31

4 0 0
                                    

Bandung, Desember 2006

Sejaksemalam Tobias belum juga memejamkan matanya dan memalingkan perhatiannya dariberbagai foto Arlyn yang berada di sekitarnya. Semua foto yang telah berhasildi cetaknya selama ini berserakan disekitarnya. Dengan sebuah album foto yangsengaja dibuatnya sendiri, Tobias berniat untuk menyimpan semua foto itudisana.

"OK,sekarang tinggal di gunting," ujarnya. Sekilas Tobias melihat sekelilingnya danmencari gunting yang biasa digunakannya. Tapi tidak berhasil ditemukannya.Dengan mengangkat beberapa foto Arlyn secara perlahan, Tobias mencariguntingnya. Kesal tidak berhasil menemukan barang yang dicarinya, Tobiasmelangkah pergi dari kamarnya mencari gunting.

Ruangkerja mama menjadi tujuan utamanya. Karena hanya disana dia dapat memastikanbahwa barang yang sedang dicari memang ada.

Seharisemalam, tidak keluar dari kamar, membuat Tobias tidak menyadari kekosonganrumahnya hari ini. Hanya ada makan malam di atas meja dengan ditemani sebuahnote kecil yang berisi pesan untuknya.

Tobiasmengambil note tersebut sebelum dia melanjutkan langkahnya menuju ruang kerjamamanya yang tidak pernah terkunci tersebut. Tanpa perlu mengacaukan ruangkerja tersebut, Tobias berjalan menuju laci meja kerja mamanya dan membuka lacitersebut.

Sesuaidengan perkiraannya, dengan mudah Tobias dapat menemukan gunting disana. Tanpamengulur waktu lagi, Tobias segera mengambil gunting tersebut, namun secarikkertas tidak sengaja ikut terbawa dan terjatuh di kakinya. Tobias membungkukuntuk mengambil kertas yang tampak seperti seleembar kertas foto yang belumpernah dilihatnya sebelumnya.

"Jakarta,12 Desember 1991?" ucap Tobias saat membaca tanggal yang tertera dibalik kertasfoto tersebut.

Dengankening mengerut dan rasa penasaran yang membuncah keluar dari dalam dirinya,Tobias membalikkan foto tersebut.

Seolahmendapat sebuah tegangan listrik yang tiba-tiba, Tobias terpaku ditempatnyasambil memandangi foto tersebut. Foto mamanya dengan seorang laki-laki. Danjelas bahwa ada kebahagiaan yang terpancar dari foto itu. Wajah mamanya danjuga laki-laki itu, membuat Tobias tidak kuat menahan dirinya untuk lebih lamalagi berdiri.

Guntingyang sedari tadi dipegangnya jatuh begitu saja. Matanya membulat dan mulutnyaterkunci dengan rapat. Tidak ada yang dapat dipikirkannya lagi sekarang. Kinidia berada dalam dunia yang asing untuknya. Berbagai pertanyaan timbul dalamhatinya dan membuyarkan semua keinginannya untuk melanjutkan rencananya.

Emosinyamembuatnya terduduk lunglai disamping meja belajar mamanya.

***

"Tobi!Tobias!!" panggil sang mama dengan nyaring. Diletakkannya tas kantor diatassofa sebelum melangkah ke kamar Tobias. Namun dia tidak juga menemukan putrakesayangannya disana. Hanya ada berlembar-lembar foto yang belum selesaidikerjakan yang menyambutnya. Wanita itu hanya tersenyum melihat kesungguhanhati Tobias untuk seorang gadis yang belum dikenalnya dengan baik.

"Tobias!!"panggilnya lagi dengan sayang. Kini kakinya melangkah menuju ruang kerjanyayang pintunya sedikit terbuka. Senyumannya mengembang lebar diwajahnyamengharapkan putranya akan menyambutnya dengan bahagia saat dia menemukannya.

"Tobias!"panggilnya. Tangannya yang putih dan ramping membuka gagang pintu itu. Tapi diatampak terkejut melihat Tobias yang terduduk dilantai dengan lunglai. Diaberlari mendekati Tobias dengan khawatir. "Tobi, Tobi, kamu kenapa, sayang?"tanyanya sambil memegang pundak Tobias.

"Tobias,"panggilnya lagi sesekali dia menggoyangkan pundak Tobias, tapi Tobias hanyatertunduk tanpa mengangkat wajahnya. "Tobi?" panggilnya lagi.

"Ma,"panggil Tobias pelan. Mamanya mendengarkan suara lirihnya tanpa mengucapkanapapun.

Denganperlahan, Tobias mengangkat wajahnya sambil menatap wajah sang mama yang tampakkhawatir didepannya. "Dia... siapa... Ma?" terlihat binar bening didalam matamamanya saat mendengarkan ucapan Tobias.

Diatidak dapat mengerti sepenuhnya dengan ucapan Tobias. Tapi jelas, dari suaranyaTobias sedang membutuhkan sebuah jawaban pasti yang ditunggu.

"Diasiapa, Ma?" tanya Tobias. Suaranya mulai bergetar namun tetap dipertahankannyatetap terdengar tenang.

"Tobi?Siapa, Nak?" tanya mamanya lagi. Tobias tidak menjawab dia cukup lelah untukharus menjelaskan semuanya secara pasti.

Tobiaskembali tertunduk lunglai. Mengikuti kepala anaknya yang terjatuh dan menataplantai dibawahnya, Mamanya mulai mengikuti pandangan Tobias. Dan dia dapatmelihat dengan jelas sekarang, Tobias sedang menggenggam sebuah foto yangselama ini disimpannya.

"Dia,Ma..." terdengar kembali suara lirih Tobias. Namun kenyataan yang sekarang adadihadapannya, membuatnya tidak dapat mengatakan apapun pada Tobias. Kini hanyawaktu yang dapat menemani dan menyadarkan keduanya.

Dalamwaktu yang cukup singkat, emosi yang tiba-tiba muncul membawa mereka masuk kedalam zona mereka masing-masing. Tobias dan Mama terduduk lunglai ditempatmereka. Banyak kata yang sejujurnya harus diucapkan namun tidak berhasil keluardari mulut mereka.

Takada yang dapat diharapkan dari keadaan ini. Mereka tidak dapat menahan danmenolak apa yang sedang terjadi sekarang ini. Percuma memaksa salah satu darimereka untuk memberikan penjelasan. Itu hanya akan menyakitkan keduanya saatini.

Dengangontai, Tobias menyeret badannya meninggalkan ruangan itu dan membiarkan sangmama berada dalam dunianya. Membiarkan sebuah penjelasan yang nantinya akanditerimanya. Entah kapan itu.

***

Tobiasmenutup pintu dibelakangnya dan menatap foto-foto yang dibuatnya sendiri beradadiatas lantai. Tidak ada kekuatan yang mampu membuatnya tersenyum saat menatapsetiap wajah diatas kertas foto tersebut.

Waktuyang singkat yang tercipta, membuatnya sangat lelah dan membuatnya hanya mampuuntuk kembali terduduk dan akhirnya dia membaringkan dirinya diatas lantaidisamping foto-foto Arlyn. Hatinya lelah untuk mengungkapkan perasaannya saatini. Setiap sendinya seolah sulit untuk digerakkan.

Jari-jemarinyabergerak diatas sebuah foto yang berada tepat disamping kepalanya. SenyumanArlyn yang selama ini mampu membuatnya tersenyum kini hanya dapat menemanihatinya yang sedang sakit.

Dantanpa dapat ditahan ataupun dihindarinya, cairan bening yang belum pernahmengalir dari wajahnya, kini jatuh perlahan membasahi pelupuk matanya.Membasahi sebuah foto lain disampingnya.

Didekapnya foto Arlyn yang berhasil diambilnya dalamdiam. Dan tangisnya dibiarkannya mengalir begitu saja membasahi dirinya. Diahanya butuh sebuah penjelasan logis atas semuanya.zzzzz��s�C��

No ChoiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang