13. Target

1.7K 269 35
                                    

Mengingat pekerjaan Jeno yang membuatnya puas, Renjun tentu tak bisa melepas Jeno begitu saja. Ia harus benar menjadikan Jeno bagian darinya seperti bagaimana dulu ia menginginkan itu.

Selain memang ia perlu, ia juga jadi semakin takut jika Jeno jadi bagian dari musuhnya maka sudah bisa dipastikan nyawanya bisa dihabisi dalam hitungan detik.

Renjun memarkirkan mobilnya di dekat cafe yang tempo hari ia gunakan untuk berbicara dengan Jeno, dan hari ini juga ia datang kesana untuk melakukan pembicaraan lagi dengan dominan itu.

Cafe itu terlihat tenang —sepi seperti biasanya, karena itulah Renjun memilih lagi tempat ini untuk berbicara dengan Jeno.

Tangannya meraih berkas yang ada di jok penumpang di sampingnya, kemudian keluar dari mobil dengan langkah ringan.

Dari kaca ia bisa melihat Jeno sudah duduk di dalam dan menatapnya, ketika mata mereka bertemu Renjun melihat alis Jeno naik sebelah dengan senyum tipisnya.

Tatapan Jeno padanya selalu berisi tatapan memuja yang Renjun sukai setiap ia menerimanya, senyum Jeno selalu nampak mempesona dengan wajahnya yang bagai pahatan sempurna.

Renjun tak mengelak bahwa rupa Jeno begitu tampan, itu juga salah satu alasan ia menerima tawaran Jeno untuk mencoba tubuhnya ketika di Milan kala itu.

Dan setelah mengetahuinya Renjun merasa tak ada yang perlu disesalkan, selain wajah tampannya, ternyata permainan Jeno juga begitu memuaskan. Dan sekarang Renjun pun tau bagaimana cara kerja Jeno yang sama memuaskannya.

"Aku sedikit tersanjung kau mau mengajak bertemu lagi." Ujar Jeno begitu Renjun duduk di hadapannya.

Jeno benar-benar dibuat dipenuhi kebahagiaan dengan ajakan pertemuan itu. Karena meskipun ia selalu ingin bertemu Renjun, ia tak bisa seenaknya muncul dan menemuinya, mengingat sejak awal Renjun selalu waspada terhadapnya itu hanya akan membuat Renjun bergerak menghindar setiap melihatnya.

Maka dari itu ia tak bergerak gegabah karena tak mau membuat Renjun menjauh, ia berusaha bersikap setenang mungkin dan tak membuat Renjun merasa terganggu.

Terbukti, sekarang Renjun yang selalu mengajaknya bertemu lebih dulu.

Renjun menggeser maju sebuah berkas di atas meja ke hadapan Jeno, dan Jeno menatap itu dengan tertarik.

Jeno meraih dan membuka berkas tersebut yang ternyata berisi semacam surat penandatanganan kontrak, hal itu membuat Jeno tersenyum geli.

"Aku kira seseorang dengan pekerjaan sepertimu tak akan menyerahkan hal seperti ini untuk merekrut seseorang." Maksud Jeno adalah berkas yang Renjun bawa itu.

Renjun mengedikkan bahunya. "Memang tidak, hanya beberapa orang tertentu. Sisanya aku tak khawatir karena nyawa mereka di tanganku." Artinya jika ada yang berkhianat atau mencoba melakukan hal semacam itu, Renjun berwenang menarik nyawa mereka tanpa perlu ribut mengancam kehilangan gaji ataupun pemutusan kontrak kerja.

Seorang pelayan cafe sempat menghentikan pembicaraan mereka karena ia menyimpan pesanan Renjun yang berupa ade dan sepiring roti bagel gurih.

Setelah meminum ade nya, Renjun kembali menatap Jeno yang menutup berkas itu untuk menyimpannya di atas meja. Renjun bertanya-tanya, apa ini artinya Jeno menolak yang ia tawarkan ini?

"Kita langsung bicarakan harganya sekarang." Ujar Renjun cepat, mengabaikan firasat buruknya tentang Jeno yang mungkin enggan membuat kerja sama dengan mereka.

"Aku belum menyetujuinya?" Jeno mendengus geli dengan sikap tergesa Renjun.

Renjun menatap Jeno dengan wajah dimiringkan dan tatapan bertanya meyakinkan. "Kau tak mau?"

Who Do You WantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang