bab 34

503 38 6
                                    




Malam itu Gibran, Rasya, dan Riko tengah melakukan makan malam

"Rasya" panggil Riko pada Rasya

"Iya pa kenapa" tanya Rasya

"Besok kamu ada waktu gak" tanya Riko

"Hmm kosong sih pa"

"Bagus besok kita pergi kepuncak ya" ucap Riko

Rasya tersedak saat makan, biasanya ia akan mengiyakan ajakan papanya tapi sekarang ia tidak akan tega meninggalkan Gibran sendiri

"Pa kalau kita pergi Gibran gimana" tanya Rasya tergesa gesa

Merasa namanya disebut dan kini tengah menjadi sorotan dimeja dirinya merasa bimbang terlebih melihat tatapan papanya yang tidak pernah beda ketika melihatnya yaitu tatapan dingin

"Ya itu sih terserah anaknya" ucap Riko cuek, rasya melihat Gibran "gib Lo ikut ya" ajak Rasya memegang tangan Gibran

Gibran melihat Riko, sungguh sebenarnya ia ingin ikut tapi jika ia ikut Gibran takut dirinya hanya akan merusak momen Rasya dan papanya

"Gak bang Lo aja" singkat Gibran

"Apa sih gib Lo ikut ya" ajak Rasya lagi

"Gak bang gua gak mau ikut" ucap Gibran

"Gak Lo harus ikut" paksa Gibran

"Udah Rasya kalau anak nya gak mau ikut gak usah dipaksa" ucap Riko dingin

"Lagian ada dan tidak adanya dia juga gak penting" sambung ucapan Riko

"Pah" gertak Rasya

"Udah bang yang dibilang papa benar ada dan tidak ada nya gua itu gak penting, Lo pergi ya nikmati liburan Lo dengan papa, masalah surat izin sekolah Lo biar gua yang kasih ke guru" ucap Gibran berdiri dan pergi menuju kamarnya

Rasya dan Riko hanya diam tanpa membujuk Gibran lagi "padahal papa berharap kamu ikut gib, tapi kenapa kamu tolak" batin Riko sedih


..........

Baru melangkah masuk kekamarnya Gibran sudah dihadapkan dengan penyakitnya yang kambuh

Mimisan tanpa henti itu Gibran bersihkan dengan sigap, mual dan sakit dikepalanya kini menyerang bersamaan

Ia memuntahkan isi perutnya yang keluar kali ini adalah darah

Gibran menjambak rambutnya berharap rasa sakitnya hilang namun ia malah dikaget kan dengan rambutnya yang semakin banyak yang rontok

"Apa sebentar lagi gua bakal botak ya" ucap sedih dengan tatapan kosong

"Gib nasib Lo menyedih kan banget sih" batinnya

............

Hari sudah siang jam istirahat anak anak sudah tiba Gibran yang penyakit nya kambuh segera menuju toilet agar tidak ada yang curiga

Saat istirahat kelas sangat sepi, Leo mengendap ngendap masuk dan mendekati handphone nya Gibran

Ia mengambil dan membuka via chat

"Bang Indro nanti malam ketemu di taman ada yang mau Gibran omongin" chat Gibran

"Oke" chat Indro

Selanjutnya Leo menekan satu nama kontak lagi

"Bang Al Gibran mau ngomong sesuatu malam ini bisa ketemu di danau dekat caffe gak" chat Gibran

"Bisa banget malah" chat Al

Leo tersenyum ia meletakkan lagi handphone nya di laci Gibran

"Sekarang kita lihat hasil akhirnya"






..........

Di toilet Gibran ngedrop parah sakit kepalanya seperti kepalanya itu lah yang ingin pecah

"Argghh!! Sakit" rintihan kecil nya

Gibran meraih obat disakunya dan meminumnya

"Plisss mendingan pliss" harapannya agar kepalanya kembali mereda

Syukurnya tak berapa lama sakitnya hilang, Gibran keluar dari toilet ia malah melihat kanza sudah ada didepan toilet

"Mimpi apa gua ngeliat orang picik dihadapan gua sekarang" Sindir kanza pada Gibran, tak ambil pusing Gibran tetap melanjutkan langkahnya

"Itu tuh manusia yang gak pernah diajarkan sopan santun" Sindirnya lagi

Gibran menghentikan langkah nya, sungguh ia sangat lelah tenaga nya habis karena penyakit nya kambuh

"Seterah Lo mau sindir gua apa za, gua salah ataupun bener Lo juga gak peduli" ucap Gibran

Kanza membalikkan badannya menghadap ke Gibran, namun Gibran membelakangi posisinya sekarang

"Emang ya manusia hanya bisa menyimpulkan tanpa mau mencari tau kebenaran nya" ucap Gibran

"Oiya za kalau gua pergi Lo jangan nyariin gua ya" sambung Gibran

Gibran melanjutkan langkahnya, kanza masih memikirkan semua kata kata Gibran, kata kata yang memiliki arti banyak dan makna yang banyak

"Pergi maksudnya " batin kanza

percaya (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang