"Neng,ditunggu ayah sama bunda di ruang makan." suara bariton Rafi terdengar dari depan kamar.
"Iya Fi,nanti neng turun."
Aku pun memperbaiki diri di depan cermin. Dan segera keluar kamar.
"Wah,makan besar nih." ucapku dengan kekaguman. Karena banyaknya menu makanan di hadapanku.
"Ini semua kan kesukaan neng." jawab bunda.
"Jadi bingung bun,mo maem yang mana. Hehehe." jawabku dengan menggaruk kepala yang sama sekali tidak gatal.
Pilihanku jatuh kepada udang bumbu rujak. Yummy. Masakan bunda emang tiada duanya.
"Nduk,kapan Ilham kesini?" tanya ayah disela-sela makan.
"Uhuuuk... Uhuuuk... Uhuuuk." Rafi pun segera menyodorkan segelas air putih untukku kemudian menepuk punggungku.
"Ayah tuh,mbok ya kira-kira kalau tanya soal itu." tutur bunda.
"Iya nih,kan kesian neng Via. Untung cuma batuk doank. Gimana klo bola matanya keluar." timpal Rafi dan langsung ku hadiahi cubitan di perutnya. Dia pun meringis kearahku.
"Kemarin sih bilangnya minggu yah. Nanti coba Via tanya lagi. Insya Alloh mas kesini sama keluarganya." yakinku dan senyuman di bibir ayah pun mengembang.
"Cie cie cie. Rafi pesen ponakan yang banyak ya neng." ucanya dengan kerlingan mata.
"Mata kamu kenapa Fi? Minta dicolok ya?" ucapku sadis kepadanya.
"Wes to,ayo makan dulu. Kalian itu ya,kalo gag ketemu sama-sama nyari. Giliran ketemu malah gini." jelas bunda.
"Tapi ini juga yang buat rumah kita jadi ramai,ya kan bun?" tutur ayah dengan senyum.
"Ya donk. Kita kan rame. Ayo neng pecahain piring. Biar tambah rame." pinta Rafi.
"Berani gitu,jatah sangu berkurang." jelas bunda pada Rafi. Hahaha. Inilah keluargaku. Aku pun hanya bisa menggelengkan kepala.
"Ayah,neng ke German tahun depan. Neng dipilih pertukaran mahasiswa." ucapku seraya melihat kearah ayah.
"Alhamdulillah,selamat sayang." ucap bunda.
"Oleh-oleh ya neng." pinta Rafi. Tuh kan,belum juga berangkat. Udah diminta oleh-oleh.
"Berapa lama nduk?" tanya ayah.
"Lha itu,neng juga gag tau. Hehehe. Biar papanya Mas Ilham aja yang jelasin." jelasku.
"Apa hubungannya?" bunda tampak bingung.
"Iya bunda. Papa Mas Ilham dosennya neng. Beliau juga salah satu pemilik kampus. Selain itu,punya beberapa perusahaan yang sekarang di ambil alih sama Mas Ilham." jelasku.
"Ayah gag mau neng tergiur harta. Lihat dulu Ilham dan keluarganya gimana." ucap ayah.
"Inggih ayah."
Suasana makan malam pun penuh kehangatan. Seusai itu,aku membantu bunda mencuci piring dan membersihkan semua jejak makan besar kami. Bunda selalu mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Karena kami tidak memiliki asisten rumah tangga. Pernah ayah mengusulkannya,tapi bunda menolaknya. Karena ini adalah tugas bunda dan bunda masih bisa melakukannya,itu jawabnya.
Ayah sangat menyayangi bunda. Tak jarang pula aku melihatnya membantu bunda membersihkan rumah. Bunda yang terlihat cantik di usianya,membuatku tak percaya.
***
Mataku pun enggan terpejam malam ini. Ya,disinilah aku sekarang---dikamarku. Aku merindukannya. Sedang apa dia disana,gumamku. Tak lama kemudian,lagu Swear It Again milik Westlife membuatku kaget. Lagu yang menjadi nada dering ponselku. Segera kuraihnya dan aku melihat foto Mas Ilham disana. Aku pun tersenyum dan mengangkatnya.
"Assalamu'alaikum mas."
["Wa'alaikumsalam sayang."]
"Mas kok belum tidur?"
["Mas kangen sama kamu."]
"Really?"
["Yap!"]
"Mas kesini kapan? Tadi ditanya ayah."
["Minggu sayang. Kan kalo minggu papa gag kerja,mas libur,and Zia juga libur."]
"Iya mas. Oh iya,udah tahu belum Mr.I siapa?"
["Belum sayang. Nanti mas cari tahu lagi. Sekarang kamu istarahat dulu. Udah malem."]
"Iya mas ku sayang. Assalamu'alaikum."
["Wa'alaikumsalam."] sambungan telepon itu pun mati.
Suaranya telah menjadi candu bagiku. Aku merindukan suaranya sebelum tidur. Miss you so badly,gumamku. Dan tak lama kemudian, mataku pun terpejam.
Happy reading readers :-)

KAMU SEDANG MEMBACA
Here,I'm Waiting You
Romance"Aku tak percaya bahwa aku harus mengalami ini semua" ucapku lirih saat melihat apa yang terjadi dihadapanku. Tangisku pun semakin memuai,bagai besi yang terkena panas. Seketika itu pula Aish,sahabatku memelukku dengan erat.