"Yang baru dapat hadiah tak terduga kayaknya seneng banget, nih," goda Marco saat dia barusaja sampai didepan rumah Tristan dan langsung disambut dengan tawa bahagia sahabatnya.
Rona merah menghiasi wajah Tristan mendengarkan ucapan Marco. Setelah prosesi jadian mereka yang tak terduga itu, Tristan segera menghubungi Marco menyampaikan berita bahagia tersebut. Dia merasa sahabatnya yang satu inilah yang perlu tahu lebih dulu.
"Jadi, kapan nih makan-makannya? Laper, nih..."
"Perut aja dipikirin. Nggak bisa apa mikirin hal lain?" tegur Tristan saat mereka berjalan masuk ke dalam kamar Tristan. Marco hanya terkekeh bahagia.
Melihat kasur yang sudah lama dirindukannya, Marco segera melemparkan tubuhnya ke sana dan menatap sekeliling kamar yang juga sangat dirindukannya. Foto-foto Arlyn tetap terpasang di sana. Namun, tidak ada foto-foto yang baru. Semuanya foto lama yang sudah diambil sejak kapan tahun.
Marco menatap sebuah foto yang berada di samping tempat tidur Tristan dan menatap wajah ceria yang ada disana. Senyuman Arlyn ditengah teriknya mentari, dengan rambut yang terbang tertiup angin. Lesung pipi yang selalu menjadi bahan cerita menarik, membuat Marco tertawa kecil mengingat semua kisah yang pernah terjadi.
"Kangen?" tanya Tristan yang baru saja masuk ke dalam kamarnya sambil membawa dua gelas jus jeruk dingin.
Marco terduduk tegak didepannya sambil menyisir seluruh kamar itu dengan rindu yang tak dapat dia jelaskan dengan mudah.
"Sampai kapanpun, kisah dia selalu membuat hati ini menahan rindu," ucap Marco dan langsung meneguk jus jeruknya.
Tristan mengangguk mengerti dan paham dengan perasaan Marco.
"Kapan-kapan, jalan-jalan bareng, gimana?"
"Maksudnya?" tanya Tristan tidak mengerti dengan ucapan Marco.
"Double date!"
"Apa?" jus jeruk yang berada didalam mulut Tristan hampir saja tertumpah ruah saat mendengarkan ucapan Marco.
Marco hanya tersenyum senang melihat reaksi Tristan dan membuang tatapan ke segela arah saat pertanyaan Tristan tertuju padanya. Dibaringkannya lagi badannya hingga Tristan hampir melemparinya dengan jus jeruk. "Siapa?" ancam Tristan gemas.
"Woy, percaya aja. Belum ada yang pas. Tapi sekarang sebenarnya lagi deket aja sama seseorang."
"Yah, nggak seru!!!" Tawa mereka kembali terdengar di dalam kamar itu.
***
Bandung, Januari 2007
Heiho,
Aneh rasanya berkirim surat disaat kita nggak pernah bertemu. Yah, mungkin pernah dulu, saat kita masih bersama di dalam sana.
Senang rasanya saat tahu kalau ternyata saya tidak sendirian. saya masih punya anda yang adalah bagian dari saya. Tapi, mungkin kita memang tidak akan pernah bertemu. Jujur saya merasa sedih karena banyak hal. Terutama karena tahu sebagian dari diri saya telah dibuang dan ditelantarkan oleh sesosok yang sangat kita sayangi (mungkin hanya saya, ya?).
Tapi, saya ingin anda memaafkannya dan kalian dapat memulai cerita indah yang baru di lembaran yang baru. Ya, hanya kalian berdua. Jangan membencinya, keadaan yang memaksanya memilih. Dan kalau anda tahu, dia sangat menyayangi anda. Mungkin dalam doanya dia selalu merasa bersalah dan berdoa memohon pengampunan.
Oh, iya. Sebelum nantinya anda menjalani hari yang baru dengan Mama saya juga mau menceritakan seseorang yang lain yang sangat saya sayangi.
Sebenarnya dia bukanlah orang yang saya kenal, tapi dialah orang yang berhasil membuat saya menikmati hidup yang sangat singkat ini. Dan berkat dia jugalah saya mampu untuk menulis surat ini.
Namanya Arlyn, dia siswa baru di SMA Harapan. Dia seseorang yang selama ini saya jaga, tapi sepertinya sekarang saya sudah tidak dapat melakukannya lagi. Dulu saya berpikir dia memang untuk saya namun, ternyata dia bukan untuk saya. Dia untuk orang lain. Mungkin saja dia untuk anda.
Dalam surat ini, saya tidak ingin menjadikan anda seseorang yang hanya menjaganya tapi cintailah dia seperti saya pernah mencintainya. Tidak ada ruginya mencintainya, karena anda akan menemukan banyak hal menarik yang bisa membuat anda tersenyum bahkan mungkin sampai jungkir balik saat melihatnya.
Dia bisa membuat kesedihan anda hilang saat anda melihat senyuman manisnya yang tulus.
Akhir kata, saya hanya berharap anda bisa menjadi diri anda. Dan kita bisa bertemu dan saling bertatapan di depan Arlyn.
Bye... My brother....
***
Bandung, Maret 2009
"Ka, hati-hati dijalan. Nggak usah kebut-kebutan. Kalau ada yang nyalib nggak usah disalib lagi, ya. Stay cool aja. OK?" ujar Arlyn sesaat sebelum dia keluar dari dalam mobil Tristan.
Tristan yang mendengarkan semua ocehan Arlyn terkekeh mendengarnya namun tetap mengangguk menyetujui ucapan Arlyn.
Setelah yakin bahwa pacarnya akan menuruti ucapannya, Arlyn segera turun dari mobil Tristan. Tapi, Tristan juga ikut menemaninya dan menahannya didepan gerbang rumahnya.
"Ada apa lagi, Ka?" tanya Arlyn saat melihat Tristan berdiri dan menatap dirinya.
Lama mereka terdiam, dan tiba-tiba saja Tristan menarik badan Arlyn dan memeluknya dengan erat. "Malam ini aku pasti kangen berat..." ujar Tristan sayang. Arlyn yang mendengarnya tertawa geli dan hanya menepuk-nepuk pundak Tristan dengan lembut.
"Makanya jangan sampai nggak kebawa mimpi ya. Terus jangan mimpiin yang lain," ujar Arlyn. Tristan semakin mengencangkan pelukannya sebelum akhirnya dia melepaskan Arlyn dan bersiap kembali pulang.
Arlyn masih menunggu Tristan hingga mobilnya hilang dipersimpangan jalan.
Saat melihat mobil Tristan sudah tidak ada lagi, Arlyn memutuskan untuk segera masuk ke dalam rumahnya. Tapi, langkahnya terhenti saat sosok Fabian tertangkap matanya diujung jalan rumahnya.
"FABIAN!!!" panggil Arlyn senang. Dilambaikannya tangan saat Fabian menoleh dan melihatnya. Arlyn setengah berlari untuk hanya sekedar menyapa Fabian yang sudah tidak pernah ditemuinya lagi.
"Hai, Lyn. Kamu baru pulang?" Arlyn mengangguk dengan kuat saat mendengarkan pertanyaan Fabian.
"Itu tadi, Ka Tristan?" tanya Fabian lagi. Sekali lagi Arlyn mengangguk dengan kuat.
"Bi, aku udah jadian dengan ka Tristan!!!!" teriak Arlyn senang sambil bertepuk tangan sendiri di depan Fabian. Bingung dengan apa yang baru saja didengarnya, Fabian melebarkan senyumannya meskipun bukan itu yang diharapkannya saat ini. Dipandanginya wajah polos didepannya yang tengah berbahagia. Dan diyakinkannya hatinya lagi kini.
Dia memang bukan untukku. Dia untuk yang lain...
Fabian mendengarkan semua cerita Arlyn hingga malamterlalu larut untuk mereka masih berada diluar. Meski sakit hati yang harusditerimanya, Fabian tetap membiarkan perasaannya untuk Arlyn terus berkembang.Dia tidak ingin mengubah apapun untuk menjauhkan dirinya dari Arlyn. Dia terlalumenyayanginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Choise
Teen FictionBagaimana jadinya kalau cewek yang kamu suka adalah cewek yang membuatmu menderita seumur hidup, melupakan jati dirimu, dan berpura-pura menjadi orang lain demi menyenangkan banyak orang?