16

787 122 140
                                    

Hai! Senang sekali mendapat respons dari kalian semua. Karena respons cukup baik, bagaimana kita tingkatkan targetnya supaya lebih greget?

80 vote and 80 comment for fast update? Jangan khawatir kalau target tidak tercapai, cerita ini tetap update hari Jumat depan.

===

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

===

"Bersabarlah, Anak Muda. Pemerintahan Indonesia akan jatuh dengan sendirinya." Pria berambut nyaris putih seluruhnya itu tertawa mendengar permintaan Santoso. "Kau tau apa yang membuat Uni Soviet runtuh?"

Santoso mengangguk. "Korupsi," jawabnya yakin. Berita keruntuhan Soviet terus ia ikuti bagai sinetron remaja dengan rating tertinggi. "Sebenarnya ada faktor lain, seperti penyebaran kesejahteraan yang tidak merata."

"Benar. Bukannya negaramu hampir sama kondisinya dengan Uni Soviet saat ini?"

"Booo! Bilang saja kau tidak mampu mengabulkan permintaan Santo!" ledek Gate.

Pria tersebut mengembuskan napas panjang. "Alright, promise is promise. Aku Viktor. Pengelola tempat ini. Aku akan mengabulkan permintaanmu tapi tidak dalam waktu dekat. Meski kami punya relasi presiden, itu sulit. Aku tidak ingkar seperti para pejabat di sana, aku hanya pendosa yang suka menepati janji." Viktor menepuk pundak Gate beberapa kali. "Sebagai jaminan, aku berikan kau petarung terhebatku. Kau boleh melakukan apa pun padanya."

"Apa saja?" Gate membelalak, kemudian menggigit bibir bawahnya menahan semangat. "Oh, kenapa aku menyukainya?"

"Oke, good. This girl is ours now. Can I kill her?" seloroh Johan, membuat Gate berpura-pura takut di belakang punggung Viktor, bukan ini yang Gate maksud.

"She's not yours, Johan. Dia milik Santoso." Viktor mempertegas siapa pemenangnya. "Kau bisa kembali ke sini kapan pun. Kau ingat kata sandi untuk membuka pintu gerbang, 'kan?"

Glazah bayatsa, a ruki dyelayut. Itu kata sandinya. Santoso mencoba mengingatnya kendati terbata-bata. Viktor memang tidak bisa sepenuhnya dipercaya tetapi seseorang yang tertekan, akan mempertaruhkan harapan sekecil apa pun.

Pada akhirnya mereka berakhir di jalanan kota Moskow penghujung musim gugur. Santoso mengeratkan jaket berlapis tiganya, belum terbiasa dengan suhu empat musim. Beberapa preman di jalanan tampak sangat ingin menerkam mereka tapi tidak ada berani maju satu pun. Itu semua berkat Gate, entah kali berapa ia menyapa satu persatu preman yang ia temui di jalan. Seperti Gate adalah bintang jalanan kota ini.

"Kenapa lo nggak minta duit aja puluhan miliyar? Lebih bermanfaat dibanding permintaan nggak jelas lo barusan." Johan mengeluh, asap putih hasil reaksi suhu dingin Rusia keluar dari mulutnya kala berbicara.

Tanda SeruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang