Bandung, Desember 2007
Melepas kepenatan setelah melaksanakan ujian, Arlyn memilih untuk berlatih basket sendirian di rumahnya. Taman belakangnya yang luas sengaja dijadikan tempat untuk berlatih basket. Dulu lapangan three on three itu menjadi lapangan favorit kakak-beradik ini, tapi setelah Arvel sibuk dengan kuliahnya, lapangan itu sepenuhnya menjadi milik Arlyn.
"Kita lihat saudara-saudara, Arlyn berlari menuju ring dengan mendrible bola basketnya. Semakin lama semakin dekat. Dan... dan... Ow!!! Two point for Arlyn Chisai5!!!"
Tepat saat lemparan bolanya masuk ke dalam ring, Leon bertepuk tangan meriah, layaknya seorang supporter yang sedang mendukung jagoannya berlaga di lapangan.
"Arlyn! Arlyn! Arlyn!" seru Leon lagi tidak kalah semangatnya. Dari tempatnya, dibawah ring, Arlyn tertawa kecil melihat Leon datang dan menemuinya seperti sore ini.
"Wah, sepertinya little children is growing up." Leon melipat tangannya dan memperhatikan Arlyn dari atas kepalanya dengan pandangan menyelidik.
"No, no, no! No little children but super woman!!!" Arlyn bertolak pinggang menunjukkan dirinya dengan bangga pada Leon. Yang jelas membuat tawa mereka mengisi kekosongan sore ini.
Leon meletakkan tangannya diatas kepala Arlyn dan mengkuyelnya dengan gemas.
***
"Kok, sendirian aja, Ka? Nggak sama Bang Arvel?" tanya Arlyn saat duduk berhadapan dengan Leon di taman belakang rumahnya.
"Tadi bareng yang lainnya, tapi abangmu kayaknya lagi ada masalah. Jadi pada bubar jalan semuanya."
"Masalah?" Leon menganggukkan kepalanya saat mendengarkan pertanyaan Arlyn tentang Arvel.
"Biasa sama Bela."
Arlyn tidak begitu mengenal Bela, meskipun dia adalah pacar Arvel. Karena mereka hanya bertemu sekali saat ulang tahun Arvel tahun lalu. Dan menurut Arlyn, Bela bukanlah seorang cewek yang pantas untuk menemani Arvel. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Bela.
Meskipun begitu, Arlyn tetap membiarkan Arvel menentukan pilihannya sendiri. Dia sadar kalau Arvel pasti akan mengerti dengan sendirinya pada semua masalah yang ada dan dia pasti dapat menyelesaikan masalahnya sendiri.
"Woi, kenapa? Kok, melamun, sih?" tanya Leon sambil melambaikan tangannya didepan wajah Arlyn. Arlyn kembali tersenyum dan menatap Leon yang masih duduk didepannya.
"Nggak. Aku hanya lagi mikir tentang Ka Bela dan Bang Arvel. Tapi nggak penting. Jadi, sekarang Ka Leon sama siapa, nih?" tanya Arlyn tiba-tiba.
"Weits! Kenapa tiba-tiba berubah?" Dengan matanya yang sengaja dibuatnya lebih sipit, Leon menyelidiki sesuatu dari sikap Arlyn. "I think you have word to told me, don't you?"
Tidak menyangka bahwa gurauannya akan menjadi senjata makan tuan, Arlyn tersipu malu mendengarkan ucapan Leon dan menjadi salah tingkah dibuatnya. "Don't be lie. I know you!" paksa Leon lagi. Kali ini dia memasang wajah serius untuk membuat Arlyn yakin dengan apa yang akan diceritakannya.
Dengan gaya seorang detektifnya, Leon mencoba memulai sesi curhat ke dua sahabat yang bertaut umur jauh itu.
"So, who is the lucky boy?"
"Bukan dia. Tapi, aku yang beruntung..." Leon tersenyum mendengarkan ucapan malu-malu Arlyn itu. Wajahnya kini mulai bersemu merah menahan malu saat akan memulai ceritanya.
"Namanya Tristan, Ka."
"Tristan? Nama yang keren. Pasti orangnya lebih keren!" tebak Leon dan dibalas dengan anggukan kepala Arlyn.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Choise
Teen FictionBagaimana jadinya kalau cewek yang kamu suka adalah cewek yang membuatmu menderita seumur hidup, melupakan jati dirimu, dan berpura-pura menjadi orang lain demi menyenangkan banyak orang?