XXIV

111 10 0
                                    

Beberapa bulan berlalu, and his grieves hasn't come to an end.

Ia masih merasa bersalah akibat Aksara yang tidak dapat balasan dari confessnya. Bahkan ketika ia meninggal, Aksara baru mendapat balasan dari cintanya.

Dan sekarang pemuda itu sudah ada di ujung jendela kelasnya, pemandangan langsung terpampang tanpa tertutupi dinding. Tubuhnya berniat ia jatuhkan ke bawah, sebelum ia melihat seorang anak laki laki dengan tubuh penuh luka.

Anggara seperti mengenali sosok itu, ia kembali kedalam. Menerjang orang orang yang berniat menghentikannya dari bunuh diri.

Ia turun dari bangunan 13 lantai itu, berlari hingga sampai di lantai paling bawah. Memeluk sosok yang ia kira sudah mati.

"Aksara!!" Bocah itu menatapnya bingung, Anggara mengendurkan pelukannya menatap wajah anak itu.

Mirip Aksara, tapi tidak juga. "Maksud om apa? Aku Agra" Anggara membeku. Ia salah orang?

"Aksara itu siapanya om?" Anggara terduduk lemas. Ia pingsan.

Matanya membuka, menatap sekitarnya yang hanya putih, putih dan putih. "Asa?" Tubuhnya yang lemas ia paksa bangun hingga nyaris terjatuh.

"Om kenapa?" Anggara memeluk Agra erat, meraih bocah itu ke atas kasurnya. "Maaf ya? Aku waktu itu nggak jawab confess kamu" Agra hanya menatapnya bingung.

"Confess itu apa?" Anggara menggeleng "bukan apa apa" ia mengelus kepala Agra dan dapat dirasakan air mata jatuh.

Agra mengusap pelan air mata Anggara, "om kenapa nangis..?. Agra kan jadi nangis juga..." dan berakhir dengan mereka berdua menangis di dalam ruangan bau obat obatan itu.

Entah apa yang mereka tangisi, dan entah apa yang mereka alami hingga menangis sejadi-jadinya.

Perjalanan hari ini selesai dan saatnya beristirahat

Hore, end

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang