35. Hide

1.2K 220 55
                                    

Renjun benar jatuh tertidur siang tadi di halaman belakang, kemudian Jeno memindahkannya ke kamar setelah dirasa cukup lama Renjun tertidur disana.

Hari sudah menjelang sore dan Renjun masih tidur di ranjangnya, hingga kemudian ia tersentak bangun dalam satu gerak sekaligus matanya terbuka. Tiga detik berlalu, ia mulai mengernyit mencoba mengingat tempat mana ia berada saat ini. Lalu ketika ia merasaman nyeri di perutnya, ia langsung ingat lagi dimana ia dan apa apa saja yang sudah ia alami beberapa hari belakangan.

Upayanya menahan setiap kesakitan dari lukanya selalu sebesar ini, tapi diantara itu selalu ada mimpi buruk yang ia dapat dan seolah ingin merusak seluruh usahanya agar ia tak menahan semuanya.

Dengan perlahan ia bangun dari posisi berbaringnya, dan dengan susah payah ia berjalan menuju kamar mandi di kamar Jeno lalu menguncinya.

"Kita benar hentikan pencarian tentang Renjun, karena ia tetap tak mengizinkan setelah kemarin aku bertanya lagi padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kita benar hentikan pencarian tentang Renjun, karena ia tetap tak mengizinkan setelah kemarin aku bertanya lagi padanya." Jeno yang duduk di hadapan Oliver berujar tegas.

"Tapi aku sudah mendapat satu hal cukup penting tentangnya, ini sebenarnya belum jelas tapi jika mencari sedikit lagi semuanya akan mulai lebih jelas." Oliver terlihat berat dengan permintaan Jeno itu.

"Tidak, Renjun tak akan menyukainya. Simpan informasi itu dan jangan berani mencari tau lebih, Renjun sudah meminta itu padaku." Ujar Jeno, tetap dengan keputusannya.

Oliver menatap Jeno dengan tak terima, tapi pada akhirnya ia menghela napasnya. "Baiklah."

Kemudian Jeno ingat bahwa Andrea menambah obat untuk diminum Renjun, ia tadi masih menyimpan obatnya di dalam mobil.

"Obat Renjun ada di dalam mobil, aku akan memeriksa Renjun sudah bangun atau belum. Ia perlu meminum obatnya." Jeno meminta Oliver mengambilkannya.

"Ia perlu meminum obatnya tiga kali, minta pelayan agar menyiapkan itu dengan makanannya nanti." Jeno memberitau Oliver, sebelum ia naik menuju kamarnya.

Dan begitu sampai di kamar, Jeno tak mendapati sosok Renjun di ranjang miliknya. Namun ia bisa mendengar suara air dari dalam kamar mandi, menunjukkan Renjun ada disana.

Jeno berjalan menuju pintu dan mengetuknya. "Setelah selesai kau perlu meminum obatmu."

Tak langsung ada jawaban, tapi ia mendengar suara air yang berhenti mengalir. "Ya?

"Kau belum meminum obatmu." Ulang Jeno.

Terdengar decakan kesal milik Renjub. "Ah, menyebalkan. Minta Andrea mengobatiku dengan benar tanpa harus repot meminum obat untuk menghilangkan sakitnya."

"Aku akan turun nanti." Lanjutnya.

Jeno mendengus geli mendengar gerutuan anak itu namun berakhir akan tetap turun juga. "Sekalian makan malam."

Setelah itu Jeno pun memutuskan kembali turun dan memberitau pelayan untuk segera menyiapkan makanan untuk Renjun.

Kakinya kembali menghampiri Oliver yang mengambil alih laptop Jeno dan menanyakan tentang pesan juga panggilan tak terjawab dari orang yang memerlukan dirinya sebagai seorang pembunuh.

"Ia sudah mengirim data targetmu sejak kemarin." Kata Oliver.

"Aku belum sempat melihatnya, kemarin aku hanya melihat apa yang ayah kirim tentang proyeknya." Jeno belum bisa kembali melanjutkan kegiatannya menjadi pembunuh bayaran ketika Renjun jelas-jelas terluka karenanya. Ia ingin menunggu hingga Renjun pulih agar ia bisa lega meninggalkannya.

"Kau bisa ganti menghubungi orang baru itu dan menawarkan dirimu untuk menggantikan." Jeno menyarankan.

Oliver mengangguk mengerti.

Selain sebagai tangan kanan Jeno, Oliver juga terkadang mengambil pekerjaan yang sama seperti Jeno ini jika Jeno sedang tak bisa dan memang klien mereka tetap butuh jasa membunuh.

Setelah percakapannya dengan Oliver itu Jeno mengerutkan dahinya karena belum juga mendapati Renjun yang turun dari kamar.

Akhirnya Jeno pun kembali naik untuk mengajak Renjun turun. Ia sebenarnya bisa meminta pelayan membawakan lagi makan malam Renjun ke kamar, tapi tadi siang ia sudah mendengar sendiri bahwa Renjun tak begitu suka jika ia diperlakukan seperti orang lumpuh. Jadi ia akan mengajak Renjun makan malam di ruang makan dan bukan di kamar.

"Renjun, kau sudah selesai?" Jeno memasuki kamarnya yang cukup gelap.

Hanya cahaya remang dari lampu kecil di dinding, dan ketika ia mencoba mencari keberadaan Renjun ia mendapati sosok itu menerjangnya dengan sebuah ciuman.

Ketika Jeno membawa tangannya untuk memeluk pinggang Renjun, ia merasakan bahwa Renjun tak mengenakan celana. Lalu ketika ciuman Renjun bertambah panas, Jeno melepas ciuman mereka.

"Aku akan menyukai permainan kita, tapi Andrea memarahiku karena membuat lukamu mungkin tak membaik." Jeno ingat semua peringatan yang Andrea berikan padanya.

Renjun menahan tengkuk Jeno, agar bibir mereka tak berjauhan. "Kau mengatakannya, aku bisa meminta kepuasan padamu sebanyak apapun itu."

"Dan sekarang aku menginginkannya, Jeno." Setelah mengatakan itu Renjun kembali menciumnya.

Kalimat Renjun diiringi ciuman panas itu tentu tak bisa Jeno lawan lagi, ia pun membanting tubuh Renjun ke atas ranjang dan segera menanggalkan sisa bajunya.

Mereka benar melakukannya tanpa bisa dicegah, ranjang itu berantakan oleh dua sosok yang saling mencoba memuaskan di atasnya.

Desahan Renjun berhias isakan nikmat, dan hentakan Jeno terdengar begitu erotis karena sesekali terdengar geraman puas dominan itu.

"Kau menangis begitu banyak." Komentar Jeno ketika melihat jejak air mata Renjun kali ini begitu jelas.

Akhirnya keduanya selesai dengan persetubuhan mereka, dan kini tengah memakai baju untuk turun dan makan malam.

Lampu kamar kembali ia nyalakan membuat suasananya jauh lebih terang dari tadi, dan ia bisa melihat jelas wajah Renjun yang terlihat di bagian matanya bahwa ia telah menangis.

Renjun selesai mengenakan bajunya, mendongak pada Jeno dan mengusap lengan kekar dominan itu dengan sensual. "Terimakasih untuk kegiatan ranjang yang nikmat itu, aku menyukainya." Kata Renjun dengan kerling menggodanya.

Setelah itu Renjun berjalan menuju bagian kamar Jeno yang merupakan walk in closet milik Jeno, ia mencoba mencari sebuah kacamata diantara deretan barang Jeno disana. Dan ketika menemukan satu kacamata bening, ia mengenakannya untuk sedikit menyamarkan tampilan matanya yang agak bengkak karena selesai menangis.

Who Do You WantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang