Gibran memasuki rumahnya ia dikejutkan dengan sosoknyang kini berada didepan nya"Bang rasyaa" ucap Gibran
"Dari mana Lo" ucap Rasya dengan dingin tatapan nya tajam
"Itu bang gibran dari ..."
"Kelayapan iyaa" potong Rasya. Rasya mulai maju mendekati Gibran
"Gak bang Gibran tadi dari rumah bang Indro" jelas Gibran pada Rasya
Rasya terus menatap Gibran dengan tatapan yang tidak bersahabat
"Ternyata selain gak berguna Lo itu pembohong ya" Rasya mengucapkan itu dengan nada meremehkan
Gibran sontak menggeleng kepalanya, ini pertama kali ia berbicara banyak dengan Abang nya. Namun bukan kehangatan yang ia dapatkan hanya lah makian yang ia dapat kan
"Gibran gak bohong bang" ucap Gibran
" Jangan pernah panggil gua dengan sebutan itu, karena Lo bukan adik gua paham" ucap Rasya penuh dengan penekanan
"Guaa adik Lo bang"
"Kalau gua gak mau akuin Lo gimana" ucap Rasya menantang.
Gibran mematung mendengar ucapan rasyaa. Kini bukan hanya itu yang ia rasakan ia juga merasakan sakit kepala yang menghantam dirinya. Kini ia sadar penyakit nya kambuh lagi
"Kenapa Lo diam, gak terima guee bilang gituu"
Gibran masih diam kini ia bener bener tidak bisa mengkondisikan dirinya
"Bang Gibran pamit kekamar ya"
"Selain pembohong Lo juga kurang sopan ya" ucap Rasya tak bersahabat
"Dengar Gibran Lo itu hanya benalu dikeluarga ini paham "
"Jadi Lo lebih baik sadar diri posisi Lo dirumah ini, masih mending bokap dan guaa mau nampung Lo disini" ucap rasyaa
Bagai ditusuk jarum yang menembus dihatinya kata kata yang dikeluarkan Rasya membuat Gibran hancurr. Ditambah penyakit nya yang kambuh Gibran tidak kuasa lagi menahan diri, tanpa berpikir lagi Gibran berlari kekamarnya menghiraukan Rasya yang memanggilnya
" GAK SOPAN LO" teriak Rasya pada Gibran
........
BRAKKK
Gibran membuka kasar pintu kamarnya ia, segera ia menutup kembali pintu kamarnyaKedua tangan nya kini memegang kepala nya. Sakit itu yang kini Gibran rasakan, rasanya badannya sudah tidak dapat digerakkan lagii
"Arghhhhhhhhhhhh" rintih nya Gibran menjambak Jambak rambut nya
"Sakittt,kenapa makin sakit ya Allah" ucap Gibran dengan nada lemah
Gibran berusaha mendekati sebuah laci dan mengambil obat yang sedang ia butuhkan. Dengan sigap ia meminum obat itu.
Efek obat itu memberikan reaksi setidaknya kini kepala nya tidak sesakit tadi, ia berdiri secara perlahan
Setiap kata kata yang dikatakan Rasya bagaikan kaset yang terus berputar secara berulang ulang di ingatan nya
"Ternyata Lo juga kaya papa ya bang"
"Gua harus apa buat dapat perhatian kalian"
"Apa gua nyerah aja"
Gibran terus bermonolog pada dirinya sendiri ia bener bener hancur tubuhnya merosot kebawah dengan tatapan kosong
"Sampai kapan Lo harus bertahan gib"
.......
Rasya kini sedang berada dikamar nya, ia mengingat kembali kata kata yang ia lontarkan ia merasa bersalah pada Gibran
"Arghhhhhhhhhhhh kenapa jadi gini sih" .
"Sya Lo kan tadi mau nanya dia dari mana bukan maki maki dia" monolog Rasya
"Tapi dia kemarin dari mana kenapa tidak pulang" Rasya mulai penasaran
"Tapi kenapa gue jadi mikirin dia " monolog rasya lagi
"Apa guee Udah nganggap dia " Rasya masih heran dengan tingkah nya tadi, itu adalah obrolan terlama yang telah ia lakukan dengan adiknya walau harus melalui makian
........
'halo gib Lo kerjakan sekarang' ucap seseorang diseberang telp
"Eh iya bang bentar lagi gibran berangkat " jawab Gibran
'gua tunggu lu' ucap orang itu mematikan telp nya
Gibran segera bangkit dari posisinya mengambil handuk segera beres beres dan berangkat kerja