Setelah beberapa lama duduk dalam keheningan, Brandon mulai mengalihkan pembicaraan dengan sedikit canggung, mencoba meredakan ketegangan di antara mereka.
"Ngomong-ngomong, gimana kuliahmu? Pasti sebentar lagi wisuda, kan?" tanya Brandon dengan senyum kecil, mencoba membicarakan topik yang lebih ringan.
Donia tersenyum tipis, menyadari bahwa waktunya memang cepat berlalu. "Iya, bentar lagi. Seminggu lagi sih, tinggal nunggu wisuda aja. Rasanya nggak percaya bisa sampai sini." Ia sedikit tertawa, meskipun ada rasa haru di dalam hati.
Brandon mengangguk, namun ada sesuatu yang mengganjal. Dia menunduk sejenak, mengambil napas sebelum akhirnya melanjutkan dengan suara pelan. "Kebetulan... besok aku juga wisuda. Besok sih jadwalnya."
Donia menatapnya dengan penuh perhatian, merasa sedikit terkejut mendengar kata-kata itu. Meskipun Brandon mengatakannya dengan cara yang santai, Donia bisa merasakan ada rasa gengsi yang terkandung di dalamnya. Namun, tanpa berpikir panjang, Donia langsung bertanya, "Wisuda kamu dimana? Jam berapa? Kamu kuliah dimana?"
Brandon terdiam sejenak, tidak menyangka Donia akan bertanya. Dia melihat Donia dengan sedikit kebingungan, namun akhirnya menjawab dengan nada yang agak ragu. "Di Gedung A, jam 10 pagi. Kita beda kampus."
Namun, Donia hanya tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan kegembiraan yang mulai tumbuh di hatinya. "Gak masalah, aku cuma tanya aja. Semoga semuanya lancar, ya."
Setelah mereka mengobrol lebih lama, Donia merasa semakin yakin dengan niatannya. Meskipun Brandon mengatakan tidak perlu datang, dia tahu ini adalah momen penting dalam hidup Brandon, dan mungkin juga momen yang tepat baginya untuk menunjukkan perasaan yang sudah lama dia pendam.
Donia akhirnya memantapkan hati. Setelah berbulan-bulan berkutat dengan keraguan dan bayangan masa lalu, dia tahu pasti satu hal: perasaannya pada Brandon belum berubah. Meski waktu telah memisahkan mereka, dan komunikasi mereka terputus entah sejak kapan, Donia masih menyimpan cinta itu—cinta yang tumbuh saat mereka masih berseragam putih abu-abu.
Dia ingin menunjukkan sesuatu. Bukan sekadar kata-kata di layar ponsel atau pesan yang mungkin terabaikan, tapi kehadirannya. Donia ingin membuat Brandon mengerti bahwa meskipun jarak dan waktu telah berlalu, dia tetap ada, tetap peduli. Sebuah kejutan adalah jawabannya. Dia memutuskan untuk menemui Brandon, datang tanpa pemberitahuan. Sebuah langkah nekat yang dipenuhi harapan.
Dengan hati yang berdebar, Donia menyiapkan dirinya. “Aku masih mencintaimu, Brandon." Dalam hati, berharap kehadirannya nanti mampu menjembatani segala yang sempat terputus.
Pagi berikutnya, Donia bangun lebih awal, merencanakan semuanya dengan hati-hati. Dia memilih pakaian yang sederhana, namun cukup rapi untuk datang ke acara wisuda. Donia ingin memberikan kejutan yang tulus, tanpa membuat Brandon merasa terpaksa atau canggung.
Dia tiba di gedung wisuda tepat waktu,
Pagi itu, gedung tempat wisuda Brandon berlangsung tampak megah. Langit biru tanpa awan, suasana meriah dengan suara tawa dan tepukan tangan keluarga mahasiswa. Di tengah keramaian, Donia berdiri sendirian, menggenggam tas kecilnya erat-erat. Dia berusaha mengontrol debaran di dadanya, menyusun langkah apa yang harus dilakukan ketika akhirnya bertemu Brandon.Brandon baru saja berjalan turun dari panggung, ijazah di tangannya. Wajahnya cerah, tapi saat matanya menangkap sosok Donia di sudut ruangan, langkahnya terhenti sejenak.
"Donia?" pikirnya. Ada kebahagiaan yang tiba-tiba memenuhi hatinya.
Donia melambaikan tangan kecil, senyumnya merekah. Brandon berjalan mendekat, mendahului kerumunan orang yang sibuk memberi ucapan selamat.
"Donia, kamu datang?" ucap Brandon dengan nada setengah tak percaya.
Donia mengangguk, mencoba menutupi rasa gugupnya. "Tentu saja. Aku nggak mungkin melewatkan hari besar kamu."
Brandon tersenyum, tapi kemudian raut wajahnya sedikit berubah seolah ada hal yang ingin dia katakan tapi tertahan. "Aku nggak tahu kalau kamu bakal datang. Aku kira."
"Aku nggak peduli?" Donia menyelesaikan kalimatnya dengan nada lembut. "Aku tahu kamu mungkin ragu. Tapi Brandon, aku di sini. Karena aku ingin ada di sini, untukmu."
Mereka saling menatap, dan untuk beberapa detik, dunia di sekitar mereka terasa menghilang. Namun, sebelum Brandon bisa menjawab, seorang teman memanggilnya dari kejauhan, memberi isyarat untuk ikut dalam sesi foto keluarga.
Brandon menoleh, tampak ragu untuk pergi. "Tunggu sebentar, Donia. Aku akan kembali."
Donia hanya tersenyum kecil dan mengangguk. "Nggak apa-apa. Aku tunggu di sini."
Setelah sesi foto selesai, Brandon kembali menghampiri Donia. Namun kali ini, raut wajahnya lebih serius.
"Donia, aku harus ngomong sesuatu." Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian. "Waktu itu, saat aku bilang aku suka sama kamu... Aku tahu mungkin aku terlalu mendadak. Dan aku juga tahu kamu nggak langsung jawab."
Donia terdiam, membiarkan Brandon melanjutkan.
"Aku cuma mau bilang kalau perasaanku nggak berubah. Bahkan sekarang, setelah semua yang terjadi, aku masih sama seperti dulu. Tapi aku nggak mau bikin kamu merasa terbebani," lanjutan Brandon.
Donia menatapnya, matanya mulai berkaca-kaca. Hatinya penuh dengan rasa yang sulit dijelaskan bahagia, haru, sekaligus takut. "Brandon, aku nggak pernah bilang aku nggak suka kamu. Aku cuma butuh waktu untuk memastikan apa yang aku rasain. Dan sekarang, aku tahu."
Brandon tertegun, menatap Donia dengan tatapan yang penuh harapan. "Jadi, apa maksudmu?"
Donia tersenyum, kali ini lebih tulus daripada sebelumnya. "Aku juga suka kamu, Brandon. Selama ini, aku cuma takut kehilangan kamu kalau ternyata semuanya nggak berjalan seperti yang kita harapkan. Tapi aku sadar, kalau aku nggak pernah mencoba, aku akan menyesal selamanya."
Mata Brandon membesar, lalu perlahan senyum lebar menghiasi wajahnya. "Donia, kamu serius?"
Donia mengangguk, merasa hatinya akhirnya tenang. "Iya. Aku serius."
Tanpa ragu, Brandon mendekat, mengambil tangan Donia dengan lembut. "Terima kasih. Kamu nggak tahu betapa berarti ini buat aku."
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Brandon [TAMAT]
RomanceBrandon, seorang cowok yang tak pernah tertarik pada cewek, selalu menganggap mereka ribet, cengeng, dan menjijikkan. Namun, pandangannya berubah ketika dia bertemu Donia, gadis tangguh yang memiliki sisi manja dan pemberani. Meski Donia seorang ind...