Bandung, Oktober 2007
Stadion tempat pertandingan basket antar SMA se-kota Bandung, padat dengan sorak-sorai riuh-rendah para supporter yang memadati tempat tersebut. Lima belas menit sebelum pertandingan berakhir, kedudukan SMA Harapan mulai terancam. Skor 40-41, membuat degup jantung para supporter dan para pemain mulai berdebar dengan kencangnya.
Peluit wasit berbunyi kembali, menandakan pertandingan kembali dimulai. Putaran terakhir untuk menentukan siapa yang akan menjadi juara tahun ini.
Semua pemain utama dari kedua tim, kembali memasuki lapangan dan bersiap pada posisi masing-masing. Gazella, ketua tim basket putri SMA Harapan, berhadapan dengan Vita, lawannya dari SMA Bintang. Mereka mempersiapkan diri untuk meraih bola yang akan dilemparkan wasit. Tidak akan ada banyak waktu yang tersisa. Semua strategi yang telah mereka susun menjadi harapan terakhir mereka.
Sekali lagi peluit berbunyi, waktu semakin sempit. Lompatan Gazella, berhasil membuat tim SMA Harapan memperoleh bola dan memberikan mereka kesempatan untuk menang. Namun kegesitan anggota tim SMA Bintang, menghadang langkah mereka.
Kini bola mulai berpindah tangan. Sorak-sorai supporter semakin keras. Kedua tim semakin tegang dan waspada.
"Tahan!" teriak Pak Robert, salah satu guru olahraga, yang menjadi pelatih basket SMA Harapan.
Kembali mereka mengambil posisi one by one, memberikan pertahanan mereka. Beberapa menit terakhir sebelum peluit berakhirnya permainan berbunyi, Arlyn, berhasil merebut kembali bola dari tangan lawan. Dengan cepat dia berlari men-drible bola ditangannya mendekati gawang lawannya.
"Arlyn, bagi bolanya!" teriak Gazella, ketika melihat Arlyn berlari terus mendekati daerah lawan. Didekatnya ada Davina yang sudah siap menunggu operan bola dari Arlyn.
Sekali Arlyn melayangkan pandangannya menyapu seluruh lahannya dan memperhatikan teman-temannya. Tatapannya menatap lurus jalan didepannya yang kosong dan seorang lawan dari SMA Bintang yang siap menghadangnya.
"Aku bisa bawa!!!" teriak Arlyn percaya diri.
Dia men-drible bola dengan mantap ke lantai stadion. Dan sebuah senyuman merekah diwajahnya. Dia yakin dengan yang akan dilakukannya.
"Arlyn, bagi bola!" teriak Pak Robert tegang. Dia tahu kemampuan anak didiknya yang satu ini. Tapi, dia tidak cukup yakin dengan keputusan Arlyn kali ini.
Postur tubuh kecil nan lincah itu, urung mendengarkan kalimat perintah dari guru pembimbingnya. Dia tetap yakin dengan dirinya sendiri. Sorak-sorai penonton semakin ramai saat melihat kaki kecil putih berbalut sepatu kets olahraga itu, berlari dengan lincah dan semakin dekat dengan ring.
"ARLYN! ARLYN! ARLYN!" sorak-sorai penonton semakin meriah.
Kepercayaan diri Arlyn semakin besar mendengar semua dukungan itu. Rambut ikalnya yang terikat berayun mengikuti langkah kakinya. Keringat yang telah membasahi keningnya tidak dapat membuat semangat itu luntur dari dirinya.
"Arlyn!" teriak Gazella benar-benar waspada.
"Wah! Seorang gadis kecil dari SMA Harapan, berlari dengan cepat mendekati gawang lawan. Langkah-langkah kakinya begitu ringan!!!" komentar dari para komentator menambah hangat suasana didalam stadion. Poin mereka tetap sama, 40-41. Dan ini kesempatan terakhir SMA Harapan untuk menunjukkan diri.
"Apakah dia berhasil mencetak angka dan membuat SMA Harapan menjadi juara tahun ini?" komentar lain mulai terdengar.
Kali ini, tidak hanya degup jantung Arlyn dan juga para pemain inti SMA Harapan yang terdengar, tapi juga degup jantung dari para penonton seolah bersatu dengan langkah-langkah kaki Arlyn yang terus berlari.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Choise
Teen FictionBagaimana jadinya kalau cewek yang kamu suka adalah cewek yang membuatmu menderita seumur hidup, melupakan jati dirimu, dan berpura-pura menjadi orang lain demi menyenangkan banyak orang?