7

15 0 0
                                    

Dua hari menjelang pembagian raport, semua siswa SMA Harapan mulai kembali memadati sekolah. Karena mereka sedang berharap-harap cemas, mungkin saja akan ada pengumuman juara lebih cepat dari seharusnya.

Tapi itu juga tidak lama. Sebelum jam sepuluh, sekolah kembali sunyi dan sepi. Hanya menyisakan beberapa siswa yang sedang berkumpul bersama teman-temannya mencoba merencanakan liburan mereka. Dan juga guru-guru yang sedang sibuk mengisi raport.

Arlyn yang telah berada dihalte, depan sekolahnya, menatap lurus jalan yang mulai sepi didepannya. Beberapa angkot yang siap mengantarkannya pulang tidak juga diliriknya. Dia masih sibuk mengamati sekitarnya. Selama dua minggu kedepan dia akan meninggalkan daerah itu sementara waktu.

Dan memikirkan bahwa dia juga akan berpisah dari Tristan selama dua minggu, membuat hatinya sedikit sesak. Berulang kali dia menghela napas mencoba membayangkan semua hal yang baik-baik saja.

"Dua minggu ninggalin sekolah, sama aja dengan ninggalin Ka Tristan! Ya ampun, bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa sekolah nggak mutusin untuk liburan selama satu minggu aja, sih?!" gumamnya sendiri. "Ah, jagan, jangan! Lima hari aja!" ulangnya lagi. Tapi semakin lama dia memikirkannya dia menjadi tidak yakin dengan dirinya sendiri.

"Ah, pusing!!!" teriaknya kesal.

Tanpa disadarinya, sekarang dihalte tersebut dia tengah ditemani tiga orang kakak kelasnya yang menjadi artis disekolahnya. Diera Cs, tengah berdiri disekitarnya.

"Pusing kenapa?" tanya Diera tenang sambil memperhatikan Arlyn yang masih tertunduk karena pikirannya sendiri.

Mendengar seseorang sedang berbicara dengannya, Arlyn mengangkat wajahnya dan menatap Diera, Margareth, dan Louis yang sedang mengepungnya dari tiga sisi. Membuatnya tidak memiliki celah untuk lolos.

"Ada apa, Ka?" tanya Arlyn takut. Dia berharap tidak akan terjadi sesuatu yang mengerikan dengan kehadiran tiga orang itu disekitarnya. Arlyn tidak mungkin lupa dengan berita yang pernah didengarnya dulu, kalau Diera Cs, mampu melakukan apapun kalau ada yang berani mengganggu kesenangan mereka.

"Arlyn Angeliqueen. Nama yang bague," puji Diera saat membaca papan nama Arlyn. Kembali diperhatikan wajah adik kelasnya yang sedang merapatkan pundaknya pada sandaran bangku halte tersebut.

"Tampang emang nggak terlalu milik. Tapi, manis. Cukup untuk membuat seorang cowok tertarik," ujar Diera lagi.

Seolah dapat merasakan arah pembicaraan Diera, Arlyn semakin merapatkan dirinya pada sandaran bangku yang menyambutnya. Dengan tangan yang memeluk tasnya erat, Arlyn tidak melepaskan pandangannya dari Diera.

"Jadi memang dia anaknya, Ra?" tanya Louis memperhatikan Diera.

Diera hanya mengangguk mejawab pertanyaan sahabatnya.

"Sekarang mau diapain dia?" tanya Margareth lagi.

Diera kembali tersenyum sambil menatap Arlyn yang sekarang mulai ketakutan berhadapan dengan dirinya.

"Aku hanya mau dia tidak mendekati Tristan. Kamu paham, kan?" ucap Diera sambil menatap Arlyn yang tengah susah payah membasahi tenggorokannya.

"Tapi, kenapa, Ka?"

"Masih berani nanya lagi. Karena Tristan itu milik Diera!" tegas Margareth, sedikit kesal dengan pertanyaan Arlyn.

"Udah nggak usah marah-marah. Kasihan dia," Diera mencoba menenangkan sahabat-sahabatnya. Kembali dia memasang senyuman manis pada Arlyn mencoba melakukan kesepakatan dengan Arlyn. "Kamu sudah mengerti, kan?" Tanpa menunggu jawaban dari Arlyn yang diam membisu ditempatnya, Diera Cs berlalu begitu saja dari hadapannya.

No ChoiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang