12

5 0 0
                                    

Kantin kampus siang itu, diubah menjadi sebuah panggung drama, dengan sebuah pertunjukkan drama percintaan dari dua orang yang sedang menarik urat. Para mahasiswa yang sedari tadi sibuk dengan makan siang mereka, mulai memberikan perhatian pada pertunjukan yang disajikan Arvel dan Bela.

Tidak hanya para mahasiswa yang sedang menyantap makanan mereka yang ada disana, tapi juga hampir seluruh mahasiswa yang ingin tahu akhir dari pertengkaran itu.

Tiga sahabat Arvel, berdiri jauh dibelakang mereka. Hanya dapat melihat apa yang terjadi diantara mereka tanpa berani mengusik semua yang sedang dilakukan oleh dua orang didepan mereka.

Arvel menarik tangan Bela dengan kuat saat pacarnya itu mencoba untuk lari dan tidak mau berbicara dengannya.

"Mau kemana lu?" tanyanya galak.

"Apaan, sih? Lepas!" bentak Bela tidak kalah kasarnya.

Tidak peduli dengan berpuluh-puluh pasang mata yang menyaksikan pertengkaran mereka, Arvel dan Bela memberikan tatapan kesal dan menantang satu sama lainnya.

Dengan tubuh yang menegang karena kekesalan dan marah, Bela menghempaskan tangan Arvel yang menggenggamnya dengan kuat.

"Gue nggak mau bicara dengan lu!" ujar Bela lagi.

Kalimat gue-lu yang mereka gunakan, menjadi salah satu ciri kemarahan yang sudah mengepul dengan hebatnya dari diri mereka masing-masing.

"Lu kenapa, sih? Kenapa lu berubah?" Melihat Bela yang sudah berhenti ditempatnya Arvel mulai mengeluarkan semua unek-unek hatinya.

Tapi Bela melancarkan aksi diam dan tidak mau membahas apa yang sebenarnya sudah terjadi. Dia enggan untuk berbicara dengan Arvel saat ini.

"Bela!" bentak Arvel.

Tiga sahabatnya yang berdiri dibelakang, mulai mempersiapkan diri untuk menghindari terjadinya hal-hal terburuk yang akan terjadi kalau tarik urat mereka semakin meledak nantinya.

Yang diberikan Bela hanya tatapan kesal pada Arvel. Dia tidak suka mendengaran teriakan Arvel yang memekakkan telinganya itu.

Tapi Arvel tetap pada posisinya dan tidak berniat untuk menurunkan flow-nya saat ini. Dia butuh penjelasan logis saat ini.

Kenapa Bela tiba-tiba saja berubah seperti ini. Dan marah padanya saat dia mendatangi kelasnya tadi. Padahal sebelumnya, dia sering menjemput Bela seperti itu. Tidak hanya itu, tapi juga karena perubahan sikap Bela beberapa bulan terakhir. Dia seolah menjauh dari Arvel.

Tanpa mengucapkan apapun sebelumnya, Bela mencoba merentangkan jarak antara mereka.

"Itu gara-gara lu!"

Arvel membeku ditempatnya mendengarkan jawaban Bela. Dia merasa tidak pernah membuat salah tapi kenapa Bela begitu marah padanya.

"Gue?"

"Iya. Semuanya gara-gara lu!"

Leon, Fian, dan Edgar, mencoba mencerna setiap kalimat Bela. Tapi ada yang ganjil dari pernyataan cewek itu. Tapi entah apa itu.

"Lu dan tiga temen lu!" Bela menunjuk Arvel dan tiga sahabatnya dengan jari telunjuknya.

Merasa mereka mulai terseret dalam masalah perselisihan itu, mereka menegakkan punggung mereka dan menatap Arvel yang sedang memperhatikan ketiga sahabatnya itu.

"He, ini antara gue sama lu! Jangan bawa-bawa sahabat gue!" bentak Arvel.

Bela mendengus mendengarkan ucapan Arvel dengan kesal. "Terus belain sahabat-sahabat lu! Sekalian aja pacarin mereka bertiga!"

No ChoiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang