PS : MULMED DI PUTER YAAAAAAAAK, WAJIB ITU. BIAR LEBIH KERASA GITU, HEHEHE
Happy reading :-)
Hari pun berganti. Tapi entah mengapa, hujan di luar sana semakin mengerti akan kekosongan hatiku. Tak ada yang dapat ku lakukan. Menangis, menangis, dan menangis. Aku tak bisa seperti ini. Berdiri sendiri melihat keindahan dunia tanpa dirinya di sisiku. Bahkan, dia tak pernah absen dari mimpi – mimpi ku. "Aku baik – baik saja di sini. Kamu juga harus baik – baik saja disana. Jangan pernah meneteskan air mata untuk kepergiaanku. Aku tak rela pipi chubbymu basah. Ingat satu hal, bahwa aku mencintaimu." Itulah kalimat yang selalu datang dalam mimpiku. Aku pun memeluk tubuhku dan berjalan kearah balkon kamar. Ku angkat kedua tangan hingga mampu merasakan tetesan demi tetesan air dari langit. Sakit, sedih, kecewa, takut, hilang, kosong, dan hampa. Semua rasa telah menyatu dalam tetesan tersebut. Aku pun berbaur dalam merasakannya dengan linangan air mata. Perih, itu yang ku kini kurasa. Hingga pengelihatanku kabur dan mata ini menutup
Ku rasakan sentuhan hangat pada tanganku. Bahkan aku dapat merasakan air mata jatuh di pipiku. Aku pun membuka mata.
"Mama?"ucapku dengan senyum.
"Hai sayang, sudah bangun?"tanyanya. Aku pun mengangguk dan mulai bersandar di ranjang.
"Mama kenapa nangis?"ucapku dengan menghapus air matanya.
"Mama khawatir nduk."jawab bunda. Mataku pun beralih pada bunda yang tengah berdiri di hadapanku.
"Sini bun."ucapku dengan menepuk ranjang. Bunda pun duduk di sebelah mama.
"Mama, akan tetap menjadi ibu keduaku setelah bunda. Ada atau tanpa Mas Ilham. Mama mau?"tanyaku takut.
"Iya, mama mau sayang."jawabnya dengan menggenggam tanganku.
"Sudah enakan nduk?"tanya bunda dengan mengelus rambutku.
"Iya bunda."ucapku dengan senyum.
"Ya sudah, cuci muka dulu ya. Kami tunggu di bawah."ucap bunda.
Bunda dan mama pun menjauh dari kamarku. Menyisakan aku dan semua sakit di sini. Aku pun bangkit dan menuju kamar mandi.
***
Mereka pun hening saat semua mata menangkap kehadiranku. Papa pun langsung berlari memelukku.
"Via?"ucapnya saat mendekapku. Aku tak mampu lagi untuk bersuara. Aku hanya mengeratkan pelukannya.
"Kamu harus kuat nak."tambahnya saat menatap manik mataku dan tangannya merangkum pipiku.
"Iya pa."lirihku.
Papa pun membawaku berkumpul dengan mereka semua. Hanya Rafi yang taka terlihat. Entah kemana dia sekarang.
"Begini nduk, ada yang papa ingin sampaikan padamu."ucap ayah.
"Apa?"liihku.
"Papa sudah memikirkannya matang – matang bersama ayah dan bundamu. Dan papa harap kamu setuju dengan ini semua."ucap papa.
"Iya."lirihku.
"Papa akan mengirimmu ke German sesuai dengan rencana awal. Tapi mungkin kamu meraih gelar Master."

KAMU SEDANG MEMBACA
Here,I'm Waiting You
Romance"Aku tak percaya bahwa aku harus mengalami ini semua" ucapku lirih saat melihat apa yang terjadi dihadapanku. Tangisku pun semakin memuai,bagai besi yang terkena panas. Seketika itu pula Aish,sahabatku memelukku dengan erat.