Rasya yang sedang dipuncak bersama riko, hanya murung tidak ada diantara mereka yang menikmati liburan
Rasya memikirkan kondisi Gibran dirumah yang seorang diri, Gibran juga ketika di telepon tidak mengangkat
Riko pun sama ia sebenarnya tak tega meninggalkan putra bungsu nya itu dirumah namun apalah daya gengsi dan ego nya lebih tinggi saat ini
"Pa" Rasya memanggil Riko
"Iya sya" jawab Riko
"Kira kira Gibran gimana ya dirumah" ucap Rasya dengan nada khawatir
Riko terdiam ia juga khawatir dengan Gibran "alah ngapain juga kamu pikirkan anak sialan itu, dia juga sudah biasa ditinggal" ucap Riko cuek
"Papa Gibran punya nama dia bukan anak sialan pa" gertak Rasya
Riko diam ia masih terlalu gengsi untuk mengakui Gibran saat ini
"Pa jangan sampe papa nyesel ya" ucap Rasya penuh penekanan
"Rasya tau papa udah mulai sayang sama adik" ucap Rasya lagi
"Saran Rasya pa jauhi deh sifat ego papa, sebelum terlambat" ancam Rasya
"Oiya pa tidak ada kemungkinan kan jika Gibran gak ketemu mama" ucapan Rasya yang terakhir membuat Riko geram
"Dia gak akan ketemu dengan wanita itu" ucap Riko memukul meja dengan keras
"jika ia dapat kasih sayang dari mama kenapa papa gak izinin dia untuk ketemu mama" ucap Rasya dengan nada meledek papanya
"Dengar Rasya tidak ada salah satu dari putra papa yang akan tinggal dengan wanita itu" ucap Riko
"Papa egois" ucap Rasya pergi
.........
Hidup Gibran sunyi, sepi, apalagi sekarang sudah tidak ada lagi yang menemaninya, bima gak tau semenjak kejadian malam itu ia juga tak pernah muncul dihadapan Gibran
Naura juga semenjak Rasya kepuncak ia lebih menjadi pendiam, mungkin karena ia merindukan Rasya
Gibran sekarang sedang bekerja, ia sedang mencuci piring namun sakit kepala nya kambuh "arghh" rintihannya
Karena tak tahan lagi dengan sakitnya ia tak sengaja menjatuhkan piring itu ke lantai
"Astaghfirullah " ucap Gibran spontan ia juga terkejut dengan suara pecahan itu
Al yang mendengar suara itu berlari menuju dapur, pemandangan yang ia lihat adalah Gibran yang hendak memegang pecahan piring
"Apa yang Lo lakukan" ucap Al sedikit membentak
Gibran berdiri " maaf bang ini salah Gibran" ucap Gibran gugup
"Ya salah Lo lah kalau gak Lo siapa lagi" ucap Al
"Lo itu ya bisa gak sih ngelakuin pekerjaan itu yang benar"
"Perasaan gak ada yang becus" sindir Al
"Lihat piring gua pecah, bahkan gaji Lo aja gak akan sampai untuk mengganti nya" ucap Al lagi
"Heh pastas bokap Lo lebih sayang dengan Abang Lo" sindir Al lagi
Walau Al tidak tau siapa orang tua Gibran tapi ia tau perlakuan keluarga nya pada Gibran
Mendengar perkataan Al, Gibran cukup sedih. Abang yang biasanya menjadi tempat ia curhat ini juga ikut membenci nya hanya karena kejadian satu malam itu
Bahkan tak segan segan mengeluarkan kata kata kasarnya
"Maaf karena hanya menjadi beban DIDUNIA ini" ucap Gibran
Al kali ini kaget karena ia melihat Gibran yang mimisan "gib Lo mimisan" kali ini nada bicara Al sedikit khawatir dan pelan
Gibran menepis tangan Al "gak usah" ucap Gibran "biar Gibran aja yang bersihkan" ucapnya sambil menutup hidung nya "sekali lagi Gibran minta maaf" ucapnya lalu pergi ke kamar mandi
Al mematung sungguh ia tak sadar telah mengeluarkan kata kata tadi, jujur ia emang kecewa dengan Gibran tapi ia juga khawatir dengan Gibran terlebih dengan melihat Gibran mimisan
Gibran juga tak pernah ceroboh makanya al sedikit kaget ketika Gibran tak sengaja menjatuhkan piring itu
"Lo aman kan gib"
......
Gibran membersihkan mimisannya yang tak ada hentinya keluar "berhenti dong" ucapnya dengan tangan yang sibuk membersihkan
Ia merasa mual dan sakit kepala bersamaan
"Arghhh sakittt" ucapnya
"Tahan gib ini tempat kerja" batin Gibran, ia tak mau teriakan nya terdengar oleh orang orang yang ada diluar terlebih Al
.........
Indro masih mengingat kejadian malam itu dimana Gibran mengingkari janjinya
Sebenarnya ia merasa ada yang aneh dengan kejadian itu, makanya ia memilih menjauh dulu dari Gibran
Ia tak mau jika kekecewaan nya ini akan mengatakan hal yang tidak tidak pada Gibran sebelum tau kebenarannya
Dari kejadian itu Indro tak lagi menyapa Gibran, bahkan Gibran yang akhir akhir ini sering dihukum guru terbayang bayang diingatan nya
Flashback on
"Itu Gibran kan" ucap Indro
Indro melihat nya dari jauh, ketika Gibran berlari mengelilingi lapangan ditengah terik matahari
Ia juga melihat wajah Gibran pucat setiap kali di hukum
Keesokan nya ia melihat Gibran tengah hormat pada tiang bendera
Ia ingin menghampiri Gibran namun ia tak mau karena ia takut ada kata kata yang menyakitkan untuk Gibran keluar dari mulutnya
Lalu sebelum pulang sekolah ia juga melihat Gibran pulang dengan pakaian kotor dan basah
"Lo kenapa gib" tanya Indro
Flashback off
"Lo kenapa gib" ucap Indro sendiri
"Ada apa dengan Lo"
"Gua harap gak ada yang ganggu Lo gib" ucapnya lagi
"Apa gua telepon bima aja ya" ucap Indro lalu menelpon bima
Bima mengangkat telepon itu
"Halo ada apa" tanya bima sedikit dingin.
"Gua mau nanya, soal Gibran" ucap Indro
"Heh bukan nya Lo udah tidak peduli ya" ledek bima
"Gua serius bim"
"Gua juga lebih serius, udah ya bye gua sibuk" ucap bima mematikan telepon
"Arggh, bima sialan"
...........
Lagi lagi Gibran hanya sendiri dirumah, semenjak orang orang menjauhinya yang bisa ia lakukan adalah melampiaskan dirinya di kamar mandi dengan mambasahi dirinya
Ia bahkan menanggung dan tidak sengaja ketiduran disana, karena hanya ini lah pelampiasan kesedihan pada dirinya yang pas
Rasa dingin itu dan aliran air itu seperti penyapu atau pembersih semua masalahnya, ia merasa tenang walau ketika kambuh penyakit nya ia akan merasa sangat tersiksa
"Bang Rasya sama papa, pasti menikmati liburannya kan" monolog nya
"Gibran harap kalian bahagia terus ya"
"Gibran gak papa kok begini, toh emang dari kecil Gibran udah sering diginiin" ucap Gibran
"Kalau Gibran mati, Gibran udah maafin kalian"
Bersambung
![](https://img.wattpad.com/cover/372272334-288-k976279.jpg)