"Lyn beneran nggak apa, kamu bawa dia sendirian?" tanya Tacita yang berdiri sambil melihat Fabian yang tengah tertidur didalam taxi. Arlyn mengangguk sambil mengembangkan senyumannya. Lesung pipinya mulai hadir kembali.
"Iya, Ka!" jawab Arlyn mantap.
"Tolong jaga dia, Lyn. Dia terlalu rapuh," ujar Reyner yang tidak tahu harus berkata apa lagi. Kesedihan kembali mengisi hati Arlyn dan dia tahu kalau semua ucapan sahabat Fabian memang benar adanya.
Kamu memang beruntung dapat sahabat seperti mereka, Bi.
"Ya, udah. Aku pulang, ya. Bye..." ucap Arlyn sambil masuk ke dalam taxi. Mereka melambaikan tangan menghantar kepergian taxi Arlyn dan juga Fabian.
Arlyn menatap Fabian lama saat taxi mereka mulai melaju dengan cepat, disenderkannya kepala Fabian pada pundaknya membiarkan Fabian tertidur dengan pulas dipundaknya. Sesekali disingkirkannya rambut Fabian yang menutupi wajahnya. Arlyn menepuk-nepuk punggung tangan Fabian memberikannya ketenangan.
Pakaian Fabian yang kotor karena muntahnya sendiri, membuat Arlyn tersenyum geli. "Apa bedanya kamu sama anak-anak, ya?" tanya Arlyn dalam hati.
Pikirannya menerawang jauh mengingat semua yang terjadi hari ini. Mulai dari telepon Tacita hingga kini dia membawa Fabian pulang. Semuanya seperti sebuah cerita yang sama sekali tidak dapat dibayangkannya.
***
Lampu rumah Arlyn sudah gelap, Arvel telah tertidur pikir Arlyn. dengan langkah yang sangat pelan, Arlyn membawa Fabian dipundaknya masuk ke dalam rumahnya. Dia tidak berani membawa Fabian pulang dalam keadaan mabuk. Dia takut kalau orang tua Fabian akan marah bila melihat anaknya pulang dalam keadaan seperti ini.
Arlyn yang membopong Fabian masuk ke dalam rumahnya, sesekali menengok ke dalam kamar Arvel yang pintunya tengah tertutup.
"Untung aja, Bang Arvel udah tidur," ucapnya lega sambil mengelus dadanya.
"Ada apa, Lyn?" suara Arvel yang sangat dikenalnya mengagetkannya membuat Arlyn melepaskan tangan Fabian yang melingkar dipundaknya begitu saja.
"Arlyn?!" suara tubuh Fabian yang jatuh ke lantai terdengar snagat kuat. Arvel dan Arlyn saling berpandangan karena kaget. Dengan tergesa-gesa, Arvel mendekati Fabian yang sedang merintih kesakitan karena terjatuh dengan kepala terlebih dahulu.
"Fabi?" ucap Arvel heran. Tapi yang ditanya tidak juga menjawab karena tidak sadarkan diri.
"Bi, sorry, nggak sengaja," ucap Arlyn panik. Diangkatnya kembali tubuh Fabian dan dilingkarkannya tangan Fabian pada pundaknya.
Arvel masih menatap mereka bingung tidak mengerti dengan yang sebenarnya terjadi.
"Bagaimana kalau kita bicara besok? Udah malam, nggak enak kalau masih ribut-ribut, ok my sweet baby bear?" ucap Arlyn cepat. Dan tanpa menunggu persetujuan Arvel, Arlyn membawa Fabian ke salah satu kamar tamu dirumah mereka dan membiarkan Fabian tidur disana.
"Selamat malam," ucap Arlyn saat hendak pergi meninggalkan Fabian.
***
"Jadi?" Arlyn yang baru saja turun dan keluar dari kamarnya bingung melihat Arvel yang masih berada di meja makan dan belum juga pergi. Padahal sejujurnya tadi dia sudah berniat tidak masuk dan membolos karena tidak ingin bertemu dengan Arvel.
"belum pergi, Bang?" tanya Arlyn panik. Rambut ikalnya dibiarkan berantakan dan belum disisir.
"Duduk sini. Udah kubuatin sarapan, tuh," ujar Arvel sambil menunjukkan piring nasi goreng Arlyn.
Senyuman yang sengaja dipaksanya untuk menunjukkan ketenangan membuatnya semakin tegang. Arlyn bingung harus bercerita dari mana.
"Sekarang bayar hutangmu. You must tell me!" tatapan tajam Arvel mmbuat Arlyn terkekeh garing dan akhirnya dengan terpaksa dia menceritakan semuanya pada Arvel.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Choise
Teen FictionBagaimana jadinya kalau cewek yang kamu suka adalah cewek yang membuatmu menderita seumur hidup, melupakan jati dirimu, dan berpura-pura menjadi orang lain demi menyenangkan banyak orang?