"Pergi dari Indonesia atau kau akan mati menderita." Itu seruan yang mengerikan, tetapi kenapa masih banyak yang bertahan di negeri ini?
Santoso merelakan beasiswanya demi menjadi musuh pemerintah, alhasil ia harus meninggalkan Indonesia. Hanya ada...
Halo! Maaf ya telat update uhuhu. Untuk menebus kesalahan, ada double update! Oh, iya. Karena notifikasi Wattpad belum sepenuhnya pulih, join channel WhatsApp di link bio Wattpad-ku ya. Kalau mau update, aku kasih pemberitahuan di sana.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Selamat membaca! Yang betah ya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
You Can Trust My Man
===
Konferensi dihentikan seketika. Acara yang seharusnya membawa kabar baik bagi seniman Indonesia itu berakhir kelabu. Apakah bisa Arumi tetap mendanai mereka kala cobaan dalam rumah tangganya dengan sang suami tiba?
Arumi memasuki mobil Santoso dengan jantung berdegup kencang, lebih tegang dibandingkan pertama kali ia menari di atas panggung. Lensa kamera berusaha menembus kaca mobil Mustang tersebut. Sayangnya, kaca mobil itu tidak meredam suara dengan baik. Riuh suara wartawan mengelilingi mobil Santoso, menghujaninya banyak pertanyaan.
"Pak! Katanya bapak kandung Pak Santo di penjara karena kasus penyiksaan dan judi? Bisa dijelaskan? Apa benar Djaksa itu adalah bapak kandung—"
Pertanyaan belum selesai, pertanyaan lain datang. "Kepolisian berhasil menangkap pengedar narkoba berskala internasional di pulau Sumatera. Apa benar Bapak mengenal pengedar narkoba bernama Agatha tersebut? Sumber dari kantor lama Bapak di Amerika pernah melihat Agatha masuk ke kantor Bapak beberapa kali."
Santoso meremas stir mobil, menahan untuk tidak menginjak gas lebih kencang. Arumi yang melihat urat-urat tegang di wajah suaminya pun menyentuh lembut pipi Santo. "Mas mau aku gantikan menyetir? Mas kelihatan lagi pusing banget," tawarnya.
Sentuhan itu sangat berarti. Sentuhan yang ia inginkan sedari dulu. "Nggak, Dek. Mas masih bisa fokus." Santoso mengganti gigi sebelum menyerahkan satu tangannya ke paha Arumi. "Kalau saya mumet tinggal lihat kamu. Pusing saya hilang."
"Kalau aku yang pusing, lihat siapa dong? Lihat kamu malah makin pusing." Santoso tertawa dengan ucapan Arumi. Merasa tidak enak, Arumi menambahkan. "Maaf, Mas. Kenapa ya aku belum bisa kasih cinta aku sebesar Mas kasih cinta Mas ke aku?"