LI

129 16 0
                                    

Memasuki kawasan sekolah, membuat Gelang semakin was was. Ia takut.

Arson mencoba menenangkannya, bahkan mereka semua masih ada di mobil. Tidak beranjak dari sana.

Anggara ikut membantu dengan meminta Gelang untuk menarik nafas dan menghembuskannya hingga ia tenang.

Dan akhirnya Gelang kembali tenang, tangannya sudah tidak gemetar lagi. Anggara keluar, menggandeng Gelang dan Agra, sedangkan Arson menggandeng Gelang di tangan kirinya.

"Ini kelasnya Agra, kelasnya Gelang sama Arson diatas ya" Gelang mengangguk. Tangannya semakin erat mencengkram tangan Anggara.

Mereka menaiki lantai dua, mencari kelas Gelang dan Arson. Kelas XI IPS 3. Gelang dan Arson memasuki kelas.

Sebelum itu Anggara memanggil mereka lagi, mengecup dahi keduanya lalu berpamitan. Gelang dan Arson duduk di kursi yang memang di sediakan.

Sebelum kemudian keluar lalu pergi ke kelas Agra. "Adek~!" Agra yang sedang melamun terkejut ketika Gelang memeluknya.

"Kenapa nggak dikelas, Abang?"

Gelang menggeleng, "nggak mau" Agra menghela nafas. Ia melirik jam, 6:30. Sepuluh menit lagi masuk.

"Balik kelas gih, Bang. Udah mau masuk" Gelang terdengar merengek sebelum akhirnya ditarik Arson.

"Adek~!"

Agra melambaikan tangan dan Gelang pun menghilang di balik pintu. Arson menggendong Gelang ala koala karena anak itu memberontak.

"Lepasin, Ar!!" Pekiknya. Arson memasang seatbelt Gelang yang terpasang di kursinya. "Ish! Harus banget apa?!" Arson terkekeh.

"Kalau nggak gini, kamu nanti kabur, Bang" Gelang menggembungkan pipinya dan kedua tangannya dilipat di depan dada.

Arson terkekeh. Tak lama bel berbunyi kencang, Gelang semakin kesal, kan ia ingin bersama adiknya!

Tak lama guru masuk, sepertinya itu wali kelas mereka. "Baik anak anak, kita kedatangan dua murid baru, silahkan maju" Arson melepas seatbelt Gelang lalu menggandeng tangan yang lebih tua.

"Nggak usah digandeng!" Pekiknya, namun Arson tetap memegang tangannya, bahkan semakin erat. "Arson Arbeid Diasa" Gelang terlihat merajuk, menggigit gigit bibirnya lalu berbicara dengan bibir yang mengerucut seperti bebek.

"Gelang Arbeid Diasa..."

"Baik, apakah ada yang ingin kalian tanyakan pada keduanya?" Beberapa murid langsung mengangkat tangan.

"Baik, apa yang ingin ditanyakan Dimas?"

"Hobi kalian apa?" Wali kelas mereka menatap Arson "kalau Gelang sih suka melukis, dan aku suka menulis" guru itu kembali menatap lautan murid murid.

"Baik, Fahri?"

"Kalian punya sosmed nggak?" Arson dan Gelang menggeleng, walau sudah diberi ponsel oleh Anggara, keduanya sangat jarang menggunakan ponsel, bahkan dari awal diberi, bisa dihitung jari berapa kali mereka memainkan ponsel yang diberikan.

"Lho, kok nggak punya?" Arson hanya tersenyum. "Baik apa masih ada yang ingin ditanyakan? Tidak? Oke, karena Arson dan Gelang masih baru jadi kita tidak belajar dulu ya, supaya kalian berkenalan dengan mereka berdua" sontak, suara sorakan terdengar keras.

"Kita udah boleh duduk Bu?" Guru itu mengangguk "terimakasih ya" Gelang langsung berlari ke arah meja mereka lagi.

Arson mengikuti dari belakang, tak lama ia sudah kembali memasangkan seatbelt pada Gelang. "Ar! Lepas ya?" Arson menggeleng.

"Nggak ah, nanti Abang hilang"

Gelang berdecak sebal, tak lama ketika guru itu keluar, murid murid langsung mendekati mereka "Arson dan Gelang ya? Kenalin gw Revan, ketua kelas disini" "gw Rika, wakil ketua kelas" "aing Axelsen, sekretaris, Ama si Bangsat ini Historia Bendahara" terdengar protesan dari yang bernama Historia itu.

Namun tak digubris oleh Axel. Arson mengangguk angguk saja "salam kenal semuanya" Gelang terlihat menarik narik seatbelt nya.

"Kenapa, Abang?"

Gelang berdecak kesal, "lepasin!" Arson menggeleng "Abang berani ngasih jaminan apa kalo aku lepas seatbelt nya?" Gelang terdiam.

Sepertinya keduanya lupa sedang berada di publik. "GEMES BANGET, THA" teriak seorang perempuan. Perempuan yang satunya juga ikut memekik dengan tangan yang memegang ponsel dengan kamera yang merekam dan hidung mimisan.

"Mantap jiwa."

Gelang yang masih merajuk dan bergumam kesal itu akhirnya terdiam ketika dot silikon itu menempel di mulutnya.

Gelang akhirnya diam, ia mengambil alih botol susu itu dari tangan Arson lalu membelakangi Arson.

Kelas yang tadinya ricuh langsung sunyi, sebelum kembali ricuh dengan pekikan para perempuan yang gemas.

"ANJIR MATI BENERAN GW GEMES BANGET WOEE"

"JANGAN MATI DULU PEKOK GW NGELIAT KEGEMESAN INI AMA SIAPA"

"Anjir nyawa gw rasanya melayang"

"Lucu banget anjir, asam lambung gw ampe turun lagi"

"Terimakasih Tuhan telah memberikan keajaiban"

Dan lain lainnya. Arson terkekeh melihat Gelang yang menggigit gigit dot silikon itu. Ia mengelus elus pipi Gelang yang menggembung sebelum tangannya di pukul Gelang.

Perjalanan hari ini selesai dan saatnya beristirahat

Anjai dobel up tuh aing

Asa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang