23

4 0 0
                                    

Bandung, Juli 2008

Mataharipagi masih mengintip dari balik celah ruang kamar Arlyn yang dingin. Selimutmasih menutupi tubuhnya dengan sangat rapat. Gulingnya masih dipeluk denganerat. Tidak ada yang mengganggu tidur nyenyaknya sampai Arvel datang.

"Bangun,Lyn! Bangun!" teriak Arvel tanpa ampun tepat ditelinga Arlyn. Arvel menarikselimut yang menutupi Arlyn dan menarik tangan Arlyn agar dapat dudukditempatnya sendiri.

"Arlyn,bangun!!" teriak Arvel lagi. Dengan malas dan masih sambil bergumam, Arlynduduk ditempatnya dalam beberapa detik dan setelah itu kembali terbaringditempat tidurnya.

"Arlyn1bangun! Dasar kebo!!" teriak Arvel lagi dan masih menarik Arlyn.

"Apaan,sih, Bang! Ganggu orang tidur aja!" balas Arlyn yang masih memejamkan matanya.

"Bangun!Kita harus ke bandara sekarang!"

Mengingatsebuah kata bandara yang diucapkan Arvel, Arlyn mulai tersadar dan bangun daritidurnya. Hari ini adalah hari keberangkatan mereka ke BALI!!!

Tanpamembuang banyak waktu lagi, Arlyn meloncat dari tempat tidurnya dan menyambarhanduk yang terletak diatas kursi meja belajarnya. Dan melangkah dengan sangatlebar ke kamar mandi.

"Kenapanggak bilang dari tadi!!!" ucap Arlyn dari balik pintu kamarnya, saat Arvel masihberdiri disamping tempat tidurnya.

Tidakmenjawab ucapan Arlyn, Arvel hanya melihat punggung Arlyn menjauh darinya.

***

Arlyndan Arvel berlari-lari masuk ke dalam bandara. Mereka hampir saja telat check-in karena Arlyn yang telat bangun.Dan dala gerakan cepat, Arlyn melakukan ritual paginya sebisanya. Tidak adabanyak waktu untuk membuatnya memikirkan hal lainnya. Untung saja ranselnyasudah disiapkannya sejak dua hari yang lalu.

"Sori,sori. Arlyn telat bangun, jadi kita telat," ucap Arvel pada ketiga sahabatnyayang telah menunggu mereka di depan bandara.

"KalauAbang bangunin sejam sebelumnya, kita nggak bakalan telat, tau!" bantah Arlyntidak mau kalah.

"Makanyatidur jangan seperti kebo!" balas Arvel lagi.

Adumulut dua kakak-beradik menjadi tontonan seru tiga sahabatnya Arvel.

"Udah,nggak usah berantem. Cepetan check-in," Leon menengahi perkelahian mereka.Arlyn menurunkan ranselnya sambil menunggu Arvel. Karena tiket pesawatnya yangmenyiapkan adalah Arvel, Arlyn dapat bersantai sejenak dan tingga masuk kedalam pesawat nantinya.

"Capek,ya, Lyn. Mau aku bawain tasnya," Niat baik Fian selalu membuat Arlyn kesal.Entah kenapa. Apa karena Fian menaruh perasaan padanya dan itu jelas terlihat.Atau hal lainnya.

"Nggakusah," jawabnya datar. Leon mengurung senyumnya melihat Arlyn yang selaludingin pada Fian. Dan dengan sedih, Fian mundur dan berdiri disamping Leon.

"Ternyata,kamu memang Arlynnya Arvel." Arlyn mendongak mendengar seseorang yangmenyapanya dengan suaranya yang berat. Dia sedikit terkejut, melihat Edgar yangberdiri disampingnya.

Leondan Fian menatap mereka dengan sebuah pertanyaan. Mereka belum memperkenalkanmereka berdua, tapi sepertinya Edgar sudah mengenal Arlyn.

"Gurulesnya Davina, kan?" Arlyn meraba kalimatnya, berusaha meyakinkan dirinyasendiri. Edgar mengangguk mantap memberikan jawaban pada Arlyn yang masihkebingungan menatapnya. "Kenapa bisa ada disini, Ka?" tanya Arlyn lagi.

Edgartersenyum kecil sebelum memperkenalkan dirinya. Tapi sebelum sempat dijawabnya,Leon telah memperkenalkannya terlebih dahulu.

"Diateman kampus kita, Lyn." Arlyn menatap Leon dan Edgar bergantian, sepertinyadunianya terlalu sempit, sehingga dia dapat bertemu dengan orang-orang yangsaling terhubung satu dengan yang lainnya.

No ChoiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang