Bandung, April 2008
Lampu di dalam gedung bioskop telah menyala kembali setelah dipadamkan hampir sekitar dua jam. Tristan dan Diera yang menjadi bagian dari kepadatan bioskop sore itu, sibuk membereskan semua sisa makanan dan minuman mereka sebelum keluar dari tempat tersebut.
Diera menggamit lengan Tristan dengan mesra saat mereka keluar dari gedung bioskop. Tanpa mempedulikan tatapan iri orang yang ada disekitar mereka, Diera tetap melangkah dengan mantap disamping Tristan.
"Tan, aku lapar," pinta Diera manja. Melihat Diera yang memelas seperti itu, Tristan tersenyum dan melayangkan pandangannya menyusuri food court yang tidak jauh dari mereka.
"Makan disana aja, ya."
Diera mengangguk dengan semangat ajakan Tristan. Sebenarnya dia tidak pernah ambil pusing dimana mereka akan mengisi perut setelah menyaksikan film yang baru saja mereka tonton. Asal bersama dengan Tristan, Diera tetap senang.
Mereka melangkah masuk ke dalam food court dan mengambil tempat duduk yang tidak jauh dari pintu masuk. Layaknya seorang cowok sejati, Tristan bersikap sangat manis pada Diera.
Dia menarikkan sebuah kursi untuk Diera dan mempersilakannya duduk. Dia juga akan memesankan makanan untuk Diera saat perempuan yang bersamanya itu, enggan untuk bergerak dari tempatnya. Melihat betapa baiknya Tristan, tidak jarang beberapa perempuan yang ada disekitar mereka memasang tatapan iri pada Diera.
Sebenarnya, semua yang dilakukan Tristan, bukan semata-mata karena dia menyukai Diera, sama seperti cewek itu. Tapi karena dia tidak ingin membuat dirinya tinggal larut dalam bayangan seorang perempuan. Dia yakin bahwa dengan melakukan hal ini, perempuan itulah yang akan tinggal dalam bayangannya.
Dengan sebuah nampan berisi makanan dan minuman yang dipesannya, Tristan kembali mendekati kursi mereka. Dia memberikan minuman bersoda dan juga makanan prasmanan yang dipesan oleh Diera.
Diera selalu memasang senyuman termanisnya saat dia melihat bagaimana Tristan memperlakukannya dengan sangat manis.
"Makasih!"
"Sama-sama," jawab Tristan.
Mereka larut dalam kesibukan menyantap makanan mereka. Perut Tristan memang sudah berteriak minta makan sejak tadi. Tapi dia tetap menahannya sampai Diera memintanya terlebih dahulu.
"Tan, gimana filmnya? Seru, kan?" tanya Diera semangat dengan mulut penuh dengan makanan.
Tristan tertawa kecil melihat bagaimana Diera yang berusaha berbicara dengan makanan yang masih dikunyahnya itu.
"Makan dulu, baru ngomong," ucapnya lembut.
Diera segera menelan makanannya dengan cepat dan kembali memasang senyumannya. "Filmnya seru, kan?" tanyanya lagi.
"Lumayan," jawab Tristan.
"Yah, kok lumayan? Padahal menurutku itu sangat keren!!" puji Diera lagi. Dia telah berhenti makan sejak dia mencoba untuk membuka mulutnya dan membahas tentang film tersebut bersama dengan Tristan.
"Bayangin aja, waktu tokoh utama cowok nolongin sahabatnya yang hampir terjatuh karena kakinya tersandung. Karena posisinya yang berbeda, pacarnya malah marah. Malah ngirain cowok itu selingkuh. Gila keren, kan?" ujar Diera dengan semangat. Tristan menyempatkan diri untuk menatap Diera sambil terus mengunyah makanannya.
Diera kembali menyendokan makanannya ke dalam mulutnya sebelum dia melanjutkan komentarnya kembali.
"Can you imagin? If the situation come in the real life?" Tristan mengernyitkan dahinya seolah sedang menangkap sesuatu. Dia seolah teringat akan suatu kejadian yang terjadi dan karena perbedaan posisi yang dilihat seperti dalam film tersebut, kesalahpahaman terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Choise
Teen FictionBagaimana jadinya kalau cewek yang kamu suka adalah cewek yang membuatmu menderita seumur hidup, melupakan jati dirimu, dan berpura-pura menjadi orang lain demi menyenangkan banyak orang?