24

848 169 175
                                    

Wah, cepet sekali targetnya tercapai. Keren banget kalian. Kalau gini bisa update tiap hari jadinya WKWK 😭
Next update, 120 vote dan 120 comment. Hayo bisa nggak ya?

 Hayo bisa nggak ya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Poor Girl

===

Teater tersebut dipenuhi orang-orang berpakaian formal. Sembari berjalan Santoso merapihkan jas serta tatanan rambutnya. Berkali-kali ia menyisir surainya yang dipotong pendek rapih menggunakan kelima jemarinya. Ia bukan laki-laki necis yang takut kalah soal penampilan tapi di teater ini, ia jelas-jelas ingin penampilannya tampak menarik. Meski yang ia incar mungkin saja tak melihatnya duduk di kursi terdepan karena seluruh sorot cahaya mengarah ke panggung utama.

Santoso langsung mengenali Arumi kala tirai merah raksasa terbuka perlahan. Wajahnya lebih dewasa tetapi postur badannya tidak jauh berbeda. Arumi mengikuti tempo pengiring instrumen dengan lihai, bahkan di beberapa kesempatan ia sempat menutup matanya. Terbawa suasana.

Jantung Santoso berdegup kencang ketika Arumi melompat tinggi lalu berputar 360 derajat di udara. Takut bila perempuan itu terjatuh tapi justru Arumi mendapatkan tepuk tangan meriah dari aksinya. Lima belas menit berlalu, pertunjukan pun selesai. Para pengiring beserta penari naik ke atas panggung, saling berpegangan tangan dan memberi salam hormat.

"Nice jump, Rumi!" puji pria bertubuh kurus yang melemparkan handuk basah untuk Arumi. "By the way, setelah membersihkan diri, bisakah kau keluar sebentar? Ada yang ingin bertemu."

"Siapa?" tanya Arumi sambil melepaskan aksesoris dan mengurai rambutnya.

"Namanya Santoso. Kau tau, dia pengacara yang pernah menangani kasus di Gilliard--"

"Apa?" Tanpa sadar Arumi melepas rok baletnya kasar. "Santoso?" ulangnya memastikan bahwa apa yang dikatakan Matteo atau kerap ia panggil Matt ini benar.

Matt mengembuskan napas, membantu Arumi melepaskan kostum baletnya. "Did you know him? Kenapa kau tidak pernah mengatakan mengenal pengacara hot itu kepadaku?"

"No, Matt. Dia masih suka perempuan, I guess," Arumi tertawa geli sendiri. "Terakhir kali aku bertemu dengannya tujuh tahun lalu, maybe? Bahkan aku lupa suaranya."

Mereka tidak benar-benar kehilangan komunikasi, tapi sebaik-baiknya komunikasi jarak jauh, pasti menemukan celah kesalah pahaman. Memorinya terpatri mengingat beberapa surat balasan Santoso tempo dulu yang membuat respek Arumi berubah pada laki-laki yang telah menyelamatkan nyawanya itu.

Kepada,
Arumi Sekar,

Nilai semester ini tidak begitu bagus, bahkan turun dari semester kemarin. Saya sangsi kamu benar-benar kuliah. Saya kirimkan uang, pakai ini untuk biaya hidup jadi kamu tidak perlu memikirkan hal lain selain kuliah. Jangan terus menghubungi saya kalau nilai kamu belum naik. Mungkin surat-surat saya mengganggu belajar kamu.

Tanda SeruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang