Suara motor CBR Leon terdengar jelas sampai ke dalam kamar Arlyn. Arlyn yang sedang duduk di depan meja belajarnya berlari mendekati jendela kamarnya dan dengan cepat menyibakkan tirai kamarnya.
Leon baru membuka helmnya dan meletakkannya diatas motornya. Rambutnya tergerai kesana kemari. Dari kamarnya, Arlyn tidak ingin membuang waktunya yang berharga untuk bertemu dengan Leon sekarang.
Arlyn berlari turun menuju ruang tamu. Langkahnya terdengar jelas diatas lantai. Arvel yang mendengarkan suara motor Leon dan langkah Arlyn tetap berdiam dikamarnya sambil membungkus sebuah hadiah khusus yang akan diberikannya pada Bela.
Arlyn membuka pintu rumahnya tepat sebelum tangan Leon menekan bel rumah tersebut. Leon yang menatap Arlyn yang berdiri dihadapannya dengan rahang yang mengeras. Kakinya terbuka lebar selebar bahu dan matanya menatap lurus pada Leon, mata yang sedang tidak sabar dan dapat melakukan apapun bila dia ingin.
"Jadi, bahas disini atau diluar?" Leon mencoba mendinginkan suasana hati Arlyn. Tanpa menunggu jawaban Arlyn, Leon dapat menduga jawaban yang akan diberikan oleh Arlyn. matanya dan bahasa tubuhnya menjawab semuanya.
Leon mengekor dibelakang Arlyn, mereka berjalan menuju taman belakang tempat Arlyn sering bermain basket.
Suasana dingin yang tercipta saat Leon masuk ke dalam rumah itu menyentuh kulitnya, membuat bulu kuduknya merinding.
Leon masih tetap berdiri diambang pintu taman belakang, saat tubuh kecil Arlyn menegang didepannya.
"Kenapa Arvel balik lagi sama Bela?" tanya Arlyn datar. Leon masih menatap punggung didepannya dengan berbagai pertanyaan. Tanpa adanya basa-basi, kalimat pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Arlyn.
Leon berjalan mendekati Arlyn dan berusaha tetap tenang menghadapi Arlyn. dia ingat bagaimana saat mereka bertemu dengan Bela dan pacarnya dulu, Arlyn sangat marah dan berusaha dengan keras memisahkan Arvel dari Bela.
"Nggak ada yang bisa dilakuin, kan?"
"Ada! Pasti Ada!" Arlyn menatap Leon kesal dengan jawaban tersebut. "Ka, Bela itu cewek nggak bener! Ka Leon tau sendiri! Tapi kenapa Arvel tetap dibiarin jadian sama Bela?!" protes keras Arlyn jelas bukan tanpa alasan. Bukan hanya sekedar gosip yang didengarnya tapi berdasarkan bukti nyata yang dapat dilihatnya.
"Lyn, tenang. Kita bicarain pelan-pelan. Tapi kalau kamu tetap seperti ini, kita bahas lagi nanti. Gimana?" Leon menepuk pundak Arlyn mencoba membuat Arlyn dapat mengerti situasi saat ini.
Arlyn menghembuskan napasnya dan duduk dengan lemas disalah satu kursi taman yang berjarak tidak jauh darinya.
"Arvel jadian dengan Bela, nggak ada yang bisa ngehalangin. Mereka memutuskannya sendiri. Hati mereka yang menentukannya."
"Bukan! Itu hanya kebohongan!"
"Lyn," panggil Leon tetap tenang. Emosi meledak-ledak Arlyn cukup menyusahkan kali ini. Leon menyapu rambutnya dengan kedua tangannya. "Apa yang akan kamu lakukan?"
"Buat mereka putus!" Leon membelalakkan mata setengah terkejut mendengarnya. Meskipun dia sudah dapat menduganya, tapi saat kalimat itu keluar dari mulut Arlyn, terasa sangat berbeda.
"Sebelum bertindak, lebih baik pikirkan dulu."
"Sudah. Dan aku mau mereka putus!"
"Arlyn!" Suara lantang Leon tak urung membuat mereka berdua tersentak ditempat mereka. Arlyn tidak pernah tahu, Leon dapat berkata sekeras itu kepadanya.
Mulutnya terkatup rapat. Matanya terbelalak maksimal menunggu. Seluruh tubuhnya tetap diam ditempatnya. "Berpikirlah dewasa. Kalau kamu hanya membiarkan ego yang bekerja, semuanya hancur berantakan. Nggak hanya hubungan Arvel dan Bela. Tapi hubungan kalian juga hancur!"
KAMU SEDANG MEMBACA
No Choise
Teen FictionBagaimana jadinya kalau cewek yang kamu suka adalah cewek yang membuatmu menderita seumur hidup, melupakan jati dirimu, dan berpura-pura menjadi orang lain demi menyenangkan banyak orang?