Bandung, Februari 2009
Arlyn masih mengurung dirinya di kamar sejak pukul lima tadi. Dia masih tidak percaya bahwa mereka akan merayakan ulang tahun Arvel bersama dengan Bela. Dan sekarang dia harus lebih menelan kekecewaan karena Arvel begitu tergila-gila pada Bela.
Didepan cermin, Arlyn memasang wajah kesal yang menunjukkan bagaimana dirinya begitu membenci hari ini. Ingin rasanya dia menolak untuk pergi bersama Arvel dan yang lainnya malam ini. Tapi mendengar ucapan Leon lewat telepon dia tidak sampai hati juga untuk menolak permintaan Leon.
"Arvel bodoh! Kenapa masih suka sama cewek seperti Bela, sih? Dia itu bukan cewek baik, Bang Arvel!!!" ucap Arlyn gemas pada dirinya sendiri.
"Arlyn," suara Leon dan ketukan pintu kamarnya, membuat Arlyn menjauhkan diri dari depan cermin dan menatap pintu kamarnya dengan kesal.
Dibukanya pintu tersebut dan membiarkan Leon masuk ke dalam kamarnya.
"Kenapa lu? Muka lu belum di setrika, ya? Mau gue setrikain?" tanya Leon berusaha mencairkan suasana hati Arlyn.
"Nggak perlu! Nanti gue pake traktor besar buat rapiinnya."
Tidak tahan mendengar ucapan Arlyn, Leon tertawa kecil sambil duduk di tempatnya. "Udah nggak usah dipikirin. Hari ini ulang tahun abang lu, enek gue lihat muka kusut kayak gitu."
"Biarin. Biar dia nyadar, kalau pacarnya ternyata pake topeng sepuluh lapis selama ini!"
"Nggak kebanyakan tuh. Nggak seratus lapis aja?" goda Leon yang akhirnya mampu membuat Arlyn tertawa juga setelah Arlyn menatap kejayusan Leon. "Nah, gitu, dong. Smile. You look so pretty if you smile..."
Arlyn menghembuskan napas berat mendengarkan kalimat Leon. Setelah masalah demi masalah mengganggu hidupnya sangat sulit untuknya dapat tersenyum dengan bebas.
"Ayo jalan. Mereka udah nunggu, tuh."
"Bela?" tanya Arlyn ingin tahu.
"Ketemu di kafe. Dia nggak mau dijemput Arvel soalnya."
"Ya iyalah. Dia kan pergi dengan suaminya!" ucap Arlyn sebelum meninggalkan kamarnya. Leon hanya geleng-geleng kepala mendengarkan setiap kalimat asal yang keluar dari mulut Arlyn.
Pembicaraan tentang Bela pasti akan membuat Arlyn mengucapkan hal-hal aneh yang terdengar lucu namun sangat pedas.
Sudah hampir setengah jam mereka menunggu, tapi Bela belum juga datang. Arlyn yang duduk diam menunggu bersama dengan Arvel dan teman-temannya, telah meneguk segelas jus alpukat yang dipesannya.
Berulang kali diliriknya jam tangan biru yang melingkari lengannya dengan kesal sambil melirik ke arah pintu masuk. Dan tidak jarang dia menatap wajah Arvel yang cemas menanti kehadiran Bela diantara gelak tawa bersama sahabat-sahabatnya.
"Bang, lu harusnya nggak usah nungguin dia," batin Arlyn kesal melihat Arvel.
Edgar yang tidak lepas mengamati Arlyn, meulai mengerti pada setiap tatapan Arlyn pada Arvel. Seolah dapat mengerti sebuah perasaan yang dirasakan Arlyn, membuat Edgar tak urung untuk menegor Arlyn.
"Bosen?" tanyanya pelan. Arlyn yang mendongak menatap Edgar mengangguk lemas karena kesal.
"Berapa lama lagi, sih?" tanya Arlyn setengah berbisik. Edgar yang terus tersenyum mengangkat kedua pundaknya bingung, tidak dapat menjawab pertanyaan Arlyn.
"Sayang, maaf. Tadi aku kejebak macet. Maaf ya. Kamu nggak marah, kan?"
Nenek sihir datang! Tegur Arlyn dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Choise
Teen FictionBagaimana jadinya kalau cewek yang kamu suka adalah cewek yang membuatmu menderita seumur hidup, melupakan jati dirimu, dan berpura-pura menjadi orang lain demi menyenangkan banyak orang?