Bandung, Januari 2008
Tristan menatap isi kamar yang ditempeli dengan banyak poster kartun dan juga foto-foto yang sama. Wajah seorang perempuan yang dikenalnya. Matanya terus menatap bagaimana wajah itu ersenyum, tertawa, menatap, bahkan ada juga yang sedang memejamkan matanya.
Tristan mencoba membuka ingatannya, mencoba sekedar mengenang sebuah cerita didalam benaknya.
"Kenapa harus dia? Kenapa bukan yang lain?"
Dengan perlahan, tangannya mengusap dadanya, ada sesuatu yang aneh yang membuatnya tidak nyaman sekarang.
"Januari, hujan pasti akan sangat deras. Dan awan tidak akan sebiru biasanya."
***
Bandung, Januari 2006
Adegan kejar-kejaran di dalam kelas antara Marco dan Tobias, menjadi tontonan menyenangkan saat istirahat. Bagaimana tidak, mereka berdua mengitari kelas bahkan sekolah mereka mulai dari bel istirahat telah berbunyi.
Marco memasang wajah sangar yang dapat membuat seekor anak anjing lari terbirit-birit. Namun, Tobias tetap mempertahankan tujuannya.
"Co, ayolah. Kali ini aja..." pintanya masih sambil mengejar-ngejar Marco. Marco yang sudah mulai kelelahan tetap tidak ingin meloloskan permintaan temannya itu. "Co!" panggil Tobias lagi.
"Sekali nggak tetap nggak!"
Marco mencari jalan-jalan yang dapat dilaluinya agar terhindar dari kejaran Tobias. Permintaan sahabatnya hari ini, tidak dapat dipenuhinya. Bukan karena tidak dapat membantu memenuhinya tapi lebih karena enggan.
Dia masih memiliki kegiatan lain yang harus dilakukannya, dan sekarang kalau dia mengikuti keingnan sahabatnya itu, mungkin saja tugas fisikanya tidak akan cepat selesai seperti hari kemaren.
Dengan setumpukkan foto hasil liburannya, Tobias berhasil membuat Marco mendekap ditaman belakang rumah Tobias untuk mendengarkan semua ceritanya tentang berbagai foto yang diambilnya. Kalau foto-foto itu berbeda-beda tidak masalah, tapi ini kebanyakan hanya foto seseorang cewek yang dapat membuat Tobias menjadi sangat gila karenanya.
"Marco, kali ini kita bakalan kenalan," bujuk Tobias lagi.
"I don't care!"
"Ok. Kalimatnya diubah! Today i will introduce myself to hers. And i hope you're the first person who will be the witness."
Secara mendadak Marco menghentikan langkahnya, membuat Tobias yang sedang mengejarnya dengan langkah cepat, hampir saja menabrak punggung sahabatnya. Marco menghela napas panjang sebelum akhirnya membalikkan badannya dan menatap Tobias yang sedang menunggunya dengan sebuah harapan.
"The reward?"
Senyuman Tobias segera tercipta dengan lebar saat mendengarkan kalimat persetujuan itu. "Semua makanan dan minuman, aku yang traktir!!" serunya bahagia.
Merasa bahwa kesepakatan itu tidak terlalu buruk untuknya, Marco akhirnya mengangguk tanda setuju pada permintaan Tobias.
***
Tidak disangka-sangka, hujan deras mengguyur Bandung sangat lama. Mereka berdua kini terjebak disalah satu tenda penjual minuman yang terletak diseberang SMP Pelita Muda. Ditemani dengan dua botol minuman Marco dan Tobias terus memperhatikan pintu gerbang SMP didepan mereka.
Marco melirik jam tangannya, sudah pukul tiga, tapi hujan belum juga berhenti.
"Tobi, lebih baik kita pulang aja. Dia pasti sudah pulang dari tadi," ajak Marco dengan kesal. Tapi Tobias tidak terpengaruh dengan ocehan Marco itu. Matanya terus mengawasi pintu gerbang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Choise
Teen FictionBagaimana jadinya kalau cewek yang kamu suka adalah cewek yang membuatmu menderita seumur hidup, melupakan jati dirimu, dan berpura-pura menjadi orang lain demi menyenangkan banyak orang?