17

22 0 0
                                    

Bandung, Maret 2008

Efek samping dari putusnya hubungan Arvel dan Bela dapat dirasakan oleh semua teman-teman Arlyn. kelasnya kembali penuh dengan keributan. Dan latihan basket pertamanya kini menjadi ajang tarik urat Pak Robert.

Bagaimana tidak, Arlyn dengan suksesnya membuat Pak Robert marah sepanjang latihan karena ketidak seriusannya. Saat akan mendribel bola dia akan berlari dengan sangat cepat menuju ring lawan dan akhirnya melempar bola tersebut kedalam ring, padahal Pak Robert menginginkannya untuk berbagi bola.

Saat sedang melakukan evaluasi, Arlyn akan terus menceritakan bagaimana Arvel dan Bela putus pada teman-temannya dan membuat Pak Robert menegurnya berkali-kali. Meskipun begitu, Arlyn tidak merasa bersalah. Dia terlalu bahagia untuk dapat merasakan kemarahan Pak Robert. Merasa dirinya tidak akan mampu melawan anak muridnya ini, Pak Robert menyerah dan memutuskan untuk mengakhiri latihan hari ini.

Sebelum pulang, Arlyn menyempatkan diri untuk mencari Tristan. Dia sudah kangen tidak bicara dengan kakak kelasnya ini. Ternyata sebulan sibuk memikirkan Arvel, membuatnya tidak daoaat mengingat adanya Tristan.

"Ka Tristan!!!" teriak Arlyn saat melihat Tristan berjalan menuju lapangan parkir. Dia berlari dengan cepat saat Tristan tidak mendengarkan panggilannya. "Ka Tristan!!" panggilnya lagi. Tapi Tristan belum juga berbalik untuk melihat adik kelasnya.

Arlyn terus berlari dan semakin lama semakin menambah kecepatan larinya.

"Hai, Ka!!" sapa Arlyn saat berhasil tiba dihadapan Tristan. Dengan napasnya yang terengah-engah, dia mengulurkan tangannya menyapa Tristan.

Tidak tahu, kalau Arlyn akan mengejar seperti ini, Tristan menatapnya dengan terkejut. Tapi dia berhasil menutupi keterkejutannya dengan cepat dan bereaksi dengan dingin didepan Arlyn. "Ada apa?" tanyanya datar.

Arlyn mengerutkan keningnya tidak percaya dengaan gaya bicara Tristan. Arlyn tidak pernah lagi mendengarkan Tristan bertanya seketus itu padanya.

"Ada apa?" tanya Tristan lagi saat melihat Arlyn masih terbengong didepannya. "Kalau tidak ada yang mau dibicarakan, saya mau pulang." Tristan berjalan melewati Arlyn dengan wajah tidak percaya.

"Tunggu, Ka!!!" panggil Arlyn lagi. Kembali dia menyejajarkan langkahnya dengan Tristan, mengikutinya ketempat mobil Tristan terparkir.

Arlyn menatap sekilas wajah Tristan yang datar dan tidak mengacuhkan keberadaan dirinya disamping Tristan.

Kata Davina Ka Tristan nanyain aku, tapi kenapa sekarang dia cuek banget? Arlyn berusaha meyakinkan dirinya bahwa Davina memang sedang tidak berbohong saat melaporkan hal itu padanya.

"Ngapain masih disini?" tanya Tristan lagi. Dia hendak membuka pintu mobilnya.

"Ka," Arlyn mencoba memberanikan dirinya untuk bertanya, meskipun menurutnya hal ini tidak pantas untuk ditanyakannya. "Kemaren, waktu saya nggak datang latihan, Ka Tristan nanyain saya ke Davina, nggak?" tanyanya malu. Wajahnya panas dan bersemu merah karena merasa pertanyaannya benar-benar pertanyaan yang sangat memalukan.

Tapi pertanyaannya mampu membuat Tristan kembali menatapnya dengan terkejut. Tristan berusaha menelan air liurnya agar dapat menemukan ketenangan dirinya sendiri. "Memangnya kenapa?"

Arlyn mengangkat wajahnya dan menatap Tristan lagi. "Nggak ada apa-apa, Ka." Kayaknya emang aku yang udah kepedean!!! "Kalau begitu saya pulang dulu, Ka!!" ucap Arlyn dan segera melangkah meninggalkan Tristan.

"Davina harusnya sudah cerita sama kamu, kan?" Langkah Arlyn berhenti seketika. Perlahan namun pasti dia berbalik dan kembali menatap Tristan yang sedang memperhatikannya. Mata hitamnya mampu menembus kebingungan Arlyn dan membuat Arlyn membeku ditempatnya. Mulutnya terbuka tapi tak ada kata yang berhasil diucapkannya.

No ChoiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang