4

202 30 3
                                    

⚠️ Cerita ini fiksi, apabila terdapat kesamaan nama, alur dan tempat adalah KESENGAJAAN untuk sarkas kepada pemerintah. Tindakan tidak terpuji yang dilakukan aparat serta para pegawai pemerintah hanyalah mendukung alur cerita ⚠️ Cerita ini juga tidak mengandung unsur dewasa dan child grooming karena agegap, harap membaca cerita sampai tamat ⚠️

 Tindakan tidak terpuji yang dilakukan aparat serta para pegawai pemerintah hanyalah mendukung alur cerita ⚠️ Cerita ini juga tidak mengandung unsur dewasa dan child grooming karena agegap, harap membaca cerita sampai tamat ⚠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aparat

===

Yang para aparat bilang teman-temannya itu sama sekali tidak ada yang Santoso kenal. Mereka semua wajah-wajah asing, beberapa bahkan mengenakan seragam sekolah. Mereka bukan mahasiswa dari kampusnya. Kelelahan kentara sekali di wajah mereka, tentu karena mereka berlari sementara para polisi mengejar mereka dengan bantuan kendaraan.

"Saya nggak peduli sama mereka," ucap Santoso tanpa ragu. "Begini. Kalau kalian mengajukan syarat tidak masuk akal, saya juga bisa. Saya bakal melepaskan celana saya, tapi kalian harus berjanji untuk mengatakan kepada para wartawan bahwa kalian memukuli kami di ruangan ini. Bagaimana?"

"Apa?" Salah seorang aparat mendekat, tampak siap menebas dengan laras panjangnya. "Kamu mau menjatuhkan kami? Itu kebohongan! Kami hanya mengamankan kalian di sini sampai bala bantuan kepolisian datang dan membawa kalian untuk diwawancarai."

Santoso sudah membuka kancing celananya. "Kenapa? Salah satu hukuman yang pantas untuk pelecehan itu bagi saya fitnah. Karena fitnah lebih kejam dari pembunuhan."

Untungnya, sebelum Santoso benar-benar menurunkan celananya, seseorang mencoba membuka paksa pintu ruangan dari luar dengan kasar. Seluruh perhatian kini tertuju pada pintu tersebut.

"Buka pintunya!" Itu suara Wening. Santoso tidak menyangka Wening akan mempunyai tenaga sekuat itu mengetuk pintu ruangan dengan jemarinya yang lurus dan lentik. "Saya tau di dalam ada banyak aparat kepolisian dan juga para pendemo. Tolong lepaskan para demonstran dan berdamai kalian semua."

Santoso mengenakan celananya lagi dengan benar. Baru saja ia akan menasihati Wening bahwa apa yang dilakukan gadis itu sia-sia sampai akhirnya Wening membuka sendiri kartu rahasianya. "Saya Wening Soeryo Diningrat! Putri bungsu Soeryo Diningrat, kalian pasti tau ayah saya orang terkaya nomor satu di Indonesia jadi sebelum ayah saya dengan mudah membeli karir dan kehidupan kalian, turuti kemauan saya sekarang juga. Dasar, orang-orang dewasa! Kalian yang berulah, saya yang hanya remaja kena imbasnya!"

Baru saja Wening ingin menjajal hidup sederhana. Namun, sebagaimana remaja pada umumnya, kelabilan adalah bumbu utama kehidupan mereka jadi Wening detik ini tidak lagi ingin naik becak. Bahkan jikalau perlu, ia bisa menunjukan kepada semua orang yang ada di sini bahwa hari ini ia bisa mendatangkan pesawat jet pribadi miliknya di Halim yang terparkir di sudut bandara.

Tanda SeruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang