya, Jeno lebih dulu membersihkan tubuhnya. Dan barulah setelah ia mengenakan pakaian yang lebih nyaman, ia duduk di kursi dekat jendela kamarnya dengan laptop di atas meja di hadapannya.

Dirinya mulai larut dengan apa yang tengah ia kerjakan, ketika tiba-tiba ponselnya yang ada di dekatnya bergetar tanda pesan masuk.

Mendapat sebuah pesan pendek tak pernah terasa menyenangkan bagi Jeno, kecuali jika itu dari Renjun.

'Kalau aku memakai jasamu?'

Dengan senyum yang terpatri di wajahnya, Jeno membalas cepat.

'Bukankah seharusnya kita bertemu untuk membahasnya?'

'Bukankah seharusnya kita bertemu untuk membahasnya?'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Kejadian ia yang dibantu oleh Jeno sudah lewat beberapa hari. Dengan Jeno yang sudah membunuh laki-laki yang saat itu mengancam Renjun, bukan berarti Renjun lega dan berpikir musuhnya sudah tak ada.

Tentu ia tau kalau bagian dari klan yang sama dengan laki-laki saat itu pasti langsung merencanakan pembalasan padanya, petinggi klan itu juga pasti sudah memerintahkan anak buahnya untuk mengincarnya. Apalagi dengan Renjun yang mengirim pesan peringatan lewat foto mayat laki-laki yang saat itu.

Jadi ketika tiba-tiba ada yang ingin membeli barang dalam jumlah besar darinya, dengan sebuah keinginan yang janggal— ingin Huang Renjun yang menemui mereka langsung, tentu Renjun curiga bahwa itu adalah jebakan yang dibuat dari klan rivalnya itu.

Besar kemungkinan mereka meminta itu untuk pembalasan dendam.

Renjun selalu mempersiapkan untuk setiap bahaya yang mungkin ada di sekitarnya, tapi untuk urusan dengan klan yang satu ini, agaknya Renjun perlu lebih waspada mengingat kali ini ia terbilang berurusan dengan satu klan yang cukup besar. Bahaya yang mengincar Renjun juga sudah pasti lebih besar.

Dan hal yang sejak beberapa hari lalu juga sudah ia rencanakan rasanya benar akan ia lakukan sekarang.

Menghubungi Jeno.

Mengatakan bahwa ia tertarik menggunakan jasa Jeno sebagai pembunuh bayaran.

Menanti jawaban yang akan Jeno berikan padanya.

"Kita langsung bernegosiasi?" Tanya Renjun dengan posisi duduk yang menyilang itu, ujung sepatunya di bawah sana berayun pelan— menanti jawaban.

Keduanya berada di sebuah cafe kecil di pinggir jalan yang cukup sepi, Jeno duduk menikmati americano dinginya di hadapan Renjun.

Tangannya menyimpan gelasnya, kemudian menyandarkan punggungnya sambil menatap Renjun yang juga terlihat menyandarkan punggungnya dengan nyaman.

"Kau ingin memastikan aku tak akan membunuhmu bukan?" Tebak Jeno, mengingat semua kewaspadaan yang selalu ia tangkap di mata Renjun, tentu ia memiliki perkiraan juga atas permintaan Renjun ini.

Renjun menahan decakan kesalnya, karena Jeno yang sekarang ia temukan adalah Jeno yang pintar membacanya, bukan lagi Jeno yang dulu ia mudah baca.

"Ya, itu juga." Renjun menahan agar suaranya tak nampak seperti erangan kesal.

"Aku tak akan melukaimu." Ujar Jeno dengan tenang.

Jawaban itu adalah sebagian dari yang Renjun harap, karena artinya setelah ini ia tak perlu takut Jeno mengincarnya untuk dilukai. Tapi ia belum sepenuhnya lega dengan itu.

Renjun memilih mengabaikan dulu jawaban Renjun barusan dan mengatakan ini. "Jeno, aku perlu peranmu saat ini karena sepertinya klan dari orang kemarin menargetkanku. Tak mungkin mereka hanya mengirim hanya satu oranglagi."

Karena memang tujuannya menghubungi Jeno sejak kemarin adalah ingin meminta bantuan Jeno sekalian juga untuk ia gunakan sebagai pemastian bahwa Jeno tak sedang mengejar napasnya untuk dilenyapkan.

"Lalu bagaimana dengan pencarianmu tentangku? Meyakinkan?" Tanya Jeno dengan senyum tertahan.

Jeno yakin Renjun mencari tau lebih dulu tentangnya— meski pasti sulit tapi ia tau Renjun akan menemukannya dengan cara apapun, sama sepertinya. Sulit mencari data tentang Renjun, tapi ia tetap mendapatkannya.

Mendengar pertanyaan Jeno, Renjun menghela napasnya. "Sebelum kau diambil mereka dan diperintah membunuhku." Ungkap Renjun jujur.

Itu juga adalah apa yang Renjun rencanakan juga. Jika ia sudah mendengar bahwa Jeno tak memiliki misi untuk membunuhnya, maka Renjun harus lebih cepat mengambil Jeno— seorang pembunuh bayaran handal untuk berada di pihaknya sebelum musuhnya lebih dulu menarik Jeno untuk berada di sisi mereka.

"Maka aku tak akan mengambil tawaran orang yang ingin menggunakanku untuk membunuhmu, aku tak mungkin membunuhmu, Renjun." Ujar Jeno dengan lebih serius.

Senyum Renjun kali ini menunjukkan sebuah kepuasan, karena dari kalimatnya tadi akhirnya ia mendapat jawaban Jeno yang seperti barusan. Jawaban yang lebih meyakinkan untuknya.

Who Do You WantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang