Bandung, 24 Desember 2007
Lapangan Brigif hari ini sangat terang dengan lampu-lampu yang dipasang menerangi seluruh lapangan. Pengunjung-pengunjung yang baru saja datang semakin lama ikut memadati lapangan itu. Dan hari ini lapangan tersebut disulap dengan indah menjadi sebuah tempat untuk menikmati malam natal tahun ini.
Banyak orang-orang muda yang berada di tempat ini untuk menghabiskan malam dengan teman-teman ataupun pacar mereka.
Tristan, Diera dan beberapa teman mereka yang lainnya, menjadi bagian dari orang-orang yang ada disana. Mereka mengunjungi beberapa stand makanan untuk mengisi perut mereka. Dan juga beberapa stand barang-barang yang ada. Tidak berniat untuk membeli, mereka hanya sekedar melihat keadaan.
Semakin malam, suasana semakin ramai dan padat oleh pengunjung. Diera yang sangat senang bisa berada disana bersama dengan Tristan, tidak melepaskan lengannya yang melilit pada lengan cowok itu.
"Ra, nggak bosen apa pegangan sama Tristan terus?" tanya Ferris setengah bercanda melihat Diera. Tristan yang menyadari apa yang menjadi pembicaraan Ferris, ikut menertawakan perempuan yang menempel disampingnya itu.
"Biarin. Sirik, ya," balas Diera.
"Sori. Sirik sama kalian, sih, ogah! Apalagi aku dapat dua!" ujar Ferris sambil melirik Louis dan Margareth disampingnya. Tidak terima dengan ucapan Ferris, kedua sahabat Diera itu menghujani Ferris dengan pukulan-pukulan keras.
"Dasar playboy! Cap teri aja bangga!" ujar mereka bergantian.
Tristan dan Diera hanya dapat tertawa mendengarkan makian dua cewek itu. Wajar saja kalau Ferris mendapatkan pukulan. Dia memang playboy. Tidak bisa melihat cewek yang cantik sedikit.
"Makan tuh bogem!" tambah Diera dengan bangga.
"Wah, sepertinya malam makin larut, tapi pengunjung semakin banyak aja, ya!" ujar seorang MC cowok yang berdiri diatas panggung yang tidak jauh dari mereka.
"Betul sekali. Nah, dari pada kita tunggu lama-lama lagi, bagaimana kalau sekarang kita panggilin aja, nih, para cowok-cowok keren dari salah satu sekolah idaman di Bandung?" seorang MC cewek membalas ucapan temannya itu.
"Setuju! Kita panggilin aja, nih, band baru kita, Bixbite7!" tepuk tangan penonton mulai terdengar.
Dan dari ujung panggung besar itu, satu persatu personil band Bixbite mulai naik ke atas panggung.
"Bixbite?" ulang Margareth dan Louis barengan. "Itu, kan..." setelah beradu pandangan, mereka berdua tersenyum kegirangan. "Aaaa!!!" Tiba-tiba saja mereka berhambur mendekati panggung dan memperhatikan band baru itu.
Tristan dan Ferris yang tidak mengerti dengan perubahan sikap mereka hanya saling pandang dengan kening mengertu.
"Bixbite itu siapa?" tanya Ferris sambil mengelus-elus lengannya yang kesakitan.
"Kalian nggak kenal Bixbite?" tanya Diera tidak percaya. Tapi dua cowok didepannya hanya menatapnya semakin bingung. "Bixbite itu band sekolah kita. Mereka terkenal banget, soalnya personilnya cakep-cakep, kecuali Tacita."
"Tacita, kelas XII IPA-2?" Mata Ferris seolah-olah berbinar senang saat mendengar pemenang kategori cewek yang memiliki senyuman termaut itu ada disana. Dengan senyuman senang dia ikut berlari menerobos kerumunan orang didepannya, berdampingan dengan Louis dan Margareth didepan panggung. Dia sangat menunggu saat ini.
Saat untuk melihat bagaimana senyuman Tacita menancapkan panah asmara dihatinya.
Dan meskipun band baru, mereka telah memiliki banyak penggemar. Tidak sedikit orang-orang yang rela berdesak-desakkan mengambil tempat didepan panggung. Para remaja putri berteriak histeris melihat personil-personil cowok yang memiliki wajah ganteng itu. Herman dengan wajah indonya berada dibalik drum set, matanya yang biru gelap berkilau dibawah sinar lampu.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Choise
Teen FictionBagaimana jadinya kalau cewek yang kamu suka adalah cewek yang membuatmu menderita seumur hidup, melupakan jati dirimu, dan berpura-pura menjadi orang lain demi menyenangkan banyak orang?