Baru beberapa meter Jeno melajukan mobilnya, ia mendengar tembakan yang mengenai badan mobilnya. Ia mengumpat dengan mata sesekali melihat spion, jika saja yang menembak itu mengikuti mereka.
Tangan Renjun meraih setir dan mengarahkan untuk melaju ke bagian kanan jalan. "Tambah kecepatannya, atau mereka akan membuat mobilmu lecet lagi."
Dengan itu Jeno menambah kecepatannya dan tak merasa khawatir dengan protesan Renjun, karena tentu dunia mereka mengharuskan untuk cepat menyelamatkan nyawa sendiri jika ada musuh yang mengincar.
Untuk menghindar dan menghapus jejak, Jeno mengambil jalan memutar yang jauh.
Dan kemudian ketika di sebuah jalanan sepi, Jeno menghentikan mobilnya kemudian menghubungi seseorang.
"Lihat cafe itu." Jeno baru saja mengirim lokasi cafe tadi pada bawahannya. "Periksa ada apa disana, dan juga siapa dibalik kejadian barusan."
"Tidak, aku berhasil menghindar. Dan sekarang aman."
"Ya, segera kirim padaku setelah kau mendapatnya."
Kalimat itu adalah hal terakhir yang Jeno ucapkan sebelum ia memutus panggilan dan menoleh pada Renjun yang menatapnya.
"Turun saja." Jeno menoleh pada Renjun sebelum ia turun dari mobil juga.
Renjun mengerutkan dahinya, tapi tetap turun dari mobil sembari berseru tak paham. "Ini hutan."
"Kita tak bisa memakai mobil ini lagi." Jeno hendak mengganti mobilnya, karena meski ia sudah berusaha menghapus jejak, tapi besar kemungkinan tadi ada orang yang melihat plat dan jenis mobilnya. Lagi pula yang ini mobilnya telah mendapat kecacatan.
Tak jauh dari sana ada satu bangunan yang terlihat tak berpenghuni. Jeno berjalan memasuki bangunan semacam rumah kayu kumuh itu, kemudian keluarlah seorang pria yang terlihat mengenal Jeno dari bangunan itu.
Renjun melihat bagaimana pria itu terlihat bersikap sopan pada Jeno, sepertinya bawahannya. Dan benar saja, ia mendengar suara Jeno yang nampak menyuruh pria itu.
"Aku tak akan menggunakan mobil itu lagi, keluarkan yang di dalam."
Dan pria itu langsung membuka pintu kayu yang nampak rapuh, tapi ternyata itu hanya kamuflase karena dibaliknya ada garasi yang berisi dua mobil sederhana yang pantas untuk dipakai penyamaran dan penghapusan jejak.
"Kau biasa melakukan ini?" Tanya Renjun setelah melihat semua sikap Jeno itu.
Jeno yang baru meraih kunci mobil dan kini berjalan menuju jok penumpang sempat menoleh pada Renjun dan hanya mengisyaratkannya agar segera masuk ke dalam mobil.
Perjalanan yang mereka lewati banyaknya hutan yang didapati, sebelum kemudian Jeno berbelok mengikuti jalanan itu dan berakhir dengan Renjun yang melihat sebuah mansion besar di hadapannya dengan Jeno yang menghentikan mobilnya disana.
"Kau bisa turun lagi, mungkin kau perlu duduk dan meminum segelas soda dingin." Jeno mengatakannya dengan sambil terkekeh pelan.
Dan dari itu Renjun jadi tau ini adalah mansion milik Jeno, mansion itu memiliki dua lantai dengan warna putih yang mendominasi, warna hitam muncul hanya pada beberapa bagian kecil seperti kusen jendela dan pintu. Meski didominasi warna putih, Renjun tetap merasakan suramnya bangunan itu. Entah mungkin karena ia tau ini adalah rumah milik seorang pembunuh bayaran jadi ia merasa seperti itu.
Renjun mengikuti langkah Jeno hingga memasuki bagian mansion di sayap kiri, yang terhubung pada ruangan ujung yang memiliki tiga jendela tinggi menampilkan hutan dan danau di sekitaran mansion.
Ruangan itu terdapat satu meja kecil diantara dua sofa panjang juga satu single sofa, di dekat dua jendela terdapat perapian kecil. Ia bisa membayangkan nyamannya suasana disini jika sedang turun salju, menatap bagaimana butiran salju turun dengan perapian menyala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Do You Want
FanfictionNOREN [LEE JENO - HUANG RENJUN] ⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️ mature bxb mature dark mature