26. Heavy breathing

1.2K 208 82
                                    

Renjun sampai di kamar hotel dengan napas yang terasa lebih cepat dari biasanya padahal ia tak berlari untuk sampai disini, dan hal itu jelas membuatnya mengerutkan dahinya. Ditambah ia bingung ketika menyadari rencananya yang tiba-tiba berubah. Memang bukan rencana inti, tapi Renjun tetap merasa bingung dengan dahinya yang berkerut sendiri bersamaan dengan bibirnya yang membentuk garis datar— marah.

"Apa yang kau lakukan?" Omel Renjun pada entah siapa.

Dan dengan langkah yang dihentak kesal ia berjalan mendekat ke arah balkon untuk membuka pintunya dengan sedikit tergesa.

Ketika pintu berhasil dibuka, Renjun menarik napasnya rakus. Ia pikir pengap di dadanya sejak tadi akan hilang dengan menghirup udara malam kota Paris, tapi ternyata ia justru bertambah pengap ketika matanya menangkap tubuh Jeno yang berjalan pergi masih dengan setelannya tadi.

"Benar kencan dengan si pirang?" Desisnya masih dengan alis yang menukik.

Lalu tiba-tiba Renjun membuang napas keras, dan berbicara sendiri. "Ya, bersenang-senanglah dengannya sebelum aku melubangi kepala gadis pirangmu itu."

Setelah itu Renjun kembali memasuki kamar hotel, mencari keberadaan ponselnya dan segera menghubungi temannya yang dari Paris itu.

"Damien, aku baru sampai di hotel. Pelelangannya masih dua hari lagi bukan?"

📞 "Di hotel mana? Kenapa tak menginap di tempatku?" Suara di seberang sana terdengar tak terima.

"Aku dengan oranglain."

📞 "Baiklah, berikan nama hotelnya. Besok aku akan menemuimu."

"Aku akan memberikan nama hotelnya sekarang. Kemari dan tidur disini."

Itu adalah ajakan yang ia katakan begitu saja, tanpa pikir panjang dan diikuti perasaan tak jelasnya sendiri.

"Kau menyambutku dengan baik." Damien terkekeh begitu memasuki kamar Renjun, ia melihat anak itu tengah berbaring di ranjangnya dengan selimut yang menutupi sebagian tubuhnya, menampilkan beberapa bagian kulit telanjangnya.

Damien yang dari awal pun mengerti ajakan Renjun agar ia tidur disana pun tanpa pikir panjang naik ke atas kasur empuk milik Renjun dan melumat bibirnya.

Renjun memejamkan matanya, ciuman itu panas, sentuhan itu penuh gairah, dan hentakan itu nikmat. Tapi Renjun merasa ini bukan yang ia harap, diantara desahnya Renjun mengerutkan dahinya ketika menyadari ada ketergesaan yang tak ia paham saat ia ingin mencapai puncak.

Dan setelah ia mendapat puncaknya pun ia masih bisa merasakan gejolak tak nyaman yang bercokol itu, rasanya ia begitu marah. Tapi bukan pada Damien.

Rasanya semalaman itu ia tak mendapat banyak tidur nyaman, sebab seluruh pikirannya dipenuhi hal yang mengganjalnya.

Dan hal itu juga telah membuatnya bangun telat sebab ia justru baru bisa jatuh tidur ketika pagi nyaris menjemputnya.

Namun ada yang membuatnya merasa sedikit lebih baik, saat Damien yang terlihat baru menutup pintu setelah mengambil sarapan yang diantar staff hotel.

"Hari ini kau akan berkeliling paris atau hanya ingin di kamar?" Damien menyimpan nampan sarapan milik keduanya di atas kasur, kemudian ia duduk bersama Renjun yang baru keluar dari kamar mandi dengan lebih segar.

Renjun ikut meraih menu sarapannya seperti Damien. "Tentu saja berkeliling Paris. Aku kemari untuk bersenang-senang, tentu aku akan melakukan apapun yang aku inginkan."

Damien tersenyum dan mengangguk. "Baiklah, aku akan menemanimu."

"Apa aku terlihat menyedihkan karena temanku kemari tak menemaniku?" Sarkas Renjun, yang justru dijawab ledekan oleh Damien.

Who Do You WantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang