"Davina suka sama lu!!!"
Teriakan Arlyn terdengar sangat jelas ditelinganya malam ini. Meskipun bintang menemaninya tapi bayangan wajah Arlyn yang tampak sangat sedih dan frustasilah yang mampu menemani malam Fabian. Dengan gitar ditangannya dia hanya mampu menatap wajah Arlyn yang menangis didepannya.
"Gue nggak bisa nerima lu waktu itu karena Davina, sahabat gue..."
Kejujuran Arlyn membuat Fabian hanya bisa menahan sakit dihatinya, dia tidak menyadari perasaan Davina dan hanya ingin melihat Arlyn. dan untuknya semua dunianya adalah Arlyn.
"Gue... gue... sebenarnya..."
"Gue juga suka sama lu... tapi..."
"Bi, lu nggak tahu, kan? Bagaimana sakitnya hati gue, waktu gue nolak lu?.........Bagaimana sakitnya hati gue ngeliat lu jalan sama Davina?...................Berapa lama gue nangis saat gue nolak lu?!"
"Lu nggak tahu, Bi! Lu nggak pernah tahu!!!!"
Kalimat Arlyn membuatnya semakin tersudutkan dalam kesedihannya. Dia memang tidak pernah tahu bagaimana sebenarnya perasaan Arlyn. petikan gitarnya kini semakin keras dan semakin tidak terkendali. Matanya memanas karena memikirkan bagaimana hancurnya Arlyn saat itu.
Dan dengan semua canda tawanya dia menyimpan banyak cerita yang tidak pernah diketahui oleh Fabian.
Kesal meilhat dirinya yang membuat Arlyn seperti itu, semakin menjatuhkan hati Fabian sampai dasar terdalam. Dia tidak pernah tahu dan rasa penyesalan itu muncul dalam hatinya. Dia ingin mencoba mengulang semuanya namun tidak bisa.
Semakin lama dia memikirkan Arlyn, permainan gitarnya semakin kacau. Bayangan tangisan Arlyn terus membuatnya jatuh dalam kesedihan. Setiap tetes air mata yang dilijatnya seolah menyayat hatinya sendiri. Perih rasanya saat menyadari suara yang didengarnya bukanlah suara tawa Arlyn tetapi tangisannya yang selama ini dipendamnya.
Dan bagaimana tubuh kecil Arlyn jatuh terduduk dan bergetar dengan hebat saat menahan emosinya, membuat Fabian tak mampu lagi menatap sang bintang. Dia hanya dapat terpejam sambil memetik gitarnya dengan kekesalan terhadap dirinya sendiri.
"Bi, apa aku jahat?!!!"
"Apa aku cewek jahat?"
"Kenapa aku jadi cewek jahat, Bi?"
Satu hal yang paling membuatnya menyesal adalah membuat Arlyn menjadi seseorang yang sangat jahat. Dalam pikirannya dia menjadikan sosok Arlyn menjadi antagonis. Sakit hatinya tidak dapat melihat bagaimana luka di hati Arlyn lebih banyak dari dirinya. Perasaannya yang harus dikorbankan untuk sahabatnya dan saat dia harus benar-benar memilih dalam sebuah pilihan yang tidak menyenangkan.
"BODOH!!!!!" teriak Fabian kesal.
Suaranya yang cukup keras, membuat Bunda berlari cepat ke atas melihat keadaan Fabian.
"Fabian, kenapa kamu, Nak?" tanya Bunda lembut.
"Bodoh!!!" teriak Fabian lagi.
Bunda yang sama sekali tidak mengerti apa yang sedang terjadi dengan putranya mencoba mendekati Fabian yang tampak sangat frustasi dengan semua masalahnya.
"Fabian, Sayang?" panggil Bunda.
"Bunda, aku jahat, Bun... aku terlalu jahat, Bun," ucap Fabian pilu. Dia tidak dapat menyembunyikan perasaannya sendiri lebih lama lagi dia butuh tempat cerita saat ini. Dia butuh seseorang yang mau mendengarkannya.
***
"Arlyn," panggil Tristan pelan saat melihat pacarnya tengah melamun dan tidak mendengarkan ceritanya. "Arlyn," sekali lagi dipanggilnya, tapi belum juga ada jawaban. Hingga Tristan menepuk pelan lengan Arlyn yang tengah menopang dagunya.
"Eh, apa? Kenapa?" tanya Arlyn bingung saat tersadar dari lamunannya. Tristan tersenyum mellihat Arlyn yang seperti baru kepergok sedang tertidur di kelas oleh guru.
"Kamu kenapa? Ngelamun sendiri. Ada masalah?" tanya Tristan sambil menatap mata coklat yang tengah bersinar diterangi lampu malam.
"Nggak ada apa-apa. Hanya lagi menikmati malam aja. Dingin tapi indah!" puji Arlyn sambil menatap bintang-bintang dilangit yang tengah terdiam ditempatnya.
Sejenak Tristan ikut memperhatikan bintang-bintang seperti Arlyn, yang menudungi mereka di atas rooftop sebuah perkantoran yang ada di kota Bandung. Yang tentunya, kantor orang tua Tristan.
Tapi, tatapannya menangkap sesuatu yang aneh dengan Arlyn. tatapannya begitu sendu seperti sedang pergi menemui seseorang yang jauh di sana.
"Lyn, kamu yakin nggak apa-apa?" tanya Tristan khawatir.
Arlyn menatap mata hitam Tristan yang sekarang begitu lembut tengah memperhatikan dirinya. Dengan kuat Arlyn mengangguk mantap meyakinkan Tristan bahwa dirinya memang tidak apa-apa.
Ragu namun tetap saja Tristan berusaha untuk mempercayai semua ucapan Arlyn. dia tidak ingin Arlyn menganggap bahwa dirinya tidak mempercayainya.
Sejenak Tristan menatap keindahan yang ada dihadapannya. Menatap Arlyn yang tengah kembali ke dunia lamunannya dengan wajahnya yang diterangi lampu sorot yang ada didekat mereka.
Apa mungkin aku harus memberitahu rahasia ini?
Tujuannya dulu kini kembali hadir, Tristan ingin Arlyn mengetahui sesuatu yang membuat Tristan harus rela menunggu dirinya lebih lama.
Tapi bagaimana kalau dia marah... bagaimana kalau....
Nggak. Bukan sekarang waktunya. Dia harus tahu tapi tidak sekarang. Tidak hari ini!
Tristan meyakinkan dirinya dan akhirnya dia mencoba untuk kembali santai sambil menemani Arlyn yang tengah sibuk dengan pikirannya.
Tristan membaringkan dirinya di lantai atap yang dingin. Matanya lurus menatap bintang yang tengah bersinar menerangi malam. Karena hari ini cuaca cukup cerah maka mereka dapat melihat banyak sekali bintang.
Puas dengan semua keindahan yang alam dapat dinikmatinya Arlyn menatap Tristan yang ada disampingnya.
"Pulang, yuk. Udah malam," ucapnya saat melihat Tristan yang tengah terbaring menatapnya.
***
"Ka, makasih ya," ucap Arlyn sebelum dia turun dari mobil Tristan.
"Makasih untuk apa?"
Lama Arlyn terdiam untuk memikirkan ucapannya dan akhirnya dia melanjutkannya. "Untuk semuanya! Ka Tristan udah baik banget...." pujinya tulus.
Sejujurnya Tristan tidak paham dengan semua ucapan Arlyn tapi dia tetap mengangguk dan mengiyakan ucapan Arlyn.
Arlyn membuka pintu disampingnya dan segera keluar dari mobil Tristan.
"Arlyn," panggil Tristan yang juga ikut turun dari mobil. Didekatinya Arlyn yang sedang menunggunya di depan pintu gerbangnya.
"Terima kasih juga," ucap Tristan membuat Arlyn mengerutkan keningnya bingung. "Karena sudah mengisi hatiku." Tristan segera menarik Arlyn mendekatinya dan memberikan ciuman di kening Arlyn. membuat Arlyn kaget bukan kepalang.
"..." Arlyn hanya terdiam membeku ditempatnya sambil menatap kepergian Tristan yang tersenyum senang malam ini.
Tak dapat dipungkiri segaris senyuman juga munculdiwajah kecil Arlyn.m
KAMU SEDANG MEMBACA
No Choise
Teen FictionBagaimana jadinya kalau cewek yang kamu suka adalah cewek yang membuatmu menderita seumur hidup, melupakan jati dirimu, dan berpura-pura menjadi orang lain demi menyenangkan banyak orang?