49

7 0 0
                                    

Sudah lebih dari seminggu Arlyn dan Tristan tidak bertemu. Dan selama waktu itu Arlyn memikirkan semuanya. Dia tidak ingin memperkeruh suasana. Tapi dia juga tidak ingin membuat Tristan semakin sakit karena keputusannya.

Dengan pemikiran yang matang, Arlyn akhirnya memutuskan untuk mengutarakan semuanya pada Tristan. Dia ingin memperjelas semuanya. Dia akan menanggung akibatnya nanti. Asalkan dia dapat berkata dengan jujur pada Tristan. Dengan tekad yang bulat Arlyn mengambil ponselnya dan mencari nama Tristan dari phonebook-nya.

Setelah ditemukannya nama Tristan, Arlyn segera menekan tombol panggil untuk menghubunginya.

Lama dia menunggu hingga dia harus mengulang panggilannya beberapa kamu. Dan untuk kali yang ke lima telepon itu akhirnya diangkat juga. "Halo, Ka Tristan?" sapa Arlyn sebelum Tristan menjawabnya. "Ka hari ini kita bisa ketemu, nggak?" tanyanya cepat.

"Halo, Ka Tristan?!" panggil Arlyn lagi. Tapi tidak juga ada jawaban dari ujung telepon itu.

"Halo, ini... bukan... nomor... Tristan...." suara lemah yang putus-putus terdengar dari ujung saluran telepon itu. Mendengar suara perempuan yang diyakini Arlyn adalah Samantha, Arlyn segera meralat ucapannya.

"Halo, Tante? Ah, bukan tante tadi saya salah pencet nomor..." ucap Arlyn cepat.

"Arlyn? kenapa kamu tahu tentang Tristan?" tanya Samantha curiga.

"Hah? Ah itu teman sekolah saya, Tante..." ucap Arlyn gugup.

"Arlyn... kamu pacaran dengan Tobias, kan?" suara Samantha yang sesaat lalu tampak terdengar baik. Namun saat mengucapkan nama Tobias suaranya bergetar dan entah apa yang terjadi, dia tidak dapat menguasai dirinya dan tiba-tiba saja Arlyn dapat mendengar jeritan histeris Samantha dari ujung line telepon.

"Tidaaaaaaaaak!!!!! Tobias!!!!! Tobiasssss!!!!" teriak Samantha histeris. Arlyn yang merasa bersalah, tetap berusaha menelepon nomor Tristan.

"Halo tante? Tante!!!" panggil Arlyn dari ujung teleponnya. Tapi yang terdengar olehnya hanya suara jeritan Samantha. Dia tidak tahu kalau semuanya akan terjadi seperti ini.

"Tobiaaaaaaass!!! Anakkuuuuu!!!" teriak Samantha histeris.

"Mama?!" sayup-sayup, tapi Arlyn dapat mendengar suara Tristan yang menemukan Samantha yang meneriakan nama Tobias dengan keras. "Ma, kenapa, Ma?" tanya Tristan panik. Dipeluknya Samantha dengan erat, namun kali ini Samantha mendorong Tristan dengan kuat.

"Bukan! Bukan! Kamu bukan Tobias! Bukan!!! Anakku!!!! Tobias!!!!" panggil Samantha histeris. Tristan yang tidak tahu apa yang sedang terjadi, berteriak memanggil pembantu rumahnya untuk menolongnya menahan Samantha. Tristan tidak kuat melihat Samantha yang menjerit-jerit seperti itu sambil mencari Tobias. Hatinya sakit melihat Samantha seperti ini.

"Ma, Ma, tenang, Ma. Ini aku Tobias, Ma," ucap Tristan lembut. Tapi Samantha menolaknya dan mendorong Tristan menjauhinya.

Tristan yang tidak ingin Samantha seperti ini memeluk mamanya dengan erat, membiarkan Samantha berteriak dan meronta sekuatnya dalam pelukannya.

"Ma, Ma, jangan seperti ini, Ma... Ma ini aku Tobias.... ini Aku anak mama. Aku Tobias, Ma," ucap Tristan sedih. Air matanya mengalir membasahi wajahnya. Meskipun hatinya sakit saat menyebut dirinya Tobias tapi itu tidak sebanding saat melihat Samantha yang seperti ini.

"Tidak, kamu bukan anakku! Kamu bukan Tobias! Tobias! Tobias! Dimana kamu, nak!!! Tobias!!!" teriak Samantha histeris. Dia menangis sejadi-jadinya membuat Tristan semakin sedih. Dan karena depresi ringan yang dideritanya, Samantha akhirnya jatuh pingsan dalam pelukan Tristan.

"Ma, Mama!!! Ma, bangun, Ma!!!" teriak Tristan panik. Tristan masih menangis sedih karena bagianya semuanya ini bukanlah hal yang mudah.

***

No ChoiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang