Anggara meneguk kopinya lagi lalu bangkit, ia mendengar salah satunya menangis di kamar. Anggara masuk ke dalam kamar, melihat Arson yang menangis kali ini.
Anggara menghela nafas lelah, ia mendekati Arson lalu memeluknya "kenapa, Sayang?" Arson memeluk erat Anggara, masih menangis di pundaknya.
"Kenapa, Sayang?"
Arson menggeleng tidak ingin menjawab, Anggara menghela nafas, ia mengelus punggung Arson sembari bergumam pelan.
"Huks Abang punya Arson..."
Anggara terkekeh "iya, Angga punya Arson" beberapa menit kemudian Arson kembali terlelap. Anggara menaruh Arso di kasur lalu menyelimutinya. Anggara akhirnya memilih untuk duduk di pinggir kasur, menatap ketiganya lalu fokus pada kerjaannya yang menumpuk.
"Abang...?" Anggara menoleh, ruangan itu cukup gelap dan hanya diterangi lampu kecil berwarna merah.
"Kenapa Sayang?" Gelang mengangkat tangan, Anggara menaruh laptopnya lalu mendekati Gelang.
"Pangku." Anggara mengangkat Gelang dengan mudah, anak itu walau lebih besar ia masih bisa mengangkatnya, ia terbiasa mengangkat Aksara.
Gelang duduk di paha Anggara dengan mata yang masih sayu, menatapnya dalam lalu memeluk lehernya ketika Anggara menyadari tatapannya.
"Kenapa, Sayang?" Gelang menggeleng, ia menatap kakinya yang dibalut kaus kaki tebal, "panas" Anggara menggeleng ketika melihat tangannya akan melepas kaus kaki itu.
"Jangan, kamu nanti kedinginan" Gelang menatap Anggara dengan mata berkaca-kaca, "panasss, lepas!" Anggara menghela nafas.
Ia melepas kaus kaki Gelang tapi mengusapkan minyak telon pada kaki remaja itu, Anggara mengetik menggunakan satu tangan, dan tangan lainnya mengelus punggung Gelang.
Nafas pemuda itu mulai teratur dan secara perlahan ia kembali terlelap. Anggara kembali menaruh Gelang di kasur.
Beberapa jam berlalu, pintu terbuka menampilkan Lynx yang membawa nampan berisi 3 mangkuk bubur dan 1 nasi dengan lauk dan sayur.
"Ini Tuan, sudah waktunya makan siang" Anggara bangkit untuk mengambilnya. Ia menaruh nampan berisi 3 mangkuk itu di meja lalu membangunkan Arson.
Arson merengek sebelum membuka matanya, anak itu menatap Anggara dengan mata yang berkaca kaca karena demamnya.
"Makan dulu, Arson" Arson menggeleng, tenggorokannya sakit. "Nggak mau..." suaranya semakin kasar diakhir.
Anggara menghela nafas, "buburnya lembut kok, apa mau minum aja?" Arson mengangguk. Anggara menghela nafas, ia mengambil gelas lalu mengambil sedotan untuk membiarkan Arson meminumnya.
"Udah" Anggara mengangguk, Anggara mengelus dahi berkeringat Arson, membuatnya kembali tertidur sembari memeluk Gelang.
Anggara mengangkat Agra yang sudah berpindah posisi, memangku anak itu lalu membangunkannya.
Agra membuka mata, lalu menangis. Anak itu entah mengapa menangis sangat kencang, bahkan ia membasahi bajunya dengan keringat karena itu.
Anak itu menangis sembari mencengkram baju Anggara erat, entah apa yang membuatnya menangis hingga seperti itu.
Tapi Anggara hanya mengelus punggungnya, cukup lama menangis Agra akhirnya berhenti. Ia menatap Anggara dengan mata dan pipi yang memerah dan basah.
Wajahnya mirip seperti ia masih kecil dulu, dengan tatapan kosong dan 'mati' Anggara menggelengkan kepala, ia menghela nafas.
"Adek makan ya?" Agra mengangguk, ia membuka mulut menunggu bubur itu masuk ke mulutnya. Anggara menyuapinya.
Tak lama bubur itu habis dimakan Agra, Agra menunggu suapan lagi, namun Anggara tidak memperbolehkan dan ia kembali menangis.
Anggara menghela nafas, ia tau jika Agra dibolehkan memakan bubur itu pasti Agra akan terus meminta lagi dan lagi hingga ia muntah baru dirinya berhenti.
Jika belum, pasti ia akan terus memakan buburnya. Anggara akhirnya menawarkan untuk meminum susu dan anak itu sudah kembali terlelap dengan perut yang kenyang.
Giliran Gelang, anak itu berada di posisi yang sulit. Mengingat Arson memeluk anak itu dan juga diapit Agra.
Anggara menepuk nepuk pipi Gelang, mencoba membangunkannya. Anak itu menatapnya dengan tajam, sebelum kembali sayu ketika menyadari jika itu Anggara yang membangunkannya.
Ia mencoba mendudukkan dirinya, namun tidak bisa karena tertahan lengan Arson. Gelang mencoba mengangkat lengan Arson namun Arson malah semakin mengeratkan pelukannya.
Gelang berdecak kesal, ia lapar dan remaja disampingnya benar benar membuatnya kesal. Tangannya dengan sengaja memukul kepala Arson, akhirnya pelukan itu dilepas Arson dengan suara lenguhan Arson yang kesakitan.
Gelang bangkit dibantu Anggara, anak itu akhirnya bisa duduk. Gelang menatap Anggara dan bubur yang ada di tangannya, ia membuka mulutnya menunggu bubur itu masuk ke mulutnya.
"Enak" ucapnya ketika bubur itu masuk ke mulutnya, Anggara tersenyum, ia kembali menyuapkan bubur ke arah Gelang.
Tak lama bubur di mangkuk anak itu habis, Anggara tersenyum melihatnya. "Masih mau.." Gelang menggoyangkan lengan baju Anggara, memintanya untuk mengambilkan lagi.
"Udah ya? Nanti kamu muntah" Gelang menggeleng, ia merengek bahkan terus menerus menggoyangkan baju Anggara.
"Udah, tidur lagi sana. Apa mau Angga pangku?" Gelang mengangguk, ia menunggu Anggara selesai membereskan mangkuk lalu mengangkat Gelang ke pangkuannya.
"Angga, mau nonton" Anggara menghela nafas melihat Gelang yang kelakuannya mirip seperti Agra.
Anak itu mulai mengikuti Agra dengan cara memanggilnya 'Angga' untuk mengambil perhatiannya.
Anggara menghela nafas, "Abang bukan Angga, Gelang" Gelang menatap Anggara lalu memajukan bibirnya hingga mirip seperti bebek.
"Agra boleh! Kok Gelang nggak!" Anak itu melipat kedua tangannya di dada, menunjukkan dirinya marah.
Anggara memijat pelan pelipisnya, ia menatap Gelang dengan tatapan yang 'menekannya' Gelang tersentak.
"Panggil Abang dulu" Gelang mencoba menggeleng namun tatapan dari Anggara membuatnya terasa 'kecil' anak itu membuka mulut lalu menutupnya dan ia lakukan itu berkali kali.
Anggara akhirnya menyalakan iPad nya ketika mendengar gumaman kata 'maaf' dari Gelang. Membiarkan anak itu menonton kartun hingga ia tertidur dipangkuannya.
Anggara mematikan iPad nya lalu mengangkat Gelang. Anak itu kembali ditidurkan di tengah tengah Arson dan Agra.
Anggara bangkit untuk menaruh nampan yang berisi 3 mangkuk bubur itu. Menaruhnya di dapur lalu kembali ke kamar.
Anggara duduk di samping kasur, menatap mereka selama beberapa menit lalu mulai memakan makanannya.
Perjalanan hari ini selesai dan saatnya beristirahat
EH GILA KAN NOWHERE BARU DI UPLOAD KAN YA GILA GW NANGIS LAGI NSJIR LIKE MY IVSN DOESN'T DESERVE THAT OKAY JDKRNFJUFNTCJDKSOLMJFJJ but at he same time Iove his vocal and his rap like omg His voice is making me crazy over time and the more I hear about him janfudbucjrjjcc and especially about his love to Till like Till please sadar Ivan itu cinta Ama lu anjr mana Ampe di konfirmasi Ama vivimeng sendiri kalo Till itu nggak sadar afeksi Ivan ke dia bikin gw makin desperate pantek
![](https://img.wattpad.com/cover/347466940-288-k967403.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Asa
RandomBapak anak tapi panggilannya Abang Adek Notes: Nggak suka silahkan pergi, lebih baik habiskan waktu dengan yg lebih penting daripada ngetik hal jahat disini. BL tipis tipis (bukan incest) suka ada AU tiba tiba, lupa ngomong AU nya suka nyambung sam...