Part 46

396 11 4
                                    


Ciyeeeeeeeeeeeeeeee, yang abis malem mingguan.

Author malem mingguan ya?

Eh??? #abaikan....wkwkwk

Typo (s)........#abaikan juga ya.....maklum malem minggu....hahahaha



Happy reading :-)



Seorang pria tengah memandang wajah Ilham di peraduannya. Pagi ini, bahkan mungkin terlalu pagi sebagai jam besuk. Tapi apalah di kata, dia ingin menemui pria itu –pria yang tengah tak sadarkan diri dan memiliki berbagai alat bantu pernafasan di tubuhnya.

"Hai, apa kabarmu hari ini?"ucapnya dengan menarik kursi di sebelah ranjang. Ya, dia melakukannya seolah Ilham mendengarnya.

"Kau tahu dia – yang kau cinta dan kau puja, selalu menjagamu. Dia mengharapkanmu membuka mata."ucapnya dengan senyum

"Apakah tidurmu begitu nyaman? Sehingga kau enggan untuk membuka mata, huh?"sengitnya.

"Ayo buka matamu, bocah!"geramnya.

"Aku merindukanmu."akunya dengan suara melemah.

"Aku tak pantas mengakui itu untukmu. Karena sikap jahilmu yang selalu membuatku geram. Bahkan, di saat kau akan menjadi milik orang, kau pun tetap sama."jujurnya.

"Ayo bangun. Buka matamu. Ini sudah hari kesepuluh. Empat hari lagi."

"Sudahlah, aku harus segera pergi sebelum dia datang."

"Apakah mimpi semalam merupakan jawaban dari semuanya?"

"Aku akan menjaganya."ucapnya dengan sugguh – sungguh. Kemudian berdiri dan meninggalkan ruangan.


***


Tok... Tok... Tok...

"Nduk, buka pintunya."

"Ayo sarapan dulu."suara bunda mengingatkanku.

"Mboten bunda, Via mboten lapar. Nanti aja kalo Via lapar, Via turun."teriakku dari dalam.

"Ya sudah nduk."

"Kalau pengen apa – apa, bilang ya."tambahnya.

"Enggeh bunda."jawabku.

Alasan. Selalu alasan ketika aku ingin sendiri di kamar. Semenjak kecelakaan yang menimpanya, membuatku merasa enggan untuk bertemu orang lain. karena sudah pasti mereka akan bertanya tentang keadaannya. Dan itu membuatku begitu terpukul.

"Neng, boleh adek masuk? Adek bawa makanan ini."tanya Rafi dari luar kamar.

"Bentar dek, neng buka pintu dulu."aku pun turun dari ranjang dan membukakan pintu untuknya.

"Masyaalloh neng!"pekik Rafi dan langsung meletakkan nampan yang berisi makanan diatas nakas.

"Apaan sih dek!"jutekku.

Rafi pun menarikku menghadap cermin di kamar. Cermin yang tinggi menjulang. Sehingga nampaklah keadaan diriku dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Lihat itu! Lihat! You look so ngenes!"ucapnya.

"Kan emang ngenes dek."polosku.

"Neng lihat keadaan neng sekarang! Gimana perasaannya Mas Ilham kalo tau neng gini!"geramnya. Aku hanya menggelengkan kepala.

"Neng nyadar gag sih, neng itu udah kayak mayat idup! Lihat wajah neng! Itu mata panda banget!"ucapnya dengan marah.

"Lihat rambut neng! Kusut, kering, dan gag terawatt!"

"Lihat pipi neng! Mana chubbynya! Mana neng!" bentaknya.

"Lihat semua di kaca! Lihat!"geramnya.

Aku memandang semuanya. Memandang pantulan diriku di cermin. Ya, memang berbeda. Mungkin aku lebih pantas disebut sebagai orang yang sedang sakit jiwa. Entah mengapa, itu cocok unyuk menggambarkan keadaanku saat ini. aku takut, aku terpuruk, dan aku tak sanggup untuk melihat dunia kembali.

Lagi dan lagi, aku menangis. Meneteskan air mata untuk keadaanku saat ini. Rafi yang mengetahuinya, langsung memelukku dan menggiringku ke tepian ranjang. Tangisku makin pecah dalam dekapannya. Dia lah adikku. Yang selalu berkomentar jika ada hal yang sedikit berbeda dari diriku biasanya. Ya mungkin, karena dia terlalu menyayangiku. "Walaupun neng lahir duluan, bukan berarti Rafi gak bisa ngelindungi neng. Rafi akan maju menjadi orang pertama sebagai pembela neng. Setelah itu baru ayah." Itulah kata-kata semasa kecilnya. Dan memang, dia tak pernah mengingkari kata-kata itu.

"Neng makan ya. Nanti siang, ba'da dhuhur kita jenguk Mas Ilham. Neng bawa baju sekalian. Emang neng gag pengen nginep?"ucapnya dengan mengelus rambutku.

"Be-benaran?"tanyaku tak percaya.

"Iya neng. Kan sekarang hari sabtu, Rafi libur. Dan Rafi pengen quality time buat neng."ucapnya dengan menghapus air mataku.

"Ya udah neng maem ya. Apa mau Rafi suapin?"tanyanya. aku menganggukkan kepalaku sebagai tanda setuju.

Dia pun mulai menyuapkan makanan itu untukku. Tak jarang pula diberi lelucon khasnya. Aku merasa nyaman disini, bersamanya – bersama adikku tersayang. Seusai makan, dia pun meninggalkanku di kamar, menyuruhku untuk membersihkan diri dan beristirahat kembali.


***


Rafi benar – benar menepati janjinya. Dia membawa ku ke rumah sakit. Hari ini adalah hari kedua belas. Dan aku berharap dia akan membuka matanya.

"Raf, kamu jagain semalem disini apa pulang?"tanyaku

"Jagain neng ajha."jawabnya. Dan aku pun mengangguk.

"Rafi ke kantin dulu. Neng masuk aja. Kalau ada apa-apa telfon ajha."tambahnya.

Melihat pemandangan yang kurindukan. Ingin sekali ku melihat dia tersenyum. Melihat dia membuka mata. Aku benar – benar merindukan dirinya dan semua yang ada di dirinya. Seandainya bisa ditukar, ingin sekali aku berbaring menggantikannya. Perlahan ku mulai mengecup keningnya. Bersamaan dengan itu, air mataku mulai jatuh. Pertahananku runtuh, selalu runtuh di dekatnya.

"Mas, ini hari kedua belas. Ayo buka matanya."ucapku dengan menggenggam tangannya.

"Mas, lihat aku. Buka mata kamu. Aku engga kuat mas." Ucapku sesenggukan.

"Mas, ayo bangun. Ayo kita wujudkan semua impian kita. Kita menikah. Kita punya anak yang lucu – lucu dan menggemaskan. Kamu jadi ayahnya. Aku jadi ibunya. Ayo mas, buka mata kamu."ucapku ditengah tangisku.

"Aku mohon mas."tambahku.

"Mas, bangun mas. Pulanglah. Kembalilah. Rumah kamu adalah aku. Please. Tolong kembalilah. Here, I'm waiting you."ucapku dengan tangis. Disaat itu pula tangisku semakin pecah dan rasa takut itu semakin pekat. Aku tak kuasa untuk terus memakai topeng. Terlalu sakit untukku.

"Sssst, tenangin diri neng ya."ucap Rafi. Rafi pun menggiringku menjauh dari ranjang Mas Ilham. Dia membawaku ke sofa yang tak jauh dari ranjang.

"Sekarang neng tidur ya. Biar Rafi yang jaga Mas Ilham."ucap Rafi dengan memberikan selimut kepadaku. Perlahan, ku mulai merasa lelah dan mata ini mulai terpejam.





Happy satnight all yeeeeeeeay....

Vote n comment nya cith tunggu, trimakasih :-)



Here,I'm Waiting YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang