"Pergi dari Indonesia atau kau akan mati menderita." Itu seruan yang mengerikan, tetapi kenapa masih banyak yang bertahan di negeri ini?
Santoso merelakan beasiswanya demi menjadi musuh pemerintah, alhasil ia harus meninggalkan Indonesia. Hanya ada...
Happy New Year! Semoga update ini bisa menemani tahun baru kalian. Mohon maaf minggu lalu tidak update terjadwal, semoga tidak terulang lagi karena sudah mau mendekati penyelesaian konflik.
Sebagai gantinya, tidak ada target vote dan comment tapi please kasih bintang dan tinggalkan jejak ya. Karena aku suka sekali baca notfiikasi serta komentar hangat dan panas kalian WKWK.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tangan Kiri
===
"Percuma lo tinggi, buat apa? Benerin bohlam?" cerca Arumi, tanpa sadar sedikit berjinjit berada di sebelah Johan.
"Dari pada lo pendek, nggak bisa apa-apa," balas Johan sengaja menatap Arumi dari atas dengan jemawa. "Lo ngomong sama muka gue, jangan sama ketek."
Santoso menengahi, menarik Arumi. "Udah, Han." Biar pun Johan temannya, Santoso tidak tega mendengar fisik Arumi dijadikan bahan perdebatan. Kendati Santoso juga tau, bahwa Johan tidak benar-benar serius. "Jangan diambil hati, Johan cuma bercanda."
"Kata siapa gue bercanda?" bantah Johan tidak terima. Pertarungan babak kedua telah dimulai, seorang perdana menteri negara Eropa melawan wakil mafia Jepang. Tetapi mereka berempat punya pertarungan sendiri di sudut arena.
"Omong-omong, aku udah bisa bahasa Indonesia, so I can join conversation." Beberapa tahun lalu, ia hanya menunggu bosan ketiga temannya bercakap-cakap sambil menerka-nerka, apa yang mereka bicarakan. Bisnis tumbuhan terlarangnya di daerah Sumatera membuat Gate cukup pandai berbahasa daerah serta Indonesia. "Rumi, kamu harus tau. Santoso itu sengaja mengundang kamu ke sini sekalian napak tilas dan pamer badan. Dia dua minggu terakhir sengaja bulking supaya badannya agak bagus," beber Gate.
Logat Rusia Gate masih agak kental tapi Rumi kagum dengan kosa kata Gate yang sudah banyak, seperti tapak tilas. "Serius? Itu cara anak remaja yang mau cari perhatian lawan jenis."
"Sebenernya, itu cara hewan buat narik perhatian betina. Biasanya pamer badan," ledek Gate.
"Secara spesies kita ini mamalia," tambah Johan, membuat Gate memutar bola mata malas.
Jefery merasa tidak dibutuhkan dalam lingkaran itu. Ada satu waktu yang tidak Jefery tau tentang Arumi, dan pada waktu itu, Santoso beserta teman-temannya yang mengisi. Jefery memilih turun dari kursi penonton, hendak keluar dari gedung Underneath.
"Jefery ke mana?" tanya Arumi, menoleh ke sekitar.
"Dia udah besar, nggak perlu kamu cari. Bisa pulang sendiri." Santoso duduk di kursi yang seharusnya ditempati Jefery. "Habis ini gimana kalau kita jalan-jalan sebentar? Masih ingat nggak dulu kita pernah ke toko busana balet dekat sini?"
Arumi mengambil tisu dari dalam tas kecilnya lalu mengelap keringat di dahi Santoso. "Aku harus temuin Jefery dulu." Sebelum Arumi beranjak, Santoso menarik Arumi hingga duduk kembali. "Mas," rayu Arumi. Tetapi tujuan rayuannya bukan untuk dirinya, ia merayu untuk menemui laki-laki lain.