9. Each of them's plans

1.9K 302 69
                                    

Tentu saja Jeno sengaja melakukannya, membunuh laki-laki yang tak ia lihat di jalanan itu— demi ia memiliki alasan jika nanti Renjun bertanya padanya.

Jeno baru saja hendak pulang ketika matanya tak sengaja melihat Renjun yang keluar dari sebuah gedung kecil di samping sebuah gedung besar. Jeno tak yakin Renjun dari sana untuk sebuah urusan lain selain dengan pekerjaan kotornya.

Kenapa Jeno menebak hal tersebut? Karena dunianya dan Renjun tak berbeda jauh. Ia bisa membaca bahwa tak mungkin Renjun mengunjungi bangunan kecil di tengah kota jika bukan untuk hal yang ingin disembunyikan.

Kala itu Jeno sengaja menepikan mobilnya untuk memperhatikan Renjun yang berjalan anggun, mata Jeno tak lepas dari bagaimana kaki Renjun menuju sebuah mobil yang terparkir.

Jeno mengikuti kemana mobil Renjun melaju, namun baru beberapa meter Renjun meninggalkan parkiran tadi, Jeno melihat ada sebuah mobil dari arah lain yang tiba-tiba menyalip Jeno dan terlihat mengikuti mobil Renjun.

Dan saat ia sadar itu memang menguntit Renjun, Jeno memutar otaknya untuk bisa menemui Renjun tanpa ketahuan ia pun tadi tengah mengikuti anak itu.

Ketika matanya melihat ke jalanan di sampingnya ada seorang laki-laki yang terlihat lesu dan tak begitu memperhatikan sekitar, Jeno pun turun dari mobil dan mengajaknya berbicara laki-laki itu dengan akrab— seolah ia bersimpati padanya. Mereka berbicara di dalam mobil Jeno, dengan Jeno yang diam-diam meraih benda tajam yang ada di dekatnya tanpa disadari orang itu.

Saat akhirnya Jeno mengetahui laki-laki itu terlilit hutang, Jeno pun dengan senyumnya menawarkan bantuan. "Aku bisa membantumu melunasi hutangmu."

"Benarkah? Aku benar berharap kau tak sedang mengatakan bualan, aku benar-benar putus asa. Aku akan melakukan apapun untuk—"

Jeno menusuk leher orang itu hingga tewas.

"Benar, kau telah mati untuk melunasi hutang keluargamu." Jeno cepat-cepat melajukan mobilnya menjauh dari sana, dan ketika akhirnya sampai di belokan jalan yang mulai sepi, Jeno menyeret keluar mayat itu untuk ia pindahkan pada bagasi.

Setelahnya Jeno mengandalkan instingnya untuk mencari Renjun.

Dengan semua akal yang dimiliki Renjun, anak itu pasti akan menyadari adanya orang yang mengikutinya. Dan anak itu bukan orang bodoh yang akan kabur dengan melajukan mobilnya kencang, karena akan semakin dikejar untuk diikuti.

Jeno melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, berharap tak kehilangan jejak Renjun setelah melakukan banyak hal yang membuat ia ketinggalan.

Begitu ia mulai memasuki area yang mulai sepi, matanya bisa melihat Renjun yang bertarung melawan laki-laki yang terlihat lebih besar dari Renjun.

Ketika melihat Renjun mulai kewalahan, barulah Jeno turun dan sedikit membantunya.

"Kenapa bisa disini?"

Mendengar pertanyaan itu, Jeno tersenyum senang dalam hati. Bersyukur karena ia benar telah membunuh seseorang, hingga membuatnya memiliki jawaban atas pertanyaan yang diajukan Renjun.

Jeno berjanji akan mengirim lebih uang untuk melunasi hutang pada keluarga orang yang ia bunuh tadi, setelah nanti ia mencari tau alamatnya.

Karenanya sekarang Jeno tak perlu takut Renjun mencurigai dirinya yang sebenarnya kemari untuknya.

Dan juga jika ia sedang dalam misi sungguhan, ia sebenarnya agak jarang membuang sendiri mayat targetnya. Jeno kadang membiarkan mayatnya begitu saja setelah memastikan tak ada jejak miliknya yang tertinggal, atau kalaupun ia membuang mayat itu juga atas permintaan yang menyuruhnya membunuh orang tersebut.

"Mana?" Jeno mengulurkan tangannya meminta laporan yang dibawa oleh bawahannya.

Kemudian ketika ia baru saja hendak membukanya, ia teringat sesuatu.

"Kau sudah menyimpan uang di depan rumah keluarganya?" Jeno benar-benar mengganti nyawa orang yang tadi ia bunuh dengan uang yang cukup melunasi hutangnya, juga lebih untuk keluarganya hidup.

"Kau sudah menyimpan uang di depan rumah keluarganya?" Jeno benar-benar mengganti nyawa orang yang tadi ia bunuh dengan uang yang cukup melunasi hutangnya, juga lebih untuk keluarganya hidup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Renjun tengah berendam dengan air hangat, ia selalu melakukan ini setiap telah melakukan pekerjaan yang membuatnya menghilangkan keringat juga membuatnya menyentuh darah oranglain.

Kepalanya bersandar nyaman pada bathup, dengan mata yang menatap jendela di sampingnya yang menampilkan langit gelap.

Hal itu mengingatkannya pada Jeno yang tadi mengenakan pakaian serba hitam, yang mencetak tubuh tegapnya.

Tadi ia tak memiliki waktu untuk mempertanyakan dan memikirkan, kenapa di banyaknya negara dan kota, ia harus dipertemukan lagi dengan Jeno.

Semua pikirannya tadi hanya berisi bagaimana cara pergi dan lari dari ancaman juga memperkirakan apa yang akan diperbuat laki-laki tadi padanya.

Mengingat pistol yang dibawa laki-laki tadi, Renjun membayangkan jika pelurunya menembus dagingnya. Dan membuatnya harus merasakan nyeri serta tak bisa beraktifitas semaunya karena geraknya yang terbatas untuk pemulihan.

Dulu Renjun pernah merasakan bagaimana panasnya peluru menyentuh kulitnya dan menembus pahanya, hal itu membuatnya harus beristirahat beberapa minggu dan harus mengurangi banyak aktifitas yang membuat kakinya terlalu banyak bergerak. Dan itu sungguh membosankan.

Renjun ingat saat itu ia benar-benar hanya selalu diam di mansion, dengan semua pelayanan apapun yang ia terima jika ia menginginkannya.

Memang Renjun menyukai ketika dirinya menitah seseorang, ia selalu memperkerjakan pelayan di mansion sesuai apa yang harusnya mereka kerjakan. Tapi saat itu, Renjun benar-benar diperlakukan bagai tahanan. Dilarang keluar tanpa pengawasan, makanannya lebih sering diantar daripada Renjun yang turun ke meja makan.

Dan dengan adanya ingatan tersebut, Renjun tak pernah mau lagi memiliki luka parah seperti itu. Renjun benar-benar berusaha agar tak terluka sebanyak itu, meski memang pekerjaannya juga pasti diancam banyak bahaya yang pastinya sebuah serangan tak terduga bisa muncul kapan saja.

Beruntungnya tadi ada Jeno yang membuat kemungkinan ia terkena tembakan menjadi tak terjadi.

Tapi sekarang yang menjadi pertanyaannya kenapa juga target Jeno ada di Verona, hingga membuat mereka kembali bertemu. Ini bagai lelucon bagi Renjun, karena rasanya semenjak pertemuannya dengan Jeno malam itu dirinya dan Jeno terus berada dalam lingkungan yang sama.

Sebenarnya memang tak ada kerugian yang Renjun miliki dalam pertemuannya dengan Jeno, di Milan ia jadi mendapat teman bercumbu yang luar biasa. Dan tadi ia jadi terselamatkan dari kemungkinan luka yang ia dapat.

Terselamatkan?

Oleh Jeno?

Renjun mengerjap, kemudian menegakkan posisi duduknya. Mengulang pikirannya barusan.

Jeno— seorang pembunuh bayaran menyelamatkannya?

Alis Renjun naik sebelah, ada senyum tipisnya yang muncul di bibirnya, menunjukkan sebuah ketertarikan atas apa yang terbersit dalam benaknya.

Who Do You WantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang