26

805 179 376
                                    

Lagi-lagi di bawah 24 jam bisa mencapai target.
Terima kasih atas komentar dan vote kalian ❤️🤩. Di bab selanjutnya kita bantai Santoso, tapi di bab ini lemesin dikit dulu. Selamat membaca.

Target 150 vote dan 150 comment ⚠️

Target 150 vote dan 150 comment ⚠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Negara Mana Pun

===

"Last but not least, jangan lupa baca surat itu. Dari wakil presiden Indonesia." Sebenarnya Hiro ingin tau siapa Jefery, apa saingan Santoso dalam dunia hukum? Sayangnya, kerjaan Hiro menumpuk kubikelnya yang terletak tepat di depan ruang kerja Santoso. "Yang itu aku tidak berani membuka isinya dan tidak mau merangkum untukmu. Aku permisi."

Selepas Hiro keluar dari ruangan kerjanya, tak lama pintu diketuk beberapa kali. Santoso tidak menoleh sedikit pun pada pintu. Ada yang lebih menarik, surat dari wakil presiden Indonesia khusus tertuju padanya. Ia meraih pisau lipat dan membuka surat itu hati-hati.

Ini ketiga kalinya pintu ruangan Santoso diketuk. "Come in," ujar Santoso lantang pada akhirnya mempersilakan.

"Siang, Pak Santoso." Surai hitam, mata coklat terang dengan tinggi kurang lebih 175 senti itu melenggang masuk. "Sepertinya kita berbicara dengan bahasa Indonesia saja." Jefery mengambil kursi di depan meja Santoso, duduk tepat berhadapan dengannya.

"Saya belum menyuruh kamu duduk," ketus Santoso masih memegang pisau kecil untuk menyobek amplop.

"Oh." Jefery pun segera bangkit berdiri dengan gerakan kikuk. Salahnya juga, seharusnya memang menunggu dipersilakan baru bertindak. "Saya ke sini untuk Arumi."

"Arumi yang menyuruh kamu?"

"Bukan. Kesadaran saya sendiri karena Arumi cerita Bapak sampai menguntit Arumi." Bermaksud membuat Jefery tidak nyaman tapi Santoso salah langkah. Dengan posisi Jefery berdiri sementara Santoso duduk, justru membuat Jefery tampak dominan menatap Santoso dari atas. "Saya minta Bapak menghentikan tindakan Bapak menguntit Arumi. Seharusnya pengacara seperti Bapak tau itu tindakan kriminal karena menganggu privasi seseorang."

Yang ditatap sibuk sendiri, membaca isi surat sembari memainkan pisau kecil di tangan kirinya. Lupakan kesan dominan itu, di ruangan ini Jefery tidak disambut sama sekali. 

Jefery mendengus, bagaimana ceritanya Arumi bisa mengenali orang seperti ini. "Seperti biasa. Semua orang Indonesia sama saja. Hanya yang memegang hukum yang bisa melanggar hukum itu sendiri. Bapak pengacara, bebas saja menguntit orang tanpa takut dihukum."

Kala satu saja kata hukum keluar untuk diperdebatkan, Santoso berambisi pasti akan memenangkannya. "Baik, mulai sekarang saya tidak akan menguntit Arumi. Saya akan terang-terangan kasih dia bunga tiap pagi di pintu apartemennya."

Kedua tangan panjang Jefery menekan meja kerja Santoso. Pemuda tersebut lebih bernyali. "Berhenti mendekati Arumi. Dia nggak nyaman."

"Anak laki-laki seperti kamu berani mengatur saya?" Santoso mengetuk-ngetuk meja kerjanya menggunakan pisau lipat. Suara ketukannya tak gentar menciutkan nyali Jefery.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tanda SeruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang