|| 99. 2 tahun kemudian ||

9 3 0
                                    

2 tahun kemudian...

Donia duduk di meja belajarnya, menatap tumpukan buku dan laptop yang terbuka. Sudah memasuki semester 8, dan berusia 21 tahun yang mau mengenap ke 22 tahun. Meskipun jadwalnya semakin padat, dia masih merasa ada ruang kosong yang sulit diisi.

Terkadang, saat istirahat, pikirannya melayang pada seseorang yang dulu sempat mengisi ruang itu Brandon. Namun, sudah cukup lama sejak dia mendengar kabar tentang Brandon, dan meskipun kadang ada rasa penasaran, Donia memilih untuk fokus pada hal-hal yang lebih mendesak.

Sejak dia mulai berkuliah, dia berusaha untuk tidak terlalu memikirkan masa lalu. Azhar, teman lama yang akhirnya kembali hadir, juga semakin sering mengisi waktu-waktunya. Mereka sering berbicara, berbagi cerita, dan meskipun belum ada kencan resmi lagi setelah kencan terakhir mereka, Donia merasa nyaman dengan kehadiran Azhar. Rasanya seperti ada sebuah kenyamanan yang sulit dijelaskan, sesuatu yang lebih stabil dan tidak rumit.

Sementara itu, Brandon masih terjebak dalam masa lalu. Kecemasannya dan niat untuk mengambil langkah besar saat itu seperti terhenti begitu saja. Dia tahu waktunya semakin sempit, namun setiap kali ingin menghubungi Donia, ada perasaan ragu yang menghentikannya. Apakah sudah terlambat? Apakah Donia masih memikirkan dirinya seperti dulu? Pertanyaan-pertanyaan itu selalu menghantui, membuatnya enggan untuk melangkah maju.

Donia berbalik dari laptopnya, meraih ponsel dan membuka Instagram. Sejenak dia melihat unggahan-unggahan teman-temannya, tanpa niat mencari sesuatu yang khusus. Namun, tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah cerita yang muncul di feed sebuah story dari Azhar yang terlihat sedang menikmati waktu di sebuah tempat makan bersama teman-temannya. Tawa Azhar yang tulus mengingatkan Donia pada kencan terakhir mereka. Senyum tipis muncul di wajahnya. Dia masih merasa nyaman bersama Azhar, meskipun tidak ada janji atau komitmen lebih.

Di sisi lain, Brandon kembali memandangi layar ponselnya di apartemennya. Sudah berhari-hari sejak dia memutuskan untuk menemui Donia. Namun, setiap kali dia membuka Instagram dan melihat bahwa Donia tampaknya baik-baik saja, hatinya terasa semakin berat. Donia tampak bahagia dengan kehidupannya sendiri, dan dia pun tidak tahu apakah perasaan itu masih ada untuknya.

Brandon menghela napas, menatap cincin yang masih ada di kotak kecil itu, yang sudah dia simpan selama ini. Hatinya ragu, tetapi ada dorongan kuat dalam dirinya untuk tidak menyerah begitu saja. Namun, apakah Donia masih mengingatnya? Atau dia sudah sepenuhnya berpaling pada Azhar?

Donia yang sekarang merasakan kesibukan semester 8 yang semakin padat mengalihkan perhatian dari segala hal yang berhubungan dengan Brandon. Dia merasa seperti semakin menjauh dari masa lalu, termasuk dari perasaan yang dulu sempat dia simpan untuk pria itu. Dia sudah tidak lagi menunggu kabar atau petunjuk apapun, bahkan meskipun ada sebuah kotak kecil yang terus mengingatkan tentang Brandon.

Setiap kali Donia mengingat Brandon, ada perasaan hangat yang muncul, namun kini itu seperti sebuah kenangan yang tak lagi menyakitkan. Dia mulai menyadari bahwa hidupnya terus berjalan, dan dia tidak bisa terjebak dalam kenangan yang belum tentu punya masa depan.

Azhar hadir sebagai teman yang mengerti, yang bisa membuatnya tertawa tanpa banyak pertanyaan. Meskipun mereka belum benar-benar berbicara tentang hubungan mereka, Donia merasa bahwa ada sesuatu yang berkembang, meski perlahan.

Hari itu, Donia kembali menerima pesan dari Azhar, mengajak untuk nongkrong di kafe favorit mereka tapi bukan berdua melainkan ada teman lain seperti Ranty, Cilla, Rendra, Azalea. Tanpa berpikir panjang, dia membalas setuju. Namun, ada sesuatu yang aneh. Sebelum berangkat, dia membuka kembali Instagram dan tiba-tiba melihat sebuah pesan lama pada saat SMA dari Brandon.

Perasaan campur aduk muncul begitu saja. Ada sedikit rasa rindu, namun juga kesedihan. Dia tahu bahwa Brandon pergi dengan alasan yang tidak jelas pada saat SMA dan dia sudah lama tidak mendengar kabar darinya. Apakah ini saat yang tepat untuk membuka hati untuk seseorang yang dulu dia anggap penting? Ataukah perasaan itu sudah terlambat?

Donia menghela napas dan menutup ponselnya, memutuskan untuk keluar dan melupakan sejenak segala perasaan itu. Azhar sudah menunggu di kafe, dan meskipun belum ada kepastian, Donia merasa cukup tenang berada di dekatnya.

Di sisi lain, Brandon masih berjuang dengan ketidakpastian. Cincin yang masih dia pegang erat di tangannya seakan menantang keputusan yang semakin sulit diambil. Setiap kali dia ingin menghubungi Donia, ada perasaan cemas yang menghalangi.

Mungkin sudah terlambat, mungkin Donia sudah melangkah lebih jauh dengan orang lain. Tetapi di dalam hatinya, Brandon merasa bahwa dia tidak bisa mundur begitu saja.

Dia memandang cincin itu sekali lagi. "Aku akan datang, Donia." Meskipun dia tahu waktunya semakin terbatas. Karena sekarang sudah berumur 21 tahun yang mau genap ke usia 22 tahun. Namun, apakah Donia masih membutuhkan kehadirannya? Dan kalaupun datang, apakah itu terlalu terlambat untuk memulai sesuatu yang baru bersama?

Bersambung...

Brandon [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang