Part 45

426 14 4
                                    


Happy reading :-)


Bibir itu kaku. Mata itu tertutup. Dan tubuh itu semakin lemah. Berbagai macam alat bantu pernafasan yang menempel, menjadi pemandangan tersendiri untuk mereka yang datang berkunjung.

Ya, disinilah aku sekarang. Di hadapan orang yang akan menjadi teman hidupku kemarin, hari ini, esok, bahkan selamanya. Yang kumau hanya dia. Bukan yang lain. Hanya dia dan hanya dia.

"Hai mas."ucapku dengan mengelus dahinya.

"Mas, bangun yuuk. Sudah seminggu lho mas bobok. Engga capek?"ucapku dengan mengelus pipinya.

"Mas sih boboknya lama. Jadi, mataharinya malu-malu yang mo keluar seminggu ini."ucapku dengan menoel hidung mancungnya. Disini aku tak menjadi diriku. Aku berusaha sekuat tenaga agar tak meneteskan air mata.

"Mas, bangun ya. Aku sendiri. Ak—aku gag bisa mas."ucapku dengan menyeka menyeka air mata. Pertahananku runtuh. Kini air mata ku telah meluncur bebas dan membasahi pipinya. Ya, aku tak bisa seperti ini. Terlalu sakit, bahkan amat sangat sakit.

"Jatah mas bobok tinggal 7 hari lagi. Dan aku harap mas bangun sebelum itu."ucapku dengan mencium keningnya.

"Mas janji ya, mas bangun ya. Temani aku melihat keindahan dunia yang tak terlihat olehku sebelumnya."ucapku dengan menyeka air mata.

Kaget. Itu yang aku rasakan ketika sebuah tepukan mendarat di bahuku. Mama Mas Ilham.

"Mama?"ucapku dengan menoleh kebelakang.

"Iya sayang."ucapnya dengan memelukku.

"Sudah lama?"tanyanya.

"Dari tadi pagi ma. Mama sama siapa?"tanyaku.

"Sama papa. Tapi papa lagi ke kantin."jawabnya.

"Hallo menantu papa."ucapnya dengan mengelus rambutku.

"Hai pa."sambutku.

"Ilham, bangun nak. Kasihan calon istrimu. Air matanya selalu mengalir."ucap papa dengan mengelus rambutnya.

"Ve, kamu pulang dulu ya. Biar kami disini. Ini sudah sore lho. Kamu butuh istirahat dan makan."ucap mama.

"Ya sudah, Ve pulang dulu."ucapku dengan mencium punggung tangan mama papa.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam sayang."


***


Sesampainya di rumah, aku langsung berlari menuju ruang keluarga. Karena aku yakin semua pasti sedang berkumpul disana. Ada ayah, bunda, dan adikku – Rafi.

"Bundaaaaaaaaa."ucapku manja dan langsung memeluknya.

"Iiih, kebiasaan! Kalau dari mana-mana tuh salam dulu."

"Tau nih neng Via pe a. udah gede juga, kelakuan kok yo koyok cah cilik wae."tambah Rafi.

"Ayah?"ucapku dengan mengerucutkan bibir.

"Sudah, nengnya capek. Mandi sana nduk. Terus maem. Terus istirahat."jawab ayah. Itulah ayah, selalu always membelaku.

"Gak sholat?"tanya Rafi

"Libur dek."jawabku dengan menoel pipinya.

"Mandi gih, bau tau!"ucap Rafi dengan mengibaskan tangannya kearahku.

Here,I'm Waiting YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang