22

7 0 0
                                    

Arlyn tengah berlari menyusuri koridor sekolah, membuntuti Davina yang sedari tadi berusaha untuk menghindarinya. Dengan kebingungan dan penasaran, Arlyn selalu berusaha berada dibelakang atau disamping Davina, agar dapat melihat wajah Davina.

Kaki-kaki Davina yang panjang, melangkah dengan lebar menyusuri koridor sekolah mereka. Dengan ransel yang melekat dipundaknya, Davina terus melangkah dan seolah menganggap kehadiran Arlyn bagaikan angin lalu.

Air mukanya yang datar semakin menambah kebingungan Arlyn. dia sama sekali tidak mengerti mengapa Davina menjadi sangat dingin padanya dan membiarkan jarak diantara mereka menjadi terbentang dengan sangat jauh.

Bukan hanya Arlyn yang merasakan perbedaan dikap Davina. Beberapa teman mereka juga, menyadari hal yang sama. Tapi, mereka tidak dapat berbuat apa-apa, kalau yang berperan didalamnya tidak dapat menyelesaikan masalah mereka sendiri.

"Dav, tungguin, dong," pinta Arlyn yang mulai terengah-engah mengejar langkah Davina.

Davina tetap memasang aksi diam dan membiarkan Arlyn memelas seperti itu disampingnya. Dia tetap berjalan lurus tanpa mengacuhkan permintaan Arlyn.

"Hai, Feb," sapa Davina pada Febi yang baru saja dilewatinya. Febi membalas sapaan Davina dengan wajah kebingungan. Biasanya dia akan mendapatkan sapaan duo dari Arlyn dan Davina. Dan sekarang dia harus melihat bagaimana dua sahabat itu saling mengejar satu sama lainnya.

"Hai," balas Febi.

"Hai, Febi!" tidak kalah semangatnya, Arlyn ikut menyapa Febi. Dia melambaikan tangannya masih dengan berlari-lari kecil sepanjang koridor sekolahnya. Arlyn tidak ingin Febi berpikiran yang bukan-bukan pada keadaan mereka.

Arlyn tetap berlari dibelakang Davina, dia tidak ingin kehilangan jejak Davina. Tapi tubuhnya sudah cukup lelah untuk terus mengikuti kemanapun Davina pergi. Napasnya mulai tersengal-sengal. Namun, tatapannya terus menatap punggung Davina mencoba untuk tidak menghilangkan bayangan Davina dari hadapannya.

Arlyn mendongakkan kepalanya saat melihat Davina mulai menghilang ditengah keramaian kantin. Beberapa tubuh tinggi tegap didepannya menghalangi pandangannya. Dan saat dia lengah, dia akan kehilangan Davina.

Arlyn berhenti sejenak, mengistirahatkan otot-otot kakinya. Napasnya yang tersengal-sengal, mulai diatur kembali agar dapat lebih stabil. Saat semuanya terasa mulai kembali normal, Arlyn berdiri kembali dengan tegak dan mencari sosok Davina. Tapi dia tidak berhasil menemukannya.

Arlyn melayangkan pandangannya menyusuri setiap pelosok kantin, tapi tidak berhasil menemukan Davina. Dia mulai putus harapan karena tidak dapat meminta penjelasan apa yang sedang dihadapi Davina saat ini.

Dengan langkah yang terseret, Arlyn berjalan meninggalkan kantin dan mencari pintu keluar. Lelah sudah mencari Davina dan mengejarnya, Arlyn tidak menyadari kedatangan Fabian bersama dengan teman-temannya. Dia terus menundukkan kepalanya.

Karena kepadatan kantin, Arlyn dengan suksesnya, menabrak Fabian yang tengah jalan dan juga tidak memperhatikan kehadiran Arlyn dihadapannya. "Arlyn," ucapnya, saat melihat Arlyn yang tampak sangat kelelahan.

Arlyn mendongakkan kepalanya dan menatap Fabian didepannya. Dia tersenyum senang saat melihat Fabian, meskipun usahanya dengan Davina hari ini gagal. "Bi!" teriak Arlyn senang.

Teman-teman Fabian yang melihat binar mata bahagia Arlyn, tersenyum jahil pada Fabian, tapi Fabian mencoba mengabaikan semuanya. Otaknya masih memikirkan kejadian dirumah Arlyn. dan karena itu juga dia mencoba menjaga jarak dengan Arlyn saat ini.

"Bi, nggak sibuk, kan? Temenin aku, dong," pinta Arlyn sambil menarik seragam Fabian.

Kerling mata teman-teman Fabian, membuat Fabian semakin tidak nyaman dengan posisinya. Fabian memperhatikan teman-temannya satu persatu dan Arlyn secara bergantian.

No ChoiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang